Life Only Once. Stop Thinking and Just Make It Work.

3.08.2025

[2] Ambon - Ora : Pantai ORA, Primadona Pulau Seram!

Part Sebelumnya : Disini

Making memories together di Resort Ora..

Desa Mata Air Belanda, Pulau Seram, 31 Desember 2017

Aku terbangun perlahan saat jam di ponselku menunjukkan pukul tujuh pagi. Udara sejuk menyelusup ke dalam penginapan, membawa aroma asin laut yang samar. Aku menarik selimut sebentar, menikmati kehangatan sisa tidur sebelum akhirnya bangkit dan berjalan menuju luar kamar.

Matahari sudah naik, tapi sinarnya masih lembut, hanya memberi semburat keemasan di ujung cakrawala. Angin pagi bertiup pelan, membelai wajahku dengan kesejukan yang sedikit dingin. Di kejauhan, suara air laut berulang kali menghempas pasir putih dengan ritme yang tenang, seperti napas yang sedang mengatur dirinya sendiri. Aku menghirup udara dalam-dalam. Suara burung-burung kecil dari pepohonan di belakang penginapan menambah ketenangan pagi itu. Tak ada hiruk-pikuk, hanya suara alam yang berpadu sempurna—hembusan angin, ombak yang malas menyapa daratan. Penginapanku berbentuk penginapan yg selalu kuidam-idamkan tentang rumah di pinggir pantai, di depannya langsung pantai dangkal yang luas dan pemandangannya? Tidak perlu kata-kata untuk menggambarkannya, setiap sudutnya seperti lukisan hidup yang memanjakan mata. Suasana yang begitu damai, seolah dunia berhenti sejenak, memberikan ketenangan yang luar biasa.

Suasana pagi hari di Desa Mata Air Belanda yang penuh ketenangan. Tiada suara lain selain deburan ringan ombak yang penuh irama dan siulan burung.

Pantai bersih, dangkal dan arusnya tenang di depan Desa Mata Air Belanda

Pandanganku tertuju pada Arin, travelmate-ku, yang sudah lebih dulu duduk di gubuk kecil depan penginapan. Ia tampak asyik membaca buku, sesekali membalik halaman dengan tenang. Aku berjalan ke arahnya, membiarkan kaki menyentuh pasir pantai yang masih dingin sisa embun malam. Teksturnya lembut di bawah telapak kakiku, sedikit lembap, seperti belum sepenuhnya tersentuh hangatnya matahari pagi.

Tanpa banyak bicara, aku duduk di sebelahnya, menikmati suasana. Setelah beberapa saat, Fredo dan Mbak Hayu terlihat keluar dari kamar juga. Agenda kami hari ini adalah akan mengunjungi pantai dan resort Ora, sebagai salah satu tujuan primadona disini. Namun kemarin sore bapak pemilik kapal bilang bahwa akan datang menjemput kami jam 10 pagi. 

"Ada yang mau ngopi nggak?" Tanyaku riang. Karena suasana pagi ini akan lebih sempurna dengan sesapan kopi.

"Mau dong," jawab Arin.

"Mau juga," jawab Fredo.

Aku bangkit dan berjalan ke rumah pemilik penginapan, melihat pemiliknya yang sedang sibuk di dapur kecil. Sepertinya menyiapkan sarapan pagi untuk kami. Kami memang mengambil paket sarapan karena disini agak susah untuk mencari makan sendiri.

"Permisi mama, boleh minta air panas? Untuk buat kopi mama" tanyaku. 

"Oh iya ada kak. Tunggu sebentar ya. Nanti kami antarin," jawab mama dengan sopan.

Tidak butuh waktu lama mama kembali datang membawa seteko air panas. Beberapa gelas kopi segera kami buat. Pagi itu suasana terasa menyenangkan dan kegiatan kami isi dengan ngobrol banyak topik . Menurutku memang traveling nggak wajib diisi dengan jalan-jalan terus. Banyak hal yang bisa kita lakukan selama traveling, bahkan hal tersebut sebenarnya mirip dengan aktivitas kita sehari-hari sewaktu tidak traveling. Seperti memasak, minum kopi, baca buku, mainan air, ejek-ejekan. Yang membedakan adalah... Suasananya... Ritmenya... Atmosfernya...


Tidak menunggu lama, mama pemilik penginapan membawakan kami sarapan pagi. Menunya cukup sederhana namun terasa sangat nikmat, nasi sayur, sambal dan ikan goreng. Setelah ngopi dan sarapan, aku, Fredo, Arin, dan Mbak Hayu mendapat informasi menarik dari pemilik penginapan. Katanya, setiap pagi, mata air Belanda akan meninggi hingga airnya meluap ke pasir pantai. 

"Itu bisa langsung diminum kok kak, bersih airnya. Kakak bisa lihat disana, nanti sebentar lagi muncul dari pasir airnya. Tapi dia cuma muncul sebentar aja kak, satu jam-an" tambah mama pemilik penginapan.

Tanpa pikir panjang, kami langsung bergegas menuju pesisir pantai. Sesampainya di sana dan menunggu sejenak, kami melihat sendiri bagaimana pusaran kecil air jernih itu perlahan-lahan mulai muncul dari dalam pasir, mengalir lembut menuju laut. Lima menit menunggu, sepuluh menit menunggu, dua puluh menit menunggu, kami semakin antusias karena volume mata air yang keluar dari pasir semakin banyak. Fredo segera mengambil botol air minum Club yang kosong, mengisinya dengan mata air segar itu, lalu kami bergantian meneguknya. Dingin, segar, dan benar-benar tidak ada rasa seperti air mineral kemasan! 

Sesuai penuturan Mama pemilik penginapan, mendekati jam 10, debit mata air itu mulai berkurang... berkurang... dan berkurang. Lama kelamaan, sudah tidak ada lagi air bersih yang keluar. Yaa... pertunjukan pun akhirnya berakhir, hehehe. Untungnya, tidak butuh waktu lama, bapak kapal sudah datang menjemput kami. Tepat pukul 10, kami bersiap untuk melanjutkan perjalanan. Hari ini, kami akan menuju Pantai Ora. Benar-benar nggak sabar untuk segera sampai dan menikmati keindahannya.

Perjalanan ke Pantai Ora hanya memakan waktu sekitar 15 menit, tapi rasanya seperti melayang di atas lautan biru kehijauan yang begitu bening. Sesampainya di sana, aku langsung dibuat takjub. Pantai Ora ini benar-benar seperti Maldives-nya Indonesia! Resort apung, salah satu ikon terkenal, tampak jelas di depan mata dengan warna coklat yang kontras dengan keindahan warna laut di sekitarnya. Air laut yang berwarna biru kehijauan begitu jernih, sehingga dasar laut yang penuh dengan karang berwarna gelap bisa terlihat jelas dari atas perahu. Resort dan lautan ini dikelilingi oleh perbukitan yang meliuk-liuk indah dan berwarna hijau tosca.

Sambutan pemandangan di Resort Ora...

Sambutan pemandangan di Resort Ora...Tidak bisa berkata-kata...

Wow.. Just Wow...

Bapak kapal akhirnya menurunkan kami di dermaga kecil milik Resort Ora. Dermaga itu bercabang menjadi dua, masing-masing dihubungkan ke bungalow yang sengaja dibangun untuk para pengunjung yang ingin berfoto-foto.

Dermaga Resort Ora..

"Registrasi dulu disana ya kak. Nanti bayar dulu untuk tiket masuk dan berenang. Bisa sewa alat snorkeling dan pelampung juga," pesan bapak kapal.

Resort Ora ini sendiri terletak tepat di tepi pantai, menawarkan pilihan akomodasi baik yang berada di pesisir pantai maupun hotel apung yang mengapung di atas laut. Hotel apung tersebut terlihat dihubungkan oleh jembatan kayu yang tembus ke pesisir pantai, memberikan kesan fotogenik yang selama ini dicari traveler ketika berkunjung kesini. Untuk para pengunjung yang hendak berenang dan berfoto-foto, kami masih diizinkan untuk berfoto dengan hotel yang ada di pesisir, namun tidak diperkenankan untuk memasuki hotel apung via jembatan kayu karena itu khusus untuk tamu hotel apung saja.

'Tenang dan damai banget pasti ya nginap di hotel apung itu', kataku dalam hati. Hihihi.. next time lah..

Kami berjalan menuju bagian registrasi resort yang terletak di ujung dermaga. Kami membayar Rp 25.000 per-orang untuk tiket berenang dan foto-foto. Selain itu aku juga sewa alat snorkel dan pelampung seharga Rp 50.000. Cukup terjangkau sih menurutku.

"Sebelum renang kita foto-foto dulu yuk, biar ga keliatan basah," usulku ke Fredo, Arin, dan Mbak Hayu.

"Setujuu, ayoo!" Jawab Fredo.

Kami berjalan kembali ke bungalow dekat kami diturunkan bapak kapal tadi. Disitu terdapat sebuah kursi yang menjadi spot foto dengan background yang sempurna, yaitu laut biru kehijauan, hotel apung, dan perbukitan hijau yang puncaknya tertutup kabut. Benar-benar pemandangan yang sempurna. Kami tidak bosan berfoto dengan berbagai macam gaya disini, karena ini akan menjadi kenangan abadi yang sangat indah.

Foto bareng...

Foto sendiri.. hehehe..

Puas berfoto, kami mulai turun ke laut perlahan untuk memulai snorkeling. Begitu wajahku menyentuh air, aku langsung disambut oleh segarnya air laut dan dunia bawah laut yang seakan-akan menarikku ke dunia yang sama sekali beda dengan diatas air. Terumbu karang warna-warni terbentang, dihiasi ikan-ikan kecil yang berenang riang. Ada ikan berwarna kuning cerah, biru kehijauan, hingga ikan kecil bergaris-garis hitam-putih yang bergerombol seakan penasaran dengan kehadiran kami. Selain itu aku juga menjumpai ikan nemo berwarna oranye yang berenang lincah kesana kemari. Meski kuakui, pemandangan bawah laut ini bukan ter-thebest yang pernah aku lihat, tapi aku cukup menikmatinya.

Sebelum turun snorkeling..

Mulai snorkeling..

Cukup lama aku melakukan snorkeling, salah satu aktivitas laut yang paling kusukai ini. Aku berenang berputar kesana kemari berusaha merekam sebanyak mungkin pemandangan bawah laut yang bisa kulihat. Fredo, Arin, Mbak Hayu kulihat juga sama, masing-masing asyik dengan dunia bawah laut mereka sendiri. 

Puas melihat dunia bawah laut, aku putar tubuhku menghadap keatas. Ke langit biru yang cerah. Aku memejamkan mata dan membiarkan gelombang air laut membawaku kesana kemari. Aku seperti.. melepaskan beban. Dalam hati aku mengucapkan syukur. Bahwa sepanjang tahun 2017 ini aku diberi kesempatan dan kemampuan untuk mengunjungi beberapa tempat, termasuk tempat impianku. Bahkan di penghujung 2017 ini aku lagi-lagi diizinkan mengunjungi tempat seindah ini.

Feel thankfull for 2017...

Sekitar 1,5 jam berada di air, aku merasa lelah dan segera naik ke atas. Arin dan Mbak Hayu sudah lebih dulu keluar dari air, sementara Fredo masih asyik berenang di kejauhan.

"Eh, tadi aku liat ular laut lo," kata Arin tiba-tiba, dengan wajah serius.

"Hah, masak Rin? Dimana?" Tanyaku, merasa terkejut dan penasaran.

"Itu disana, nggak jauh kok. Warnanya belang-belang putih hitam," kata Arin sambil menunjuk ke spot yang berjarak sekitar 3 meter dari tempat kami duduk di jembatan kayu.

"Wah, ngeri juga ya. Aku nggak lihat tadi," ujarku, sedikit terkejut membayangkan ular laut yang ada di dekat kami. Meskipun aku merasa lega karena tidak melihatnya, tetap saja ada rasa was-was yang tiba-tiba muncul.

Btw ular laut  sebenarnya bukan hewan yang agresif terhadap manusia. Mereka cenderung menjauh jika merasa terganggu atau melihat kehadiran manusia. Meskipun begitu, sebagian besar spesies ular laut memiliki bisa yang sangat kuat, bahkan lebih beracun dibandingkan ular darat seperti kobra.

Namun, ular laut biasanya tidak menggigit manusia kecuali merasa terancam atau terpojok. Gigitan mereka juga sering kali tidak terasa sakit karena taringnya kecil dan sering kali tidak menembus kulit tebal. Meski begitu, jika seseorang tergigit dan bisanya masuk ke dalam tubuh, racunnya bisa menyebabkan kelumpuhan otot, gangguan pernapasan, hingga kematian jika tidak segera ditangani. Oleh karena itu, meskipun ular laut tampak jinak, tetap disarankan untuk tidak mengganggu atau mencoba menyentuhnya.

Beberapa saat kemudian, Fredo akhirnya bergabung dengan kami, dan lagi-lagi kami membahas soal ular laut yang dilihat Arin tadi. Mungkin karena itu, kami akhirnya memutuskan untuk menyudahi snorkeling.

"Foto-foto di resortnya yuk, yang di pesisir," ajak Arin.

"Yukk," jawab kami kompak.

Kami berjalan ke arah daratan, menuju Resort Ora dan pantai di sekitarnya. Kuakui, resort ini benar-benar punya konsep yang keren banget, pasti bakal nyaman dan damai banget kalau bisa menginap di sini.

Resort Ora yang di pesisir...

Namun, aku tak bisa menahan diri untuk kembali masuk ke dalam air melalui pantai di sekitar resort. Air laut yang begitu memikat, dengan gradasi warna yang sempurna, membuatku tergoda. Dari biru kehijauan muda, biru kehijauan yang sedikit lebih tua, hingga biru kehijauan yang dalam, dengan latar perbukitan yang meliuk-liuk dan tertutup kabut di bagian atasnya, benar-benar menciptakan pemandangan yang luar biasa. Hasil fotonya bahkan terlihat sangat fotogenik

Foto dari pantai di depan Resort Ora

Kami menghabiskan waktu hampir 3 jam di Resort Ora. Sekitar jam 1 siang, karena perut sudah mulai keroncongan, kami memutuskan kembali ke penginapan di Desa Mata Air Belanda, dimana disana kami sudah akan ditunggu makan siang lezat yang disiapkan oleh mama pemilik penginapan. Namun apakah kami rela? Oh tentu saja tidaaak... Dari foto-foto diatas bisa terlihat kan... Sangat tidak mudah menggerakkan kaki untuk meninggalkan tempat seindah itu huhuhu....

Bagaimanapun, kami harus tetap melangkah maju kan. Segera kami kembali ke arah dermaga untuk mencari bapak kapal. Tidak sulit bagi kami menemukannya. Dengan berat hati kami naik keatas kapal dan mesin kapal yang meraung menandakan kami mulai berjalan perlahan meninggalkan Resort dan Pantai Ora, salah satu tempat terindah yang pernah kukunjungi. Bye Ora.... 🥰🥰

Perjalanan menempuh waktu 20 menit, dan sesaat setelah sampai penginapan, seperti dugaan kami mama pemilik penginapan langsung mengatur makan siang kami di meja makan. Hari ini menunya sayur kangkung bunga pepaya, ikan laut goreng dan sambal. Kami makan dengan sedikit rakus karena seharian berenang membuat perut benar-benar kelaparan hehehe..Bahkan kami makan siang dengan kondisi baju masih basah.

Makan siang sangat nikmat..

"Renang dulu yuk di mata air, sekalian bilas," kata Fredo setelah kita semua selesai makan. Kebetulan tubuh memang berasa lengket semua karena air laut.

"Yukkk..," kata kami berbarengan.

Seperti yang sudah kuceritakan sebelumnya, tempat kami menginap yang bernama Desa Mata Air Belanda mendapatkan namanya dari aliran mata air yang berasal dari perbukitan tinggi di belakangnya. Konon, mata air ini pertama kali ditemukan oleh orang Belanda, sehingga dinamakan Mata Air Belanda.

Sungai ini terbentuk saking besarnya debit mata air

Saking besarnya debit air, alirannya bahkan membentuk sungai kecil yang mengalir hingga ke laut. Kedalaman sungainya sekitar 30–50 cm, cukup dangkal untuk berenang, tetapi tetap memberikan sensasi segar saat masuk dan merebahkan badan. Berbeda dengan air laut yang hangat dan asin, air dari mata air ini terasa dingin dan segar. Maklum, karena keluar langsung dari bebatuan di bawah permukaan. Kami pun tak bisa menahan diri untuk berenang kesana kemari dan menikmati kesejukannya. Fredo bahkan menggunakan snorkel, padahal sungainya dangkal dan bawahnya pasir putih.. hahahaha..

Di sekitar sungai, suasana juga terasa begitu damai. Pepohonan hijau menjulang di tepiannya, memberikan keteduhan alami. Beberapa burung kecil terlihat terbang rendah di antara ranting-ranting, seolah menikmati sejuknya udara siang ini. Angin berembus pelan, membawa aroma air tawar yang bercampur dengan hembusan laut dari kejauhan.

"Eh, aku mau naik ayunan dong," kata Arin tiba-tiba, matanya berbinar saat melihat sebuah ayunan kayu yang tergantung di bawah pohon besar di tepi sungai.

"Ayoo, Rin! Tak dorong!" sahut Fredo semangat.

Bermain ayunan..

Arin langsung berjalan menuju ayunan dan duduk di sana, kakinya menggantung di atas permukaan air yang jernih. Fredo mendorongnya perlahan, membuat ayunan bergerak maju mundur dengan lembut. Tawa Arin pecah saat aku dan Fredo memercik-merciknya dengan air dingin.

Kami benar-benar menikmati momen ini—suasana yang tenang, air yang jernih, dan kebersamaan yang terasa begitu hangat. Rasanya ingin waktu berhenti sejenak, melupakan semua masalah yang ada di kehidupan nyata sehari-hari. 

Bagaimanapun, ini adalah malam terakhir kami di sini. Besok pagi-pagi sekali, bapak kapal akan menjemput kami untuk kembali ke Desa Saleman, dan setelahny memulai perjalanan panjang kembali ke Ambon. Rasanya waktu berlalu begitu cepat, seakan-akan kami baru saja tiba, namun kini harus bersiap meninggalkan tempat indah ini.

Karena itu, kami bertekad untuk memanfaatkan sisa waktu yang ada sebaik mungkin—menciptakan kenangan yang tak terlupakan. 

Di bawah langit yang mulai gelap, kami duduk bersama di tepi sungai kecil, merendam kaki sambil berbincang santai. Cahaya lampu dari penginapan mulai menyala, menciptakan suasana yang tenang dan hangat. Suara jangkrik dan gemericik air menjadi latar belakang yang sempurna.

"Besok kita udah pulang, ya?" kataku.

"Iya... Rasanya masih pengen tinggal lebih lama," sahut Fredo.

Kami semua terdiam sejenak, menikmati keheningan yang penuh makna. Malam ini adalah kesempatan terakhir kami untuk benar-benar menyatu dengan keindahan tempat ini, menghirup udara segarnya, merasakan ketenangannya, dan menyimpan semua itu dalam ingatan.

Tak ingin membuang waktu, kami pun memutuskan segera mandi dan bersih-bersih. Setelahnya sembari menunggu mama pemilik penginapan menyiapkan makan malam, kami duduk-duduk di gubuk menikmati angin malam yang sejuk ditemani obrolan ringan. Bintang satu persatu mulai muncul di langit seakan ikut menemani obrolan kami. Malam ini bukan sekadar malam terakhir di 2017, tapi juga malam perpisahan yang manis dengan tempat yang telah memberi kami begitu banyak cerita dan kebahagiaan.

Part Selanjutnya : Disini

2.25.2025

Sadar Setiap Hari (SSH) 17 : Melihat Pikiran Sebagai Fenomena yang Datang dan Pergi, Bukan Sesuatu yang Kekal

 Mengamati dan Mengelompokkan Pikiran dalam Meditasi Vipassana

Meditasi Vipassana adalah praktik pengamatan mendalam terhadap realitas sebagaimana adanya, tanpa ilusi atau penolakan. Dalam meditasi ini, kita mengamati segala sesuatu yang muncul dalam kesadaran—termasuk pikiran—dengan sikap netral dan penuh perhatian. Salah satu aspek paling menarik dari Vipassana adalah bagaimana kita menyadari sifat pikiran yang tidak stabil dan terus berubah, serta bagaimana kita dapat mengelompokkannya ke dalam "folder-folder" dalam benak kita.

Menyaksikan Datangnya Pikiran

Ketika kita duduk bermeditasi dengan tenang, kita mungkin mengira bahwa pikiran akan segera menjadi hening. Namun, yang sering terjadi justru sebaliknya—pikiran mulai datang tanpa henti. Muncul berbagai topik yang mungkin tidak kita sadari sebelumnya, seperti ingatan masa lalu, rencana masa depan, atau bahkan pikiran acak yang tampaknya tidak berhubungan satu sama lain. Pikiran datang dan pergi seperti awan di langit, tidak pernah tetap di satu tempat. Kita bisa membayangkan pikiran ini sebagai awan yang beterbangan, lalu kita menangkapnya dan memasukkannya ke dalam folder-folder di otak kita.

Saat pikiran muncul, langkah pertama dalam Vipassana adalah mengamatinya tanpa reaksi. Tidak perlu menolaknya atau berusaha mengusirnya, cukup sadari keberadaannya. Misalnya, jika muncul pikiran tentang pekerjaan, cukup katakan dalam hati, "Pikiran tentang pekerjaan telah muncul." Jika pikiran tentang kenangan lama muncul, amati saja tanpa membiarkan diri tenggelam dalam emosi yang ditimbulkannya.

Mengelompokkan Pikiran ke dalam "Folder" Mental

Setelah mengamati pikiran yang muncul, kita dapat mulai mengelompokkannya ke dalam "folder-folder" dalam benak kita. Seperti komputer yang menyimpan file dalam kategori tertentu, kita juga bisa menyusun pikiran dengan cara serupa. Ini membantu kita memahami pola pikir kita sendiri dan melihat kecenderungan yang sering muncul. Beberapa kategori pikiran yang umum antara lain:

  1. Folder Masa Lalu – Pikiran tentang kejadian yang telah terjadi, entah itu menyenangkan, menyedihkan, atau penuh penyesalan.
  2. Folder Masa Depan – Kekhawatiran, rencana, atau harapan tentang sesuatu yang belum terjadi.
  3. Folder Emosi Negatif – Kemarahan, kejengkelan, kecemasan, atau kesedihan.
  4. Folder Keinginan – Pikiran tentang hal-hal yang kita inginkan, entah itu materi, pencapaian, atau pengakuan dari orang lain.
  5. Folder Pikiran Acak – Pikiran yang muncul secara tiba-tiba dan sering kali tidak berhubungan dengan situasi saat ini.

Dengan membiarkan pikiran masuk ke "folder" yang sesuai, kita mulai menyadari betapa banyaknya kategori yang bisa terbentuk. Terkadang, kita menemukan bahwa jumlah folder itu tampaknya tak terbatas—karena pikiran kita terus berubah dan berkembang tanpa henti.

Aplikasi dalam Kehidupan Sehari-hari

Metode mengamati dan mengelompokkan pikiran ini tidak hanya berlaku saat duduk bermeditasi, tetapi juga dalam aktivitas sehari-hari. Misalnya:

  1. Saat bekerja: Ketika muncul pikiran tentang tekanan pekerjaan atau ketidakpuasan terhadap rekan kerja, kita bisa mengamatinya sejenak tanpa bereaksi, lalu memasukkannya ke dalam folder pikiran tentang pekerjaan. Dengan begitu, kita tidak larut dalam stres dan bisa tetap fokus pada tugas yang ada.

  2. Saat menghadapi konflik: Jika kita merasa marah atau kesal terhadap seseorang, alih-alih langsung bereaksi, kita bisa mengamati emosi itu seperti awan yang lewat. Masukkan ke dalam folder emosi negatif tanpa harus menyalahkan diri sendiri atau orang lain.

  3. Saat bersantai: Kadang saat menikmati waktu luang, tiba-tiba muncul kecemasan tentang masa depan. Daripada terbawa perasaan, kita cukup menyadarinya, mengategorikannya ke folder kekhawatiran, lalu kembali menikmati momen saat ini.

  4. Saat mengalami dorongan konsumtif: Jika muncul keinginan impulsif untuk membeli sesuatu, kita bisa mengamati dorongan itu dan memasukkannya ke dalam folder keinginan, sehingga kita tidak terburu-buru mengambil keputusan yang mungkin akan disesali nanti.

Melalui latihan ini, kita menyadari bahwa pikiran terus berubah, dan kita tidak perlu selalu mengikutinya. Ini membantu kita untuk tetap tenang, tidak bereaksi berlebihan, dan lebih bijaksana dalam bertindak.

Kesadaran Akan Sifat Pikiran yang Tidak Stabil

Ketika kita terus melakukan pengelompokan ini, kita akan menyadari satu hal penting: pikiran sangat tidak stabil dan tidak bisa dipertahankan selamanya. Pikiran datang dan pergi seperti gelombang di lautan, tidak ada yang benar-benar tetap. Kita mungkin merasa sangat marah pada satu saat, tetapi jika kita mengamatinya tanpa reaksi, kita akan melihat bahwa kemarahan itu perlahan menghilang. Demikian pula dengan kegelisahan, ketakutan, atau bahkan kebahagiaan—semuanya bersifat sementara.

Dengan memahami ketidakkekalan pikiran, kita tidak lagi terlalu melekat atau terhanyut oleh pikiran tersebut. Kita belajar untuk hanya mengamatinya, tanpa harus bereaksi berlebihan. Ini adalah inti dari Vipassana: menyadari bahwa pikiran bukanlah diri kita, melainkan sekadar fenomena yang datang dan pergi.

Ketenangan yang Muncul dari Kesadaran

Ketika kita terus berlatih mengamati dan mengelompokkan pikiran, kita akan mulai merasakan ketenangan yang lebih dalam. Kesadaran bahwa pikiran tidak bertahan lama membuat kita tidak lagi mudah terguncang oleh emosi atau kekhawatiran yang muncul. Kita tidak perlu lagi terseret oleh amarah, kegelisahan, atau rasa takut, karena kita tahu bahwa semuanya akan berlalu dengan sendirinya.

Pada akhirnya, meditasi Vipassana mengajarkan kita bahwa pikiran bukan musuh yang harus diperangi, melainkan fenomena yang bisa diamati dan dipahami. Dengan sikap penuh perhatian dan tanpa reaksi, kita dapat mengembangkan kebijaksanaan, ketenangan, dan keseimbangan batin dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.

Dengan praktik yang konsisten, kita semakin menyadari bahwa di balik kekacauan pikiran, terdapat ketenangan yang selalu tersedia—menunggu untuk kita temukan dalam diri sendiri.

Sadar Setiap Hari (SSH) 16 : Melihat Tantangan Kehidupan Sehari-hari sebagai Sarana Mengembangkan Kebijaksanaan

 Melihat Tantangan Kehidupan Sehari-hari sebagai Sarana Meditasi dalam Ajaran Buddha

Dalam kehidupan sehari-hari, kita dihadapkan pada berbagai tantangan, baik kecil maupun besar. Dari kemacetan lalu lintas, tekanan pekerjaan, hingga masalah dalam hubungan sosial, semua itu bisa menjadi sumber stres jika kita tidak menghadapinya dengan bijak. Namun, dalam ajaran Buddha, segala bentuk tantangan justru dapat dijadikan sebagai sarana meditasi, yaitu sebagai kesempatan untuk melatih kesadaran (sati), kebijaksanaan (paññā), dan keseimbangan batin (upekkhā).

1. Tantangan sebagai Ujian Kesadaran (Sati)

Sati atau kesadaran penuh (mindfulness) adalah inti dari praktik meditasi dalam ajaran Buddha. Kesadaran penuh berarti hadir sepenuhnya dalam setiap momen, tanpa terjebak dalam reaksi emosional yang berlebihan. Ketika menghadapi situasi sulit, kita dapat menggunakannya sebagai latihan untuk tetap sadar terhadap pikiran dan perasaan yang muncul. Misalnya, saat merasa marah karena seseorang berbicara kasar, kita bisa mengamati munculnya emosi tersebut tanpa langsung bereaksi. Dengan begitu, kita dapat merespons dengan lebih bijak daripada sekadar bereaksi secara impulsif.

2. Tantangan sebagai Pemantik Kebijaksanaan (Paññā)

Dalam Dhamma, kebijaksanaan tidak hanya diperoleh melalui studi kitab suci, tetapi juga melalui pengalaman langsung dalam kehidupan. Setiap kesulitan adalah kesempatan untuk melihat sifat dunia yang tidak kekal (anicca), tidak memuaskan (dukkha), dan tanpa inti diri yang tetap (anattā). Saat menghadapi kegagalan, kita bisa belajar untuk melihat bahwa segala sesuatu di dunia ini berubah. Pemahaman ini membantu kita mengembangkan sikap tidak melekat dan menerima kenyataan sebagaimana adanya.

Sebaliknya, jangan menjadikan tantangan sebagai alasan untuk mengeluh atau putus asa. Mengeluh hanya akan memperkuat penderitaan, sementara putus asa menghalangi kita dari melihat jalan keluar. Tantangan ada bukan untuk membuat kita menderita, tetapi untuk mengembangkan kebijaksanaan dalam menyikapi kehidupan. Dengan menerima tantangan sebagai bagian dari perjalanan spiritual, kita dapat tumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat dan lebih sadar.

3. Upekkhā: Mengembangkan Keseimbangan Batin di Tengah Tantangan

Salah satu kualitas luhur (Brahmavihāra) yang diajarkan dalam ajaran Buddha adalah upekkhā, atau keseimbangan batin. Ini berarti menjaga ketenangan dalam suka maupun duka, tanpa terbawa oleh euforia atau keputusasaan. Saat menghadapi tantangan, kita dapat menggunakannya sebagai latihan untuk mengembangkan sikap netral yang penuh kebijaksanaan. Misalnya, ketika mengalami penolakan atau kritik, kita bisa mengamati perasaan yang muncul tanpa terhanyut dalam rasa sakit atau kebencian.

4. Praktik Meditasi dalam Aktivitas Sehari-hari

Meditasi tidak hanya dilakukan dalam posisi duduk, tetapi juga dapat diterapkan dalam setiap aktivitas sehari-hari. Berikut beberapa cara menerapkan meditasi dalam menghadapi tantangan harian:

  • Saat menghadapi konflik: Alih-alih bereaksi dengan kemarahan, cobalah bernapas dalam-dalam dan amati pikiran serta perasaan yang muncul tanpa terikat padanya.
  • Saat berada dalam situasi yang tidak nyaman: Gunakan kesempatan ini untuk melatih kesabaran dan menerima kenyataan tanpa perlawanan batin.
  • Saat mengalami kegagalan atau kehilangan: Jadikan pengalaman ini sebagai pelajaran tentang ketidakkekalan dan pelepasan (letting go).
  • Saat melakukan pekerjaan rutin: Fokus sepenuhnya pada aktivitas tersebut, seperti mencuci piring dengan kesadaran penuh, merasakan air, sabun, dan gerakan tangan tanpa terburu-buru.
  • Saat makan: Makan dengan penuh kesadaran, merasakan tekstur, rasa, dan aroma makanan, serta mengunyah perlahan tanpa tergesa-gesa.
  • Saat berjalan: Latih meditasi berjalan dengan menyadari setiap langkah, bagaimana kaki menyentuh tanah, serta ritme pernapasan.
  • Saat menunggu: Gunakan waktu menunggu, seperti di antrian atau lampu merah, untuk fokus pada napas dan mengamati pikiran yang muncul tanpa terjebak di dalamnya.
  • Saat berbicara: Latih kesadaran dalam berbicara dengan memilih kata-kata yang baik, mendengarkan dengan penuh perhatian, dan menghindari reaksi spontan yang tidak bermanfaat.
  • Saat menghadapi tekanan pekerjaan: Sebelum memulai pekerjaan, tarik napas dalam-dalam beberapa kali, hadir sepenuhnya dalam tugas yang dilakukan, dan hindari multitasking yang berlebihan.

