7.27.2024

[PART 1] Journey to Ende - Maumere : Berangkat, Bukit Roja dan Teman Baru!

Perjalanan keempat ane menggunakan SJ Travel Pass berlanjut ke Pulau Flores, tepatnya akan landing di Kota Maumere. Tujuan ane sebenarnya mau ke  Kabupaten Ende, dengan tujuan utama ke Danau Kelimutu. Tapi karena Sriwijaya Air tidak ada rute langsung Surabaya - Denpasar - Ende, jadilah ane mengambil penerbangan Surabaya - Denpasar - Maumere. Dari Maumere ke Ende rencana ane akan naik minibus. Menurut google map sih jaraknya 115 km dan bisa ditempuh dalam waktu 3,5 jam dengan jalan yang 80% kelak-kelok khas Pulau Flores. Well, jalani saja demi impian melihat Danau Kelimutu! 

Tiket ane Surabaya - Denpasar - Maumere PP yang sudah terkonfirmasi. Dengan membership SJ Travel Pass total ane hanya membayar Rp 383.200.

Ane berangkat dari kos jam 6 pagi, dan sampai di Bandara Juanda 30 menit kemudian. Check in berjalan lancar dan ane mendapatkan 2 boarding pass, Surabaya - Denpasar dan Denpasar - Maumere. Penerbangan Surabaya - Denpasar berlangsung lancar kurang lebih 1 jam. Transit 1 jam di Denpasar, ane lanjut terbang Denpasar - Maumere dan landing sekitar jam 12 siang. Ini kedua kalinya ane menginjakkan kaki di Pulau Flores, dimana pertama kali itu adalah tahun 2014 saat ikut proyek ke Labuan Bajo. Seneng banget rasanya bisa kembali ke pulau ini, apalagi bayangin bisa mengunjungi salah saru destinasi wisata paling utama di Indonesia, Danau Kelimutu.

Excited setiap menginjakkan kaki di NTT. Ini difotoin traveler bule.

Keluar dari bandara ane mengiyakan salah satu taksi yang menawari mengantarkan ke pool minibus yang mau ke Ende. Seinget ane tarif taksinya 100ribu. Menurut ane cukup wajar lah karena naik mobil. Selain itu ane juga ga punya option lain dan belum sempet browsing jadi gas aja lah. Waktu tempuh dari Bandara Frans Seda Maumere ke pool minibus yang mau ke Ende cuma 15 menit, dan kesan pertama ane tentang Kota Maumere adalah kotanya cukup rapi, jalanan lebar, dan agak panas. Yah seperti kota-kota pada ummnya.

Jalanan di Kota Maumere. Ane ambil dari Google Street View.

Turun dari taksi ane langsung dapat minibus tujuan Ende. Namun sebelum naik ane sempatkan makan siang di warung dekat pool itu dulu. Perjalanan Maumere + Ende akhirnya dimulai. Penumpang nggak terlalu banyak dan ane duduk di kursi tengah dengan nyaman. Ane bersyukur penumpangnya nggak terlalu penuh karena ini bakal menjadi perjalanan cukup panjang serta berliku.

Rute gergaji Maumere - Ende. 

Minibus yang membawa ane dari Maumere ke Ende. 

Perjalanan berlangsung cukup lama melalui kelak-kelok yang seakan tanpa akhir di Jalan Trans Flores yang lebarnya hanya sekitar 4 meter. Minibus juga beberapa kali berhenti di rumah warga baik untuk menurunkan penumpang, menaikkan penumpang ataupun mengambil barang titipan. Ane menikmati setiap pemandangan yang tersaji di depan, sambil sesekali bersyukur dalam hati bisa kembali menginjakkan kaki di Pulau Flores. Berbeda dengan pulau lainnya di NTT yang pernah ane kunjungi, Pulau Flores ini cukup subur karena seperti kita semua pernah tau disini banyak gunung apinya. Jadilah disepanjang jalan tanaman hijau mendominasi memanjakan mata.

Pemandangan sepanjang jalan Kota Maumere ke Kota Ende. Ane ambil dari Google Street View. 

Pemandangan sepanjang jalan Kota Maumere ke Kota Ende. Ane ambil dari Google Street View. 

Pemandangan sepanjang jalan Kota Maumere ke Kota Ende. Ane ambil dari Google Street View. 

Sekitar jam 6 sore, akhirnya ane sampai di Terminal Kota Ende. Tadi di perjalanan ane udah nandai hotel yang rencana bakal ane inepin (ane belum booking). Jadilah ane segera pesan ojek dan diturunkan di depan hotel. Ane udah sempet masuk halaman hotel dan mencari resepsionis untuk nanya harga tapi tiba-tiba ane di-WA Imam, temen FB ane yang lagi keliling NTT, dan kebetulan posisinya sekarang juga lagi di Kota Ende.

Saat itu Imam nanya ane mau nginap dimana. Ane bilang bahwa ane rencana mau nginep hotel, ini udah sampe hotelnya dan mau check in. 

"Lah kesini aja tidur di rumah Fuad. Kita juga nginep bareng-bareng disini. Nanti biar Fuad yang ngantarin kamu juga ke Danau Kelimutu," kata Imam di WA.

Sebenarnya ane tipe orang yang nggak enak kalau ngrepotin tinggal dirumah orang. Tapi akhirnya ane iyakan aja supaya bisa nambah temen dan supaya Fuad ga repot-repot jemput ane kesana kemari. Ditambah lagi sesuai dengan prinsip awal ane ingin berhemat. 

Imam mengabari via WA kalau kita langsung ketemu di warung makan aja, nanti baru bareng-bareng ke rumah Fuad. Ane segera naik ojek kewarung tersebut dan bertemu Imam, Fuad serta banyak kawan lainnya. Disitu ane berkenalan dengan mereka dan emang mereka itu sebaik dan seramah itu. Bahkan malah makan ane dibayarin Imam, buset nggak enak banget deh ane. Ane berjanji nanti harus gantian ane traktir mereka kalau makan bareng lagi. Selesai makan ane diajak ke rumah Fuad dulu untuk meletakkan tas. Disitu ane sempet ngobrol sama keluarganya Fuad, mereka sungguh baik-baik banget.

Keluarga Fuad 

Sorenya menjelang magrib, Imam cs ngajak ane nongkrong di Cafe Pantai Ria yang berada di Pantai Kota Raja, pesisir timur Kota Ende. Disitu ane pesen pisang goreng coklat keju, es dan kita bercerita banyak. Memang Imam dan Fuad ini tipe-tipe orang yang easy going, sehingga membuat siapapun yang baru kenal jadi ga garing. Setiap ane diem diajak cerita ini itu, jadi ane ga merasa malu.

Nongkrong

Nongkrong selama 1.5 jaman disitu, tiba-tiba ada yang ngajakin ke Bukit Roja. Katanya dari Puncak Bukit itu bisa lihat Gunung Meja, Kota Ende dan Pelabuhan Ende. Ane setuju-setuju aja, dan saat udah mau berangkat tiba-tiba temen Imam berjalan ke kasir mau membayar jajan kita malam ini. Ane yang merasa nggak enak tadi udah ditraktir makan, langsung menahannya dan bilang kali ini ane yang bayar. Untungnya temen Imam setuju dan ane kemudian membayarnya. Huftt lega deh ane.

Perjalanan kita lanjutkan bareng-bareng naik motor ke titik pendakian Bukit Roja, berupa rumah-rumah warga sehingga nggak terlalu sepi. Dari situ kita membayar tiket masuk dan memulai pendakian selama 20 menit sampai puncak bukit. Pendakiannