Masih ada waktu luang 1,5 jam sebelum kapal berangkat kami manfaatkan untuk mencari sarapan dan jajanan untuk bekal di kapal. Setelah itu kami masuk ruang tunggu dan mengamati aktivitas sibuk dermaga Tenau di pagi hari. Kapal Sabuk Nusantara 49 berlabuh menurunkan muatan di satu sisi dermaga, sementara kapal Bima VI dan Restu Utama terlihat parkir dengan rapi. Kuli panggul dengan sigap mengangkut barang-barang dari kapal ke dermaga dan sebaliknya, berjalan dengan langkah pasti meski memikul beban berat. Suara roda gerobak berdecit bercampur dengan teriakan mereka yang mengatur barang bawaan. Tidak jauh dari situ, truk-truk besar mengantri untuk masuk ke dalam kapal feri, membawa muatan berbagai kebutuhan logistik untuk pulau-pulau sekitar.
Kapal Sabuk Nusantara 49 sedang menurunkan muatan
Kapal Bina VI dan Restu Utama
Kuli panggul sedang mencari nafkah
Di bagian lain dermaga, kapal-kapal rakyat bersandar dengan penumpang yang terlihat santai menunggu giliran naik. Beberapa kapal cepat juga terlihat bersiap untuk rute lain, mesin mereka meraung pelan seolah bersiap untuk perjalanan jauh. Penjual makanan terlihat bolak-balik menawarkan jajanan. Satu hal yang kukagumi, meskipun ini berupa pelabuhan, tapi air lautnya tetap jernih mengkristal berwarna biru kehijauan. Hmmmm.....Aku menikmati semua suasana ini dengan perasaan bersyukur masih diberi kesempatan untuk bisa traveling kesini.
Air laut di Dermaga Pelabuhan Tenau sangat bersih
Menunggu keberangkatan kapal
Sesuai jadwal keberangkatan, pukul 08.30 tepat kapal Bahari Express 1C yang kami tumpangi mulai berjalan meninggalkan Pelabuhan Tenau. Berdasarkan informasi dari orang loket, perjalanan ini akan menempuh 2 jam membelah Selat Pukuafu sampai berlabuh di Pelabuhan Ba'a (di bagian tengah Pulau Rote). Oya sebelum berangkat aku juga sempat diberi kontak orang asli Rote yang 'kemungkinan' bisa kami sewa motornya, namanya Kak Eman. Kok kemungkinan? Well, karena setelah kontakan singkat via WA, kak Eman bilang akan berusaha cari motornya dulu. Hal itu karena setelah browsing, kami nggak menemukan penyewaan motor komersial disini. Kalau mau sewa motor harus di Kupang, dimana belum tentu boleh dibawa kesini. Kalau boleh pun harus naik kapal ferry, ga bisa naik kapal cepat. Let's hope the best aja ke Kak Eman! Hehehe.
Satu jam perjalanan pertama berlangsung dengan cukup baik. Meskipun terkenal sebagai salah satu perairan paling ganas di NTT, Selat Pukuafu hari itu cukup tenang. Kapal Express Bahari bisa membelah perairan dengan kecepatan maksimal dan stabil karena laut tidak berombak. Aku menghabiskan waktu untuk mendengarkan musik sambil tiduran di kursi sebelum terbangun oleh tangisan balita yang menjerit-jerit tanpa henti memanggil ayahnya.
Awalnya aku nggak terlalu menggubrisnya. 'Ah palingan dikit lagi udah berhenti lah nangisnya. Itu ibunya juga udah menenangkan dia', kataku dalam hati. Ehhh ternyata aku salah, 10 menit, 15 menit, 30 menit bahkan hampir 1 jam itu anak nangis jerit-jerit tanpa henti. Aku sampai kasian banget sama ibunya, karena sepertinya si ayah yang dicari tidak ikut di perjalanan ini.
"KASI DIAM BISA KA TIDAK," kata seorang bapak sambil teriak ke ibu si anak.
Ya ampunnn aku sampe ga tega banget liat ibunya. Gimanapun kan itu bukan maunya, dan kulihat dia juga udah berusaha kok. Anaknya sempat berhenti nangis 5 menit sebelum mulai nangis lagi. Karena kupingku mulai agak panas, aku memilih jalan-jalan ke bagian belakang dek kapal. Siapa tau disana bisa duduk santai sambil menikmati angin laut.
Ehh ternyata aku salah hehehehe... Di belakang dek kapal ternyata sudah penuh penumpang juga. Saat ane mau berbalik masuk karena nggak ada tempat duduk, mereka malah memanggil dan mengajak ane duduk bareng. Disitu ada beberapa mama-mama yang ngajak aku ngobrol dan menanyakan tujuanku ke Rote. Sebuah rasa kekeluargaan yang mulai sering kudapatkan disini.
Duduk dan cerita sama mama di belakang dek kapal Express Bahari
Bagian belakang dek kapal Express Bahari yang penuh penumpang
Aku duduk dan ngobrol cukup lama dengan mama-mama sampai tidak kerasa kapal sudah hampir berlabuh di Pelabuhan Ba'a. Siang itu suasana di Pelabuhan Ba’a terlihat sangat hidup dan ramai. Kapal-kapal kayu tradisional berlabuh di dermaga, sementara nelayan sibuk memperbaiki jaring mereka. Di sekitar pelabuhan, masyarakat lokal terlihat sibuk membongkar hasil tangkapan dan barang-barang dagangan. Ada deretan pasar kecil yang menjual hasil laut segar, sayur-mayur, dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Orang-orang saling berinteraksi dengan antusias, termasuk beberapa wisatawan yang menikmati suasana otentik. Di kejauhan, tampak birunya laut yang menyatu dengan langit cerah serta pulau-pulau kecil yang menjadi latar belakang.
Tiba di Pelabuhan Ba'a, Pulau Rote
Suasana Pelabuhan Ba'a, Pulau Rote
Oya sebelumnya aku udah koordinasi dengan Kak Eman dan dia berkata akan jemput aku dan Richa dengan 2 motor. Tidak butuh waktu lama bagiku untuk ketemu Kak Eman dengan senyum dan wajah ramahnya.
"Kita ke basecamp dulu ya. Nanti nunggu motornya disana. Baru bisa diantarkan agak siang soalnya," kata Kak Eman. Dari pelabuhan aku bonceng Kak Eman dan Richa bonceng temennya Kak Eman.
"Oh iya siap kak gpp."
"Tujuannya hari ini mau kemana aja?" Tanya Kak Eman lagi.
"Oh hari ini rencana cuma mau ke Pantai Nemberala kak. Check in penginapan aja. Besok baru kita lanjut eksplor mungkin ke Pantai Oeseli dan Bukit Mando'o."
"Wah sip iya bagus itu. Sebenarnya ada lokasi bagus lagi, danau garam. Tapi lokasinya agak diujung, jauh. Kalau kamu cuma 3 hari disini ga cukup kayaknya," kata Kak Eman sambil suaranya beradu dengan angin di atas motor.
"Iya kak, cuma singkat kita disini soalnya keterbatasan libur," kataku.
Tidak butuh waktu lama bagi kami untuk sampai di basecamp yang Kak Eman maksud. Ternyata disana ada beberapa teman Kak Eman juga.
"Duduk disini ya. Aku coba konfirmasi motornya," kata Kak Eman.
"Iya kak aman," kataku.
Selanjutnya kami masih menunggu beberapa saat sementara Kak Eman masih koordinasi dengan temannya yang mau disewa motornya. Well sebenarnya ini bukan persewaan resmi sih, tapi Kak Eman yang bantu kami menyewakan dari temannya. Tapi sepertinya motornya juga sementara masih dipakai jadi kami masih menunggu beberapa saat disini. Tiba-tiba setelah koordinasi Kak Eman ngabarin kami,
"Kak ini temanku ada yang bisa sewain tapi tarifnya 250.000 untuk 3 hari 2 malam. Gimana?"
"Wah oke gpp kak, aman kak." Kataku segera. Karena menurutku masih wajar juga sih harganya. Lagipula kami nggak ada pilihan lain.
"Oke kak, sekitar sejaman lagi dia baru bisa antar motornya."
"Iya kak siap kami tunggu aja," kataku.
Sekitar jam 2 siang, motornya akhirnya diantarkan. Setelah menyelesaikan pembayaran dengan si empunya dan serah terima STNK akhirnyaaa kami bisa jalan juga. Aku langsung set google maps ke arah Pantai Nemberala.
"Aku jalan dulu ya kak. Nanti kontak-kontak lagi," kataku ke Kak Eman.
"Siaap, hati-hati kak."
Ruteku motoran hari ini dari Pelabuhan Ba'a ke Pantai Nemberala
Akhirnya dimulailah perjalananku dan Richa membelah Pulau Rote pertama kalinya untuk menuju ke arah barat daya pulau, Pantai Nemberala. Perjalanan ini menempuh jarak 30 km dan bisa ditempuh dalam 1-1,5 jam. Perjalanan awalnya masih berada di sekitaran Desa Namodale jadi masih cukup ramai, namun semakin ke arah barat menjadi semakin sunyi dan sepi. Aku dan Richa melaju pelan di atas jalan aspal yang mulus, di bawah terik matahari yang membakar. Pemandangan di sekitar kami didominasi oleh lanskap gersang khas Rote—padang savana kering, pohon lontar yang menjulang, dan bukit-bukit kecil yang terlihat tandus.