Tantangan dalam hidup bukanlah hambatan, melainkan kesempatan untuk melatih diri dalam ajaran Buddha. Dengan mengubah cara pandang terhadap kesulitan, kita bisa menjadikannya sebagai sarana meditasi yang membawa kedamaian dan kebijaksanaan. Kesadaran penuh, kebijaksanaan, dan keseimbangan batin adalah kunci untuk menjalani kehidupan dengan lebih damai dan penuh pemahaman. Sebagaimana yang diajarkan Buddha, penderitaan bisa menjadi guru terbaik jika kita mampu menghadapinya dengan sikap yang benar. Dengan membiasakan diri menghadapi tantangan tanpa reaksi berlebihan, kita menjadi pribadi yang lebih kuat, tidak mudah terguncang oleh keadaan, dan tidak terburu-buru dalam menilai sesuatu. Sikap ini membawa kita menuju kebebasan batin yang lebih dalam.

Pikiran yang terlatih adalah sarana pelindung terbesar dalam hidup kita. Ia bisa diandalkan, tidak akan berkhianat, dan selalu siap membimbing kita dalam setiap langkah. Dengan pikiran yang terkendali dan penuh kebijaksanaan, kita tidak hanya mampu menghadapi tantangan, tetapi juga menjalani kehidupan dengan ketenangan dan kejernihan yang lebih mendalam.

2.07.2025

Sadar Setiap Hari (SSH) 15 : Kepuasan Batin (Santutthi)

Santutthi atau artinya kepuasan batin adalah bagian dari praktik hidup sederhana dan bersyukur atas apa yang ada tanpa terikat oleh keinginan berlebihan. Konsep ini mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak berasal dari memiliki lebih banyak hal, tetapi dari menerima dan menghargai apa yang sudah dimiliki. Dengan memiliki Santutthi, seseorang dapat hidup dengan lebih damai, tanpa terus-menerus dikuasai oleh nafsu keinginan (tanha), yang merupakan akar penderitaan dalam ajaran Buddha. Berikut adalah beberapa aspek penting yang dapat memperdalam pemahaman tentang kepuasan dalam Buddhisme:

1. Santutthi dalam Konteks Buddhisme

Santutthi (सन्तोष/Santuṭṭhi) berarti kepuasan atau merasa cukup. Ini adalah kualitas yang ditekankan dalam berbagai ajaran Buddha, terutama dalam Dhammapada dan teks-teks lain dalam Tipitaka. Dalam kehidupan sehari-hari, Santutthi berarti tidak tergantung pada materi atau keadaan eksternal untuk merasakan kebahagiaan.

Dalam Dhammapada (ayat 204), dikatakan:
"Kesehatan adalah keuntungan terbesar, kepuasan adalah kekayaan terbesar, kepercayaan adalah sanak keluarga terbaik, dan Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi."

Buddha sendiri mengajarkan bahwa kepuasan sejati datang dari dalam, bukan dari benda-benda duniawi. Orang yang selalu mengejar lebih banyak harta, status, atau kenikmatan indriawi tanpa batas akan terus mengalami penderitaan (dukkha), karena keinginan tidak pernah ada habisnya. Sebaliknya, mereka yang mampu menerima apa yang dimiliki dengan penuh kesadaran akan hidup lebih damai.

2. Menghindari Ketidakpuasan (Tanha)

Dalam Empat Kebenaran Mulia (Cattāri Ariya Saccāni), Sang Buddha mengajarkan bahwa penderitaan (dukkha) muncul karena keinginan yang tidak pernah puas (tanha). Keinginan ini bisa berupa:

  • Keinginan terhadap kesenangan (kama-tanha)
  • Keinginan untuk menjadi sesuatu yang lebih baik (bhava-tanha)
  • Keinginan untuk menghindari sesuatu (vibhava-tanha)

Dengan melatih santutthi, seseorang dapat mengurangi ketergantungan pada hal-hal eksternal dan menemukan kebahagiaan dalam kondisi apa pun.

3. Santutthi dalam Kehidupan Sehari-hari

Ada beberapa cara untuk menerapkan Santutthi dalam kehidupan:

  • Bersyukur atas apa yang dimiliki saat ini. Menghargai makanan, tempat tinggal, kesehatan, dan hubungan yang dimiliki tanpa terus-menerus menginginkan lebih.
  • Tidak membandingkan diri dengan orang lain. Membandingkan diri dengan orang lain sering kali menyebabkan ketidakpuasan dan kecemburuan. Dalam Buddhisme, setiap orang memiliki karma dan jalannya sendiri.
  • Mengurangi keterikatan pada benda materi. Hidup sederhana bukan berarti miskin, tetapi memiliki pemahaman bahwa benda duniawi bukan sumber kebahagiaan sejati.
  • Mengembangkan kesadaran (mindfulness). Dengan hidup di saat ini dan sadar akan momen yang sedang terjadi, kita dapat menikmati kebahagiaan dalam hal-hal kecil tanpa terus merasa kurang.
  • Berlatih kedermawanan (dāna). Orang yang merasa cukup cenderung lebih mudah berbagi dengan orang lain, karena ia tidak hidup dalam rasa kurang terus-menerus.

4. Hubungan Santutthi dengan Jalan Tengah (Majjhima Patipada)

Buddha mengajarkan bahwa Jalan Tengah (Majjhima Patipada) adalah keseimbangan antara kehidupan penuh kesenangan (kāmasukhallikānuyoga) dan penyiksaan diri (attakilamathānuyoga). Santutthi membantu seseorang untuk tidak terjebak dalam kerakusan atau penderitaan ekstrem.

5. Santutthi dalam Dhammapada

Dalam Dhammapada, ada beberapa ayat yang mengajarkan tentang kepuasan:

"Santussako ca subharo ca, appakicco ca sallahukavutti"
(Dhammapada 197)
"Ia yang puas, mudah dipelihara, sedikit urusan, dan hidup sederhana, itulah yang membawa kebahagiaan sejati."

Ayat ini menekankan bahwa kepuasan batin membawa ketenangan dan kebahagiaan sejati.

6. Manfaat Santutthi

  • Mengurangi stres dan kecemasan akibat keinginan berlebihan.
  • Membantu seseorang hidup lebih damai dan harmonis.
  • Memperkuat praktik mettā (cinta kasih) karena tidak diliputi oleh iri hati.
  • Membantu dalam meditasi dan perkembangan spiritual.

Kesimpulannya, Santutthi adalah kunci ketenangan batin dan kebahagiaan dalam Buddhisme. Dengan merasa cukup, kita dapat mengurangi penderitaan dan lebih fokus pada pengembangan batin dan kebijaksanaan.

1.03.2025

Sadar Setiap Hari (SSH) 14 : Cara Meredam Pikiran Buruk dan Tidak Bermanfaat

 Bhante Santacitto mengajarkan pendekatan yang sangat mendalam dan bijak dalam menghadapi pikiran buruk. Penekanannya pada kesadaran dan penerimaan memberikan panduan praktis yang dapat membantu kita mengelola emosi dan pikiran negatif dengan cara yang lebih sehat dan penuh perhatian. Berikut adalah langkah-langkah yang bisa diambil berdasarkan ajaran tersebut:

1. Menerima tanpa Menghakimi

  • Ketika pikiran buruk muncul, langkah pertama yang diajarkan Bhante Santacitto adalah menerima pikiran itu tanpa menolaknya atau memberikan penilaian. Ini berarti kita tidak langsung melabeli pikiran tersebut sebagai "buruk," "salah," atau "tidak seharusnya ada."

    Penjelasan:

    • Apa itu menerima tanpa menghakimi?
      Ini adalah sikap di mana kita mengakui keberadaan pikiran tersebut apa adanya, tanpa perlawanan atau kritik. Pikiran buruk adalah bagian alami dari proses mental. Alih-alih mencoba mengusirnya, kita memberi ruang untuk pikiran itu hadir.

    • Mengapa ini penting?
      Ketika kita melawan pikiran buruk, justru pikiran itu sering menjadi lebih kuat karena kita memberikan energi padanya melalui perlawanan. Sebaliknya, dengan menerima, kita memutus siklus reaksi yang memperkuat pikiran tersebut.

    Cara Praktis Menerima Tanpa Menghakimi:

    1. Sadari Kehadirannya

      • Ketika pikiran buruk muncul, berhenti sejenak dan akui bahwa pikiran itu ada.
        Contoh: "Oh, ada pikiran seperti ini."
    2. Berikan Nama atau Label Ringan

      • Tanpa terlibat terlalu jauh, beri nama pikiran itu untuk menciptakan jarak.
        Contoh: "Ini hanya rasa khawatir," atau "Ini hanya pikiran kemarahan."
    3. Hindari Penilaian

      • Jangan memutuskan apakah pikiran itu baik atau buruk.
        Contoh: Daripada berpikir, "Saya seharusnya tidak berpikiran seperti ini," cukup katakan, "Ini adalah bagian dari pengalaman saya saat ini."
    4. Jangan Bereaksi

      • Jangan mengambil tindakan impulsif berdasarkan pikiran tersebut. Sebagai gantinya, biarkan pikiran itu ada tanpa mencoba melanjutkan narasi di kepala Anda.
    5. Perhatikan Sensasi Tubuh

      • Kadang-kadang, pikiran buruk disertai sensasi fisik, seperti sesak di dada atau tegang di leher. Sadari sensasi ini tanpa menghindarinya, seperti seorang pengamat.

    Contoh:

    Misalnya, jika muncul pikiran, "Saya tidak cukup baik," Anda bisa:

    • Mengatakan dalam hati: "Oh, ada pikiran tentang rasa tidak cukup baik."
    • Tidak langsung percaya atau mencoba menolaknya, cukup diamati saja.
    • Membiarkannya hadir sampai akhirnya pikiran itu perlahan menghilang dengan sendirinya.

    Pendekatan ini menciptakan ruang di antara Anda dan pikiran tersebut, sehingga Anda tidak terperangkap dalam kekuatan negatifnya. Lama-kelamaan, sikap menerima tanpa menghakimi ini melatih Anda untuk lebih tenang dalam menghadapi segala jenis pikiran, baik yang menyenangkan maupun yang tidak.

2. Mengembangkan Kesadaran

  • Langkah kedua yang diajarkan Bhante Santacitto adalah menyadari bahwa pikiran, termasuk pikiran buruk, bersifat tidak kekal. Mereka muncul, ada untuk sementara waktu, dan pada akhirnya akan hilang. Kesadaran akan ketidakkekalan ini membantu kita melepaskan keterikatan pada pikiran tersebut dan mengurangi dampak negatifnya.

    Penjelasan:

    • Apa itu ketidakkekalan?
      Dalam Buddhisme, konsep ini dikenal sebagai anicca (ketidakkekalan), yang berarti segala sesuatu, termasuk pikiran dan perasaan, selalu berubah. Pikiran buruk tidak pernah permanen; ia akan datang dan pergi seperti awan yang bergerak di langit.