Semakin ke arah barat, sangat jarang manusia yang kami jumpai. Sebaliknya, kami sering bertemu kawanan sapi yang berjalan santai di tengah jalan, kambing yang merumput di tepi aspal, kerbau yang bermalas-malasan di bawah naungan pohon, dan sesekali babi yang berlarian di dekat rumah-rumah tradisional yang jarang terlihat. Kehadiran hewan-hewan ini seperti menjadi satu-satunya tanda kehidupan di sepanjang perjalanan kami.
Pemandangan sepanjang jalan dari Pelabuhan Ba'a ke Pantai Nemberala
Pemandangan sepanjang jalan dari Pelabuhan Ba'a ke Pantai Nemberala
Sepanjang jalan, angin panas menerpa wajah. Keheningan di sepanjang jalan hanya dipecahkan oleh suara mesin motor dan gesekan kerikil kecil yang terpental dari ban. Ketika mendekati Pantai Nemberala, angin mulai berubah. Hembusan segar dari laut perlahan menggantikan udara panas, memberi isyarat bahwa perjalanan kami hampir sampai.
Sebelum sampai kesini, kami belum booking penginapan. Rencana mau langsung cari aja di sekitaran Pantai Nemberala. Deru mesin motor mengantarkan kami ke Hotel Tirosa. Sebuah hotel sederhana yang berada di tepi Laut Nemberala langsung. Kami menunggu sesaat pemilik penginapan datang, dan setelah tranksasi pembayaran singkat, kami mendapatkan sebuah bungalow simpel tapi cantik yang disampinnnya langsung terbentang cantiknya Laut Nemberala. Halaman bungalow ini terlihat dipenuhi pohon kelapa yang meliuk-liuk mengikuti arah angin. Suasana sangat tenang dan damai. Karena bulan Desember ini masih low season, suasana sangat sepi.
Hotel Tirosa, Pantai Nemberala
Suasana sangat damai dan tenang disini
Tiduran singkat di kamar, tak terasa hari telah sore. Perutku yang tadi sudah kuisi makan siang di jalan mulai memberontak lagi hehehe.. Kebetulan di perjalanan ini aku membawa rice cooker mini dan mie rebus.
'Bikin mie rebus sama kopi ah nanti dinikmati di pantai sambil lihat sunset,' batinku.
"Cha, yuk kita ke pantai. Lihat sunset," kataku.
"Duluan aja ya, nanti aku nyusul," katanya. Sepertinya Richa masih mau santai-santai di kamar.
Jalan menuju Pantai Nemberala dari Hotel Tirosa. Bersih, indah dan nyaman.
Akhirnya aku berjalan sendiri ke pantai di belakang hotel. Pantainya sendiri aku lihat sore itu sangat tenang, hanya riak-riak gelombang kecil yang dibungkus dengan laut yang membiru. Meskipun ada satu hal yang cukup menggangguku, sampah kiriman. Ya karena Bulan Desember Indonesia sedang musim penghujan dengan angin muson baratnya. Musim hujan telah membawa sampah-sampah kiriman, menumpuk di beberapa sudut garis pantai, memberikan pemandangan yang agak kontras dengan keindahan alam sekitarnya. Namun aku tidak mau terlalu merisaukannya, hanya mau fokus ke laut, langit dan kedamaian yang kudapatkan disini. Aku menemukan spot dan meletakkan beberapa barangku. Jadi yaa disinilah aku. Membawa indomie kuah panas di rantang mini rice cooker, kopi segelas, alunan musik meditasi Buddha, air mineral ditemani deburan ombak aku mengasingkan diri disini. Sepi sekali. Tidak ada manusia. Sangat indah, nyaman, dan membahagiakan. Aku suka kehidupan sederhana disini.......kehidupan tanpa beban berlebihan....tanpa ambisi berlebihan.
Menyepi dan menyendiri ditemani kedamaian...
Saat sedang bersantai, tiba-tiba aku mendengarkan suara "krusuk-krusuk" di belakangku. Dan setelah menengok, tidak lain dan tidak bukan adalah..... sekumpulan babi wkwkwk..Aku cukup kaget karena ternyata mereka banyak banget berkeliaran bebas di pantai wkwk. Mereka dengan santai berjalan-jalan di pasir, sesekali mengendus dan mengorek pasir dengan moncongnya untuk mencari kepiting atau sisa-sisa makanan. Moncongnya jadi penuh pasir soalnya suka ngeruk-ngeruk tanah. Pemandangan ini memberikan kesan lokal yang unik, soalnya baru di Pantai Nemberala inilah aku melihat babi-babi berkeliaran dengan begitu santainya. Namun mereka tidak terlalu menggangguku kok, jadi aku cuek aja😁😁.