    • Mengapa kesadaran ini penting?
      Ketika kita memahami bahwa pikiran buruk tidak akan bertahan selamanya, kita tidak merasa perlu untuk melawan, memperkuat, atau merasa putus asa karenanya. Sebaliknya, kita dapat bersikap lebih tenang dan menerima.

    Cara Praktis Mengembangkan Kesadaran Ketidakkekalan:

    1. Amati Siklus Pikiran

      • Perhatikan bagaimana pikiran buruk muncul secara tiba-tiba, bertahan sebentar, lalu perlahan menghilang.
        Contoh: Saat merasa marah, cobalah sadari: "Rasa marah ini muncul, memuncak, lalu perlahan mereda."
    2. Gunakan Perumpamaan

      • Pikirkan pikiran buruk seperti awan gelap yang lewat di langit. Anda adalah langit yang luas; awan hanyalah sesuatu yang sementara. Visualisasi ini membantu Anda menciptakan jarak antara diri Anda dan pikiran tersebut.
    3. Bernapas dalam Kesadaran

      • Ketika pikiran buruk muncul, fokuskan perhatian pada napas Anda.
        Contoh: Tarik napas perlahan dan katakan pada diri sendiri, "Ini hanya sementara." Hembuskan napas dengan lembut sambil membiarkan pikiran itu berlalu.
    4. Gunakan Catatan Pikiran

      • Jika pikiran buruk terus muncul, tuliskan di jurnal Anda. Proses menuliskannya akan membantu Anda melihat bahwa pikiran itu berubah seiring waktu.
    5. Sadari Pola Pikiran

      • Perhatikan bagaimana pikiran buruk sering kali mengikuti pola tertentu. Kesadaran akan pola ini membantu Anda memahami bahwa itu hanyalah respons otomatis dari pikiran, bukan sesuatu yang Anda harus pegang erat.

    Contoh:

    Misalnya, jika muncul pikiran, "Saya pasti akan gagal dalam tugas ini," cobalah untuk:

    • Mengamati pikiran itu tanpa ikut terbawa.
    • Mengingatkan diri bahwa perasaan ragu ini tidak akan bertahan selamanya.
    • Fokus pada napas atau lakukan aktivitas lain untuk memberikan ruang agar pikiran tersebut berlalu dengan sendirinya.

    Kesadaran bahwa semua pikiran, termasuk yang buruk, bersifat sementara adalah kunci untuk melepaskan diri dari cengkeraman pikiran negatif. Lama-kelamaan, ini membantu Anda membangun ketenangan dan kebijaksanaan dalam menghadapi pengalaman mental apa pun

3. Mengenali Sifat Pikiran yang Tidak Bermanfaat

  • Langkah ini menekankan pentingnya menyadari apakah pikiran buruk yang muncul memiliki manfaat atau tidak bagi perkembangan mental dan batin kita. Dalam ajaran Bhante Santacitto, pengenalan ini membantu kita untuk tidak terperangkap oleh pikiran buruk dan, pada akhirnya, belajar untuk melepasnya.

    Penjelasan:

    • Apa itu pikiran yang tidak bermanfaat?
      Pikiran yang tidak bermanfaat adalah pikiran yang tidak membawa kebaikan, ketenangan, atau pertumbuhan batin. Contohnya:

      • Pikiran yang penuh kebencian.
      • Pikiran yang menumbuhkan rasa iri atau keserakahan.
      • Pikiran yang membuat kita ragu dan tidak percaya diri secara berlebihan.
    • Mengapa mengenali sifat pikiran itu penting?
      Ketika kita menyadari bahwa sebuah pikiran tidak membawa manfaat, kita tidak perlu memberikan energi padanya. Sebaliknya, kita dapat memilih untuk mengalihkan fokus ke hal-hal yang lebih positif atau netral.

    Cara Praktis Mengenali Sifat Pikiran yang Tidak Bermanfaat:

    1. Bertanya pada Diri Sendiri
      Ketika pikiran buruk muncul, tanyakan:

      • Apakah pikiran ini membantu saya merasa lebih baik?
      • Apakah pikiran ini membawa saya lebih dekat pada kedamaian atau kebahagiaan?
        Jika jawabannya "tidak," maka pikiran itu tidak bermanfaat.
    2. Evaluasi Dampaknya

      • Perhatikan bagaimana pikiran itu memengaruhi emosi dan tubuh Anda.
        Contoh: Jika pikiran membuat Anda merasa cemas, marah, atau sedih berkepanjangan, itu adalah tanda bahwa pikiran tersebut tidak mendukung kesejahteraan Anda.
    3. Gunakan Perspektif Jangka Panjang

      • Bayangkan dampak pikiran ini jika terus-menerus dipelihara. Apakah itu akan membawa Anda menuju tujuan hidup yang lebih bermakna atau justru menjauhkan Anda?
    4. Bandingkan dengan Pikiran yang Lebih Positif

      • Setelah mengenali pikiran buruk, cobalah memikirkan sesuatu yang lebih bermanfaat.
        Contoh: Alihkan pikiran "Saya tidak mampu menyelesaikan ini" menjadi "Saya akan mencoba semampu saya, dan itu cukup."
    5. Sadari Pola Umum Pikiran Buruk

      • Banyak pikiran buruk hanyalah kebiasaan yang terbentuk oleh pengalaman masa lalu atau respons otomatis terhadap stres. Dengan menyadari pola ini, Anda dapat lebih mudah mengatasi pengaruhnya.

    Contoh:

    Misalnya, muncul pikiran, "Orang lain pasti lebih baik dari saya," Anda bisa:

    • Mengidentifikasi bahwa ini adalah pikiran tidak bermanfaat karena hanya menumbuhkan rasa rendah diri.
    • Mengingatkan diri bahwa pikiran itu tidak mencerminkan realitas objektif.
    • Mengganti dengan afirmasi positif, seperti "Saya memiliki keunikan dan potensi saya sendiri."

    Dengan terus melatih kemampuan mengenali pikiran tidak bermanfaat, Anda akan semakin mahir untuk tidak terjebak di dalamnya dan, pada saat yang sama, memperkuat pikiran yang mendukung perkembangan mental dan spiritual Anda.

4. Mengembangkan Sikap Bijaksana

  • Langkah ini mengajarkan kita untuk memperhatikan dampak dari pikiran buruk pada emosi, tubuh, tindakan, dan kehidupan secara keseluruhan. Dengan memahami konsekuensi yang dihasilkan, kita menjadi lebih sadar untuk memilih pikiran yang mendukung kesejahteraan dan perkembangan batin.

    Penjelasan:

    • Apa itu kesadaran akan konsekuensi?
      Kesadaran ini berarti memahami bahwa setiap pikiran, baik atau buruk, memengaruhi cara kita merasa, berbicara, dan bertindak. Pikiran buruk biasanya membawa konsekuensi negatif, seperti perasaan cemas, marah, atau keputusan yang tergesa-gesa.

    • Mengapa kesadaran ini penting?
      Dengan memahami konsekuensi dari pikiran, kita dapat mengambil langkah untuk melepaskan pikiran buruk sebelum memengaruhi tindakan atau keputusan yang merugikan.

    Cara Praktis Mengembangkan Kesadaran akan Konsekuensi:

    1. Refleksi Diri

      • Saat pikiran buruk muncul, tanyakan:
        • Apa yang akan terjadi jika saya terus memelihara pikiran ini?
        • Bagaimana perasaan saya setelah pikiran ini berlalu?
    2. Sadari Efeknya pada Tubuh

      • Pikiran buruk sering kali disertai dengan reaksi fisik, seperti:
        • Ketegangan di otot.
        • Napas menjadi pendek atau tidak teratur.
        • Jantung berdebar lebih cepat.
          Dengan mengenali tanda-tanda ini, Anda dapat segera menyadari dampaknya pada kesehatan tubuh.
    3. Perhatikan Efek Emosional

      • Amati bagaimana pikiran buruk memengaruhi suasana hati.
        Contoh: Apakah pikiran itu membuat Anda sedih, marah, atau merasa tidak berdaya?
    4. Gunakan Pengalaman Masa Lalu

      • Refleksikan pengalaman sebelumnya ketika Anda terjebak dalam pikiran buruk.
        Contoh: "Ketika saya terlalu memikirkan kesalahan di masa lalu, itu hanya membuat saya merasa bersalah dan tidak produktif."
    5. Bayangkan Alternatifnya

      • Pikirkan bagaimana hidup Anda akan berbeda jika Anda melepaskan pikiran buruk itu.
        Contoh: Jika Anda berhenti memikirkan rasa dendam, Anda mungkin merasa lebih ringan dan bebas.
    6. Sadari Efek Jangka Panjang

      • Renungkan bagaimana pikiran buruk dapat memengaruhi hubungan, pekerjaan, atau kesejahteraan secara keseluruhan.
        Contoh: Pikiran negatif yang berulang bisa membuat Anda mengisolasi diri atau kehilangan peluang.

    Contoh:

    Jika Anda berpikir, "Saya tidak akan pernah berhasil," maka:

    • Perhatikan bahwa pikiran ini membuat Anda cemas dan tidak percaya diri.
    • Sadari bahwa konsekuensinya bisa berupa rasa takut mencoba hal baru atau menyerah sebelum mencoba.
    • Pilih untuk mengganti pikiran itu dengan sesuatu yang lebih realistis, seperti "Saya akan belajar dari proses ini, apa pun hasilnya."

    Dengan mengembangkan kesadaran akan konsekuensi pikiran buruk, Anda dapat lebih bijaksana dalam memilih respons mental, sehingga membawa dampak yang lebih positif pada kehidupan Anda.

5. Menggantikan dengan Pikiran yang Positif

  • Langkah ini mengajarkan bahwa pikiran buruk tidak harus dilawan dengan keras, melainkan dilepaskan dengan lembut dan penuh kesadaran. Ketika kita tidak memberi energi pada pikiran buruk, mereka akan memudar dengan sendirinya, seperti api yang padam karena kehabisan bahan bakar.

    Penjelasan:

    • Mengapa melepaskan dengan lembut?
      Melawan pikiran buruk dengan keras sering kali justru membuat mereka semakin kuat karena kita memberi terlalu banyak perhatian. Sebaliknya, sikap lembut dan netral membantu pikiran itu menghilang tanpa meninggalkan dampak negatif.

    • Bagaimana caranya?
      Alih-alih menekan atau menghindari pikiran buruk, kita mengizinkannya muncul, mengamati tanpa penghakiman, lalu membiarkannya pergi. Proses ini menciptakan ruang dalam batin dan membawa rasa tenang.

    Cara Praktis untuk Melepaskan Pikiran Buruk dengan Lembut:

    1. Sadari Kemunculan Pikiran

      • Ketika pikiran buruk muncul, jangan panik atau langsung mencoba melawan.
        Contoh: Saat pikiran "Saya tidak cukup baik" muncul, akui saja keberadaannya tanpa reaksi berlebihan.
    2. Latih Penerimaan

      • Katakan pada diri sendiri, "Ini hanya pikiran, dan tidak apa-apa pikiran ini ada di sini untuk sementara."
        Penerimaan ini membantu Anda mengurangi resistensi yang justru memperkuat pikiran tersebut.
    3. Fokus pada Napas

      • Alihkan perhatian dari pikiran buruk dengan fokus pada napas.
        Contoh: Tarik napas perlahan sambil berkata dalam hati, "Saya tenang." Hembuskan napas dengan lembut sambil berkata, "Saya lepaskan."
    4. Gunakan Teknik Visualisasi

      • Bayangkan pikiran buruk seperti daun yang mengalir di sungai. Biarkan daun itu terus bergerak, tidak perlu Anda pegang.
    5. Alihkan Perhatian

      • Setelah mengakui keberadaan pikiran, lakukan aktivitas yang melibatkan perhatian penuh, seperti berjalan kaki, mendengarkan musik, atau membaca.
        Contoh: Jika pikiran buruk datang saat bekerja, luangkan waktu 5 menit untuk berjalan atau minum air sebagai bentuk jeda.
    6. Latihan Meditasi

      • Meditasi mindfulness sangat efektif untuk melepaskan pikiran buruk. Duduklah dengan tenang, amati pikiran yang muncul, dan biarkan mereka berlalu tanpa keterlibatan.
    7. Jangan Mengidentifikasi Diri dengan Pikiran

      • Ingatlah bahwa Anda bukan pikiran Anda. Pikiran adalah sesuatu yang lewat, bukan definisi diri Anda.
        Contoh: Alih-alih berkata, "Saya orang gagal," ubah menjadi "Ada pikiran tentang kegagalan di kepala saya, tapi itu hanya pikiran."

    Contoh:

    Jika Anda merasa cemas dengan pikiran seperti, "Bagaimana jika saya membuat kesalahan besar?":

    1. Sadari bahwa itu hanya pikiran.
    2. Tarik napas dalam-dalam dan ingatkan diri bahwa pikiran itu akan berlalu.
    3. Visualisasikan pikiran itu seperti awan yang berlalu ditiup angin.
    4. Lakukan sesuatu yang positif, seperti mendengarkan musik santai atau berbicara dengan teman.

    Dengan melatih pelepasan yang lembut, Anda membangun keterampilan untuk menghadapi pikiran buruk tanpa stres berlebihan, memungkinkan batin Anda tetap tenang dan stabil.

1.02.2025

[1] Ambon - Ora : Pesona Desa Mata Air Belanda dan Tebing Sawai !

The Backpackers Goes to Maluku

Surabaya, 25 Desember 2017

Perjalanan ini berawal dari chat Fredo - teman travelingku - kepadaku, 

"Luuh, ada rencana traveling kemana akhir tahun ini? Aku mau ikuut dong."

Well, aku yang sedang bersantai-santai di kasur kamar kosan, tiba-tiba ter-trigger. Iya juga ya, aku belum ada rencana apa-apa. Kemana ya enaknya? Aku tidak langsung menjawab chat-nya, karena masih berpikir destinasi apa yang bisa kukunjungi. 

Ahh sial Fredo ni emang ga kasi aku kesempatan istirahat wkwkwk... Padahal September 2017 kemarin aku barusan pulang dari trip besar juga. Jadi sebenarnya kalau dipikir-pikir, belum saatnya aku traveling lagi. Tapi yaaa gara-gara dia nanya aku malah jadi pengen ke suatu tempat lagi. Alamaak.

Saat sedang berpikir tiba-tiba aku ingat destinasi ini, Pantai Ora! Salah satu pantai terindah di Indonesia, tepatnya di Maluku, yang gambarnya sering banget muncul di media sosial. Wadawwww.. la ini! Wkwkwk..Aku segera cek harga tiket dari Surabaya ke Ambon disitus skyscanner, terpampang harga 1,3 jutaan sekali jalan. Masih okelah!

"Mau ke Pantai Ora nggak? Di Maluku. Tapi aku cuma bisa 3 harian, soalnya kepentok libur kantor" kataku menjawab chat Fredo.

"Gassss! Kabari kapan beli tiketnya." Jawab Fredo.

Hehehe.. jadilah begini. Aku yang sedang bermalas-malasan di kasur kos tiba-tiba udah harus hunting tiket pesawat, bikin itinerary, dan siap-siap berangkat di.....4 hari lagi! Ya.. semendadak inilah. Karena aku masih kerja kantoran, jadi cuma punya waktu di liburan akhir tahun aja.

Tiba-tiba aku kepikiran ngajak Arin juga, teman kantorku yang hobi traveling destinasi alam juga. Dia dengan mudahnya bilang,

"Yukkk berangkat kapan?"

Setelah mempertimbangkan jadwal tiket pesawat dan hari libur kita sejenak, aku jawab,

"Jumat 29 Desember yaa, kita otw dari Juanda. Nanti transit dulu malamnya di Makassar, lanjut terbang Ambon, sampainya 30 Desember jam 6 pagi," jawabku ke Arin.

"Okee kabari ya mau beli tiket yang mana. Eh aku ajak mbakku ya," jawabnya lagi.

"Siaap rin, okey!" Kataku. Aku juga segera mengabari Fredo untuk membeli tiket.

Beberapa saat kemudian, tiket Surabaya - Ambon - Surabaya telah kami pegang semua. Perjalanan yang cukup mendadak, tapi kalau nggak sekarang kapan lagi kan?

Bandara Juanda, 29 Desember 2017

Akhirnya hari ini datang juga. Hari keberangkatan kami berempat ke Ambon. Sore itu selepas pulang kerja, aku segera packing semua barang dan dibutuhkan dan sekitar jam 8 malam berangkat bareng sama Arin ke Bandara Juanda, Surabaya. Dibandara kami bertemu Fredo yang berangkat dari Jogja. Dari Bandara Juanda, kita bertiga akan sama-sama terbang ke Makassar, sementara mbaknya Arin - Mbak Hayu - terbang dari Jakarta langsung ke Makassar. Jadi kita berempat akan bertemu dan terbang sama-sama dari Makassar ke Ambon.

Penerbangan kami dari Surabaya menuju Makassar berlangsung dengan lancar. Selama 1 jam 20 menit, pesawat melaju mulus tanpa turbulensi berarti, membuat perjalanan terasa nyaman. Kami bertiga—aku, Arin, dan Fredo—tiba di Makassar sekitar pukul 00.30. Beberapa saat setelah itu, kami akhirnya bertemu dengan Mbak Hayu yang terbang dari Jakarta. Rasanya lega semuanya sudah berkumpul. Segera setelah bertemu dan berkenalan singkat (aku dan Fredo baru kenal Mbak Hayu disini), kami langsung menuju gate transit. Kami masih punya space waktu 2,5 jam sebelum boarding, dan kami gunakan sambil tidur-tidur ayam. Jangan ketiduran beneran, bahaya ketinggalan pesawat! Hehehe

Proses boarding akhirnya datang. Penerbangan Makkasar - Ambon awalnya berjalan dengan mulus dan minim guncangan, namun semakin kami terbang ke timur, situasi mulai berubah. Turbulensi yang cukup parah beberapa kali mengguncang pesawat. Guncangannya cukup kuat sehingga penumpang di sebelahku bahkan langsung reflek memegang tanganku yang sedang memegang gagang kursi, seperti mencari pegangan untuk menenangkan dirinya.

Suasana di dalam pesawat semakin tegang ketika seorang ibu di kursi belakang mulai berbisik lirih, "Yesus, Yesus," sambil berdoa. Semua orang di pesawat terlihat ketakutan, dan aku pun ikut merasa sedikit cemas.

Bagaimanapun, aku mencoba tetap tenang dan berharap pesawat segera stabil. Sebenarnya ketika turbulensi kembali datang, tubuhku kembali terasa tegang, dan detak jantungku pun ikut berdetak lebih cepat. Dalam kondisi seperti itu, kita bisa merasakan betapa rapuhnya perasaan manusia saat dihadapkan pada ketidakpastian. 

Ambon, 30 Desember 2017

Akhirnyaaaa setelah perjalanan lumayan panjang, kami mendarat dengan selamat di Bandara Pattimura, Ambon jam 06.00 WIT. Begitu turun dari pesawat, rasa lelah dan cemas itu terlupakan dengan semangat petualangan yang sudah menanti di depan mata. Begitu berjalan keluar bandara dan mengetahui bahwa kami hendak ke Pantai Ora, kami ditawari mobil Avanza yang banyak stand by di depan Bandara untuk menuju langsung ke Pelabuhan Tulehu, seharga Rp 150.000/mobil. FYI jarak dari Bandara Pattimura ke Pelabuhan Tulehu sendiri cukup jauh, yakni 36 km dengan jarak tempuh 1 jam.

Rute dan jarak dari Bandara Pattimura ke Pelabuhan Tulehu

Sebenarnya kalau waktunya longgar bisa juga naik angkot dua kali, dengan rute Bandara Pattimura -Terminal Mardika, disambung angkot lainnya dari Terminal Mardika - Pelabuhan Tulehu. Karena kami mengejar speed boat Tulehu - Amahai yang jam 09.00 WIT (jadwal speedboat sehari ada 2x yaitu jam 09.00 WIT dan 16.00 WIT), kami memutuskan langsung charter Avanza tersebut, toh kami bisa iuran berempat. Jarak tempuh dari Bandara Pattimura ke Pelabuhan Tulehu dengan naik mobil charter Avanza sekitar 1 jam dengan medan perbukitan hijau yang subur, dengan bukit-bukit yang meliuk-liuk di sepanjang perjalanan. 

Sesampainya di Pelabuhan Tulehu, kami segera membeli tiket speed boat untuk menuju ke Pelabuhan Amahai di Pulau Seram. Ada dua loket di Pelabuhan Tulehu, satu loket untuk penjualan tiket kapal ke Pulau Saparua (Harganya Rp 65.000), satu loket untuk penjualan tiket kapal ke Pulau Seram (Harga Rp 115.000 sekali jalan untuk kelas ekonomi, Rp 260.000 untuk kelas VIP). Lama perjalanan dari Pelabuhan Tulehu ke Pelabuhan Amahai sekitar 4 jam. 

Jarak dari Pelabuhan Tulehu ke Amahai

NB: Ambon dan Pantai Ora itu masih jauh ya teman-teman. Ambon ada di Pulau Ambon, sementara Pantai Ora ada di ujung utara Pulau Seram. Yap. Dua pulau yang berbeda. Jadi untuk menuju Pantai Ora teman-teman harus melakukan perjalanan darat dan laut.

Pelabuhan Tulehu, Ambon

Kapal Express Cantika 88 yang akan mengantarkan kami dari Pelabuhan Tulehu ke Pelabuhan Amahai

Selesai beli tiket, sembari menunggu keberangkatan kami putuskan sarapan di warung yang banyak tersebar di pintu masuk Pelabuhan Tulehu. Harga makanan cukup bersahabat, antara Rp 20.000 sd Rp 25.000 sekali makan. Aku sendiri menikmati semangkuk soto ayam. Pas untuk melegakan kerongkonganku, dan mengisi lambung yang mulai keroncongan. 

Sarapan di Pelabuhan Tulehu, Ambon

Jam 09.00 tepat, perjalanan kami menggunakan speedboat Express Cantika 88 menuju Pelabuhan Amahai dimulai. Menurut info yang kubaca, jarak antara Pelabuhan Tulehu di Pulau Ambon dan Pelabuhan Amahai di Pulau Seram sekitar 75 kilometer. Perjalanan menggunakan kapal cepat ini akan memakan waktu kira-kira 4 jam. 

Cuaca hari itu cukup bersahabat, tidak terlalu berangin dan gelombang laut juga cukup tenang, membuat perjalanan terasa lebih nyaman. Selama perjalanan, kami sempat mampir di beberapa pulau untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Masing-masing pulau memiliki suasana yang berbeda, ada yang dihuni oleh penduduk lokal yang sedang menunggu di dermaga kecil, ada pula yang sepi dan hanya terlihat rumah-rumah sederhana di tepian pantai. Setiap berhenti, kami bisa menikmati sejenak pemandangan pulau-pulau kecil yang dikelilingi air laut yang jernih. Beberapa pedagang makanan kecil terlihat menawarkan dagangannya dengan semangat setiap berhenti di dermaga.

Pelabuhan Amahai, Pulau Seram

Walau perjalanan terasa panjang, suasana yang tenang dan pemandangan yang indah membuat waktu terasa cepat berlalu. Kami akhirnya sampai Pelabuhan Amahai di Pulau Seram sekitar jam 1 siang. Di Pelabuhan Amahai banyak sekali supir yang menawarkan charter mobil pribadi untuk diantar sampai ke Desa Saleman sebagai titik pemberhentian terakhir sebelum Pantai Ora. Namun harganya gila-gilaan, untuk charter satu mobil ditarif Rp 800.000. Kami merasa itu terlalu mahal dan bertanya-tanya singkat kepada petugas pelabuhan untuk alternatif lainnya.

"Coba naik angkot saja kak sampai terminal di pusat kota. Nanti disana baru cari charter mobil, biasanya lebih murah," kata petugas pelabuhan

"Baik pak terimakasih, naik angkotnya darimana pak?"

"Kakak jalan ke pintu keluar pelabuhan aja, nanti angkotnya standby di depan situ. Tarifnya biasanya Rp 5000 kak."

"Siap kak," jawabku.

Tidak butuh waktu lama satu angkot kuning datang, dan setelah kami konfirmasi benar, dia akan melewati terminal kota. Perjalanan berlangsung singkat, mungkin hanya sekitar 1-2 kilometer dan kami membayar sesuai arahan petugas pelabuhan yaitu Rp 5000/orang. Supir angkot terlihat tidak protes jadi menurut kami benar memang tarifnya segitu.

Angkot dari Pelabuhan Amahai ke Kota Amahai

Sampai di Terminal di Kota Amahai, kita keluar terminal dan sudah banyak jasa charter mobil/jasa transportasi yang menawarkan mengantarkan menuju ke Desa Saleman di titik pemberhentian terakhir sebelum Pantai Ora. Ada dua pilihan, kalau mau naik tanpa charter, biayanya Rp 75.000/orang. Namun konsekuensinya, harus menunggu mobil sampai penuh dahulu. Kalau mau charter, biayanya Rp 500.000 sd Rp 600.000/mobil/sekali jalan. Karena kita hanya berempat dan tidak nampak traveler lainnya yang kelihatan, kita memutuskan charter dan deal di angka Rp 600.000.

Charter mobil menuju Desa Saleman

"Ini lebih baik kita mampir makan siang dulu aja ya kak. Soalnya nanti di sepanjang jalan sudah tidak ada warung kak," kata om sopir.

"Siaap pak."

Akhirnya berjalan sejenak meninggalkan Kota Amahai, kita dimampirkan makan siang dahulu di sebuah warung jawa di Amahai. Setelahnya perjalanan pun berlanjut. Lama perjalanan dari Kota Amahai ke Desa Saleman sekitar 2 jam dengan kondisi jalan yang cukup bagus, namun berkelak-kelok ala pegunungan dan kanan kiri berupa hutan belantara.

Kondisi jalan dari Amahai ke Desa Saleman

 Hutan di samping kanan dan kiri jalan

Sebelum tiba di Desa Saleman, perjalanan kami melewati jalanan berliku yang dihiasi pemandangan alam luar biasa. Di salah satu titik, om sopir tiba-tiba memperlambat mobil dan berkata, “Kita berhenti sebentar ya, biar kalian bisa foto disini. Di kejauhan itu Tebing Sawai dan Pantai Ora."

Salah satu spot foto ketika mendekati Desa Saleman. Di kejauhan itu adalah Tebing Sawai dan Pantai Ora

Dari sini saja, aku langsung terpana dengan pemandangan yang terbentang luas. Di kejauhan, tebing-tebing hijau menjulang tinggi, seolah memeluk garis pantai dengan megah. Gradasi warna hijau dari hutan yang lebat menyelimuti lereng-lerengnya, menciptakan kesan alami yang tak terjamah.

Tepat di bawah tebing, lautan biru yang tenang membentang luas, memantulkan warna langit yang cerah meski sedikit berawan. Kontras antara hijaunya pepohonan, birunya laut, dan bayangan tebing yang gelap menjadikan pemandangan ini seperti lukisan yang hidup. Semak-semak hijau segar di tepi jalan memberikan bingkai alami untuk panorama ini. Udara di sini terasa sejuk, dengan aroma khas hutan dan laut bercampur menjadi satu.

"Waahh bagus. Nggak sabar aku turun kesana," kataku ke om sopir.

"Iya kak tinggal dekat aja ini. Turun udah sampai Desa Saleman. Dari situ nanti naik kapal kalau mau ke Desa Mata Air Belanda atau Pantai Ora. Nanti saya kenalkan teman saya."

Jadi karena di perjalanan ini kami belum ada rencana mau menginap dimana, om sopir bilang akan mangenalkan kami ke temannya pemilik boat di Desa Saleman. Karena aku request penginapan yang ga terlalu mahal, om sopir bilang akan pesan ke pemilik boat untuk mengantarkan kami di penginapan dekat Desa Mata Air Belanda.

Dari sini, kami melanjutkan melajukan mobil terus ke bawah sampai mendekati pelabuhan yang ternyata merupakan Desa Saleman yang bisa dibilang merupakan pintu gerbang ke surga kecil di Maluku Tengah. Sesaat turun dari kendaraan, pemandangan spektakuler langsung menyambut kami. Lautnya berwarna biru kehijauan, begitu jernih hingga dasar air terlihat jelas. Di kejauhan, perbukitan menghijau berdiri kokoh, seolah melindungi desa ini dari hiruk-pikuk dunia luar.


Pelabuhan Desa Saleman. Dari sini kita charter perahu untuk menuju Desa Mata Air Belanda, Tebing Sawai maupun Pantai Ora.

Pemandangan di Pelabuhan Desa Saleman

"Waaah bagus banget," kata Arin setengah kegirangan.

"Ayok foto-foto," kata Fredo tak kalah semangat.

Foto bareng dulu....

Memang secantik itu sih. Huhuhu....

Di sepanjang dermaga kecil, deretan kapal-kapal kayu tertambat rapi, siap mengantar para pengunjung ke destinasi populer seperti Pantai Ora. Suasana desa ini terasa hidup dengan keramahan penduduk lokal yang menawarkan jasa perahu, sambil sesekali berbincang santai dengan sesama pengemudi kapal.

Desa Saleman.. Cantik banget..

Om sopir ternyata sudah mengatur segalanya. Kami diajak bertemu dengan seorang pemilik perahu, kenalannya, yang akan membawa kami menyeberang ke penginapan di Desa Mata Air Belanda.

"Ini nanti biayanya sewa per-perahu 750ribu. Itu sudah termasuk pengantaran dari sini ke Desa Mata Air Belanda. Kemudian dari situ kalian bisa mengunjungi Tebing Sawai. Kemudian besok ke resort ora dan sekitarnya, diantarkan pulang ke Desa Mata Air Belanda, kemudian kembali lagi kesini. Nanti akan saya jemput lagi untuk kembali ke Pelabuhan Amahai," kata om sopir menjelaskan dengan detail.

Proposal yang sangat menarik. Kami terima tanpa berpikir panjang, karena yah itulah fungsinya traveling berberapa orang. Kisa bisa sharing biaya sehingga bisa lebih hemat. Setelah janjian tanggal penjemputan dengan om sopir, kami pun beranjak naik kapal,

Saat menunggu perahu disiapkan, aku merasakan semilir angin laut dan suara ombak kecil menjadi irama yang menenangkan, melengkapi keindahan tempat ini. Saat perahu perlahan melaju meninggalkan dermaga Desa Saleman, aku benar-benar tambah terpukau oleh pemandangan laut dan tebing di sekitar. 


Airnya begitu tenang, seolah permukaannya adalah kaca besar yang memantulkan langit biru. Kejernihannya memukau—karang-karang di dasar laut terlihat jelas meskipun kami berada di atas perahu. Sapuan ombak yang ringan membuat perjalanan terasa damai, seolah alam sedang menyambut kami dengan kehangatan.

Perjalanan dari Desa Saleman ke Desa Mata Air Belanda

Karang-karang terlihat dengan jelas...

Sekitar 20 menit di atas air, kami akhirnya tiba di Desa Mata Air Belanda, yang dari sebelum berlabuh aja sudah memberikan kesan kedamaian yang mendalam. Kami menginap di dua cottage kecil yang sederhana namun nyaman, dengan suasana tenang yang menyatu dengan alam. Kami memesan 2 cottage, dimana harga per kamarnya adalah Rp 300.000, dan karena disini tidak ada warung, kami sekalian mengambil paket makan malam dan makan siang untuk besok. Harganya permakan tidak murah, 50rb/porsi. Tapi itu sangat dimaklumi melihat medan yang untuk mengirim apa-apa harus dengan kapal.

Penginapan kami sebuah cottage sederhana di Desa Mata Air Belanda

Sesuai nama desanya, Desa Mata Air Belanda, ternyata di belakang cottage kami mengalir sungai jernih yang sumber airnya ternyata adalah mata air di pegunungan. Jadi bisa ditebak, airnya begitu jernih, dingin, dan segar. Suaranya yang mengalir memberikan ketenangan, menjadi latar sempurna untuk bersantai dan mengapresiasi anugerah alam di Maluku ini. Sungai ini menjadi sambutan pemandangan istimewa—mengalir dengan tenang di antara pepohonan rindang sebelum berlabuh di laut. Suaranya yang mengalir memberikan ketenangan, menjadi latar sempurna untuk bersantai dan mengapresiasi anugerah alam di Maluku ini.

Mata air tawar yang mengalir tanpa henti disamping penginapan. Airnya segar dan dingiiinnn... 

Setelah check-in di cottage, bapak pemilik perahu menanyakan apa kami mau ke salah satu destinasi sore ini, yaitu Tebing Sawai. Kami langsung menyetujui, toh waktu masih menunjukkan jam 4 sore, dimana sunset disini masih sekitar jam 6.30 sore. Dengan semangat, kami setuju dan segera naik perahu kembali. Perjalanan ke Tebing Sawai memakan waktu sekitar 20 menit. Saat perahu mulai mendekati tebing, pemandangan yang terhampar benar-benar memukau. Tebing-tebing tinggi menjulang megah, dengan dinding batu karang yang kokoh dihiasi tumbuhan hijau yang tumbuh alami di sela-selanya. Laut di bawahnya berwarna biru bersih, begitu jernih sehingga dasar laut yang dangkal terlihat dengan jelas. 

Tebing Sawai

Tebing Sawai

Angin laut yang sejuk dan sapuan ombak kecil semakin menambah kesan damai tempat ini. Di beberapa titik, tebing-tebing tersebut membentuk ceruk-ceruk kecil, menciptakan bayangan yang menambah dramatisasi pemandangan.

Kami sempat berhenti sejenak untuk menikmati momen ini, hanya suara burung dan gemuruh lembut ombak yang menemani. Rasanya seperti berdiri di depan karya seni alam yang sempurna, sebuah mahakarya yang membuat siapa pun terpesona. 

Tebing Sawai dengan air laut yang biru mengkristal

Begitu perahu diberhentikan bapak kapal di dekat Tebing Sawai, tanpa menunggu lama aku dan Fredo langsung nyebur ke air. Bagaimana tidak? Pemandangan laut biru jernih yang menggoda itu seperti memanggil-manggil untuk dijelajahi.

Biru dan jernihnya air laut disini.. Dangkal juga hanya setinggi dada manusia dewasa

Saat menyentuh air, sensasinya begitu menyegarkan. Dengan kejernihan air yang luar biasa, berenang di sini terasa seperti melayang di atas akuarium alami dengan hamparan pasir putih halus yang membentang di bawah kaki kami.
Tebing tinggi di sekeliling kami semakin menambah kesan magis. Bayangannya yang jatuh ke permukaan air menciptakan kontras yang indah dengan warna biru kehijauan laut. Sambil berenang, aku sesekali menengadah ke arah tebing, mengagumi bagaimana alam bisa menciptakan sesuatu yang begitu sempurna.

Have fun....

Beberapa saat kemudian Fredo terlihat naik ke sebuah gundukan batu, dan tanpa ragu melompat ke laut dari ujung batu tersebut. Ketinggiannya mungkin sektar 1,5 meter dari permukaan laut. Aku yang melihatnya langsung kepengen juag mencoba hehehe..

"Aman nggak ini mas?" tanyaku.

"Aman kok, itu tempat terjunnya lumayan dalam disitu. Ayo Luh coba!" Kata Fredo menyemangatiku.

"Siaap..Nanti setelah nyebur tolong tarik aku ke tempat yang lebih dangkal ya"

'Satu, dua..... jebuurrrr...' lompatanku yang tiba-tiba menciptakan cipratan air yang cukup tinggi. Seketika aku terdorong cukup dalam sebelum tubuhku terangkat lagi ke permukaan dan Fredo segera menarikku kembali ke laut yang lebih dangkal. 

"Gimana? Seru, kan?" tanyanya dengan senyum lebar. Aku mengangguk sambil terkikik, masih merasakan debaran adrenalin yang belum sepenuhnya reda.

Meloncat dari tebing kecil..

Fredo, dengan penuh semangat, berenang lebih jauh mendekati dinding tebing. Aku mengikuti, tak ingin kehilangan momen ini. Dari dekat, tebing itu terlihat lebih mengesankan, dengan detail permukaannya yang kasar dan tanaman-tanaman hijau yang menempel di sela-sela celahnya.

Sibuk berenang, aku sempat melirik ke arah Arin dan Mbak Hayu yang masih bertengger di bebatuan, enggan turun ke laut. Mereka tampak asyik berfoto-foto, sibuk mencari angle terbaik dengan latar laut biru yang berkilauan di bawah sinar matahari.

Seketika aku berteriak ke arah mereka, suaraku bercampur dengan deburan ombak.

"Rin, Mbak! Ayo turun! Renang! Seger banget ini!"

Aku melambaikan tangan dengan semangat, berharap mereka segera bergabung. Arin hanya tertawa sambil melambaikan kamera ke arahku, sementara Mbak Hayu menggeleng pelan, tampaknya masih ragu. 

"Ahh ayo.. kapan lagi renang disini," kata Fredo menyemangati mereka untuk segera turun.

Bersenang-senang dengan empat sekawan..

Tidak butuh waktu lama, godaan air laut yang jernih dan segar akhirnya meluluhkan Arin dan Mbak Hayu. Dengan langkah ragu, mereka mulai menuruni tepian dan membiarkan kaki mereka menyentuh air.

"Aduh, dingin juga ya," gumam Arin sambil menggigil kecil.

"Tapi segar, kan?" aku menyahut sambil tertawa.

Beberapa saat kemudian, mereka akhirnya basah sepenuhnya. Aku dan Fredo segera menghampiri mereka, wajah kami penuh semangat. Tanpa perlu banyak kata, kami langsung berenang bersama, menikmati sensasi air asin yang membelai kulit dan riak ombak yang lembut mengayun tubuh kami.

Tawa dan percikan air mewarnai momen itu—sebuah kenangan yang akan selalu kami ingat dari petualangan ini.

"Pak, fotoin yaa.." kata Arin kepada Bapak Kapal yang stanby di dekat kapal sembari menunggu kami.

Bersenang-senang dengan empat sekawan..

Berenang bersama..

Kami berenang hingga lupa waktu, larut dalam kesegaran air dan gelombang kecil yang menyapu lembut tubuh kami. Ini bukan pemandangan yang bisa kami lihat setiap hari. Kehidupan sehari-hari sering kali dipenuhi kesibukan dan rutinitas, tetapi di sini—di tengah lautan yang tenang dan alam yang begitu megah—kami bisa benar-benar menikmati momen. Tidak ada hiruk-pikuk kota, tidak ada gangguan, hanya kami dan alam yang memanjakan mata serta menenangkan jiwa.

Kami meninggalkan tempat ini saat matahari mulai condong ke ufuk barat, langit perlahan berubah jingga keemasan, menciptakan bayangan indah di permukaan laut. Angin sore berhembus lembut saat kapal mulai berjalan, menambah suasana syahdu perjalanan pulang.

Di tengah perjalanan, kami kembali melewati sebuah bangunan seperti resort apung yang tampak megah, namun sepi. Struktur kayunya berdiri kokoh di atas permukaan air, dengan jendela-jendela besar yang menghadap langsung ke lautan. Jembatan kayu terlihat memanjang menghubungkan resort tersebut dengan tempat yang sepertinya akan dijadikan dermaga.

Resort Apung yang masih dalam proses pembangunan..

"Itu masih belum dibuka ya, Pak?" tanyaku pada bapak kapal, penasaran dengan tempat yang terlihat begitu eksklusif namun masih sunyi.

"Iya, Kak, masih dalam proses finishing akhir," jawabnya santai sambil tetap mengendalikan laju kapal.

Jembatan kayu yang kedepannya akan menghubungkan dermaga dengan resort apung

Aku saling bertukar pandang dengan teman-teman. "Mau mampir ke sana nggak?" tanyaku dengan antusias.

Bapak kapal tersenyum, seolah mengerti keinginan kami. "Mau foto-foto di sana, Kak?"

"Iya, Pak, kayaknya bagus banget buat foto-foto!" jawabku semangat.

Tanpa ragu, bapak kapal mengarahkan perahu mendekati dermaga resort apung itu. Kami bersiap untuk menjelajahi tempat yang mungkin belum banyak orang kunjungi, menikmati kesempatan langka sebelum bangunan itu resmi dibuka.

Kami turun dari kapal dan menyusuri jembatan kayu menuju bangunan resort apung. Saat semakin mendekat, resort itu terlihat benar-benar sepi. Tidak ada tamu, tidak ada staf—hanya kami dan bunyi riak air yang berdesir pelan di bawah jembatan. Dari balik jendela besar, aku bisa melihat bagian dalam yang belum sepenuhnya selesai. Beberapa papan kayu masih berserakan, tanda bahwa pembangunan sedang berlangsung.

'Kayaknya tempat ini bakal bagus banget kalau udah jadi. Pasti amazing banget bisa nginap di sini. Bangun pagi, buka jendela, duduk di balkon sambil ngopi, terus langsung disambut deburan ombak,' kataku dalam hati.

Pembangunan resort apung terlihat masih berlangsung, beberapa belum finishing

Tidak banyak hal yang bisa kami lakukan di resort apung itu. Setelah menjelajahi beberapa sudut bangunan yang hampir selesai, kami akhirnya memutuskan untuk duduk-duduk di jembatan kayu, menikmati pemandangan sore yang begitu memukau. Matahari perlahan terbenam, memberi warna jingga yang semakin intens di langit yang sebelumnya kebiruan. Bayangan bukit-bukit mulai tampak lebih jelas seiring cahaya matahari yang semakin redup, seakan ingin memberi salam perpisahan sebelum malam datang. Semua itu terasa begitu tenang dan memikat—sebuah kenangan yang akan selalu kami ingat.

Making memories together....

Sambil duduk di sana, kami sesekali berbicara tentang rencana dan impian kami, sambil menikmati suasana yang benar-benar berbeda dari kehidupan sehari-hari. Keindahan alam ini begitu memanjakan kami, dan rasanya seperti waktu berhenti sejenak, memberi kesempatan untuk benar-benar merasa hadir di momen ini.

Tak lama setelah itu, kami putuskan harus segera kembali ke penginapan karena langit semakin menggelap. Perjalanan pulang terasa lebih sunyi, dan kami hanya duduk diam, menikmati sisa-sisa keheningan sore yang semakin menggelap.

Senja..

See u tomorrow sun..

Setibanya di penginapan, tidak banyak yang bisa kami lakukan. Kami hanya menghabiskan waktu sambil makan malam, berbicara tentang hal-hal kecil, saling berbagi cerita, dan menikmati momen kebersamaan. Tanpa sinyal HP, kami benar-benar bisa melepaskan diri dari gangguan dunia luar, merasa bebas dan hadir sepenuhnya. Well, sesekali memang menyenangkan bisa benar-benar menikmati momen seperti ini tanpa harus terganggu oleh apapun.

Part Selanjutnya : Disini