Kumpulan babi..
Induk babi dan anak-anaknya.
Induk babi dan anak-anaknya sedang mencari snack diantara pasir Pantai Nemberala
Tidak berapa lama Richa menyusulku di pantai, dan seperti aku pada awalnya, dia juga kaget melihat babi-babi berkeliaran wkwk.. Tapi lama-lama kita mulai terbiasa dan membiarkan saja mereka tanpa mengusirnya, toh tidak terlalu mengganggu.
"Ayo cha hunting foto-foto," kataku mengarahkan kamera dengan background pantai dan sunset yang mulai mendominasi.
Sunset di Pantai Nemberala
Mama-mama sedang mencari rumput laut dengan background sunset Pantai Nemberala
Babi yang selalu mencari makan dengan background sunset Pantai Nemberala
Sunset Pantai Nemberala, Pulau Rote, NTT
Cukup banyak foto yang kuambil di sunset sore hari itu, karena memang benar-benar secantik itu. Gabungan warna antara biru, kuning, orange, merah, bercampur menjadi satu di langit, terlihat melingkupi lautan yang sore itu terlihat sangat tenang. Sesekali kami menyapa warga lokal yang lewat dan mengambil rumput laut. Rumput laut merupakan salah satu komoditas utama disini. Biasanya warga akan mengambilnya untuk kemudian dijemur sampai kering dan dijual.
Tidak terasa, kami hunting foto dan menikmati sunset sampai langit telah menggelap. Segera kita jalan kembali ke hotel. Ada satu kejadian lucu pas kami hampir sampai pintu hotel, tiba-tiba kami berpapasan dengan sekelompok babi yang terdiri dari 1 induk dan beberapa anaknya. Nah waktu berpapasan itu kita sama-sama kaget, tiba-tiba semua babi itu nge-freeze a.k.a jadi patung semua. Itu tidak sesuai ekspetasi ane dimana harusnya kan mereka lari atau gimana ya.
"Loh loh babinya kok nge-freeze semua cha. Kok jadi patung," kataku sedikit tergelak namun juga agak ngeri, takutnya tiba-tiba diserang wkwk..
Cukup lama babi itu dalam posisi freeze, mungkin 5-7 detik. Setelah itu mereka lari kocar-kacir. Ahahaha... Bener-bener aku baru menjumpai babi mode ngepatung pas kaget itu disini. Setelah kubrowsing, ternyata ini penjelasannya:
Perilaku babi yang "ngefreeze" atau terdiam beberapa detik sebelum akhirnya lari adalah respons alami yang dikenal sebagai freezing response. Ini adalah bagian dari mekanisme pertahanan diri mereka saat merasa terkejut atau terancam. Penjelasannya:
1. Insting Menghindari Bahaya
Ketika mereka mendeteksi potensi ancaman, seperti kehadiran manusia yang tiba-tiba, mereka berhenti bergerak untuk mencoba memahami situasinya. Hal ini membantu mereka mengevaluasi apakah ancaman itu nyata dan apa yang harus dilakukan selanjutnya.
2. Kondisi Refleks
Banyak hewan, termasuk babi, memiliki refleks "fight, flight, or freeze." Freezing memberi mereka waktu untuk berkamuflase atau tidak menarik perhatian predator.
3. Respons Evolusi
Di alam liar, predator biasanya tertarik pada gerakan. Dengan berhenti bergerak, babi mungkin berharap untuk tidak terlihat oleh "ancaman" (dalam hal ini, kamu).
Setelah 5-7 detik, mereka mungkin memutuskan bahwa kamu adalah ancaman dan akhirnya melarikan diri. Perilaku ini sangat umum pada banyak hewan liar.
Malamnya, tidak banyak hal yang aku dan Richa lakuin karena suasana disini sangat sepi. Oya karena keterbatasan tempat mencari makan, kami mengambil paket makan malam dari penginapan, dan pas makan malam baru sadar kalau ternyata di bungalow sebelah ada traveler lainnya juga yang menginap. Seorang traveler Indonesia dengan teman bulenya. Kita makan sambil bercerita banyak hal tentang perjalanan ini.
Malam telah datang dan aku memutuskan untuk istirahat lebih cepat karena besok akan bermotoran mengunjungi beberapa tempat. Aku bersyukur hari ini semuanya berjalan dengan baik dan lancar. Meski pantai tidak dalam kondisi terbaiknya, 10 Desember 2016 ini tetap meninggalkan kesan mendalam—tentang kesederhanaan, kealamian, dan keheningan Rote yang begitu berbeda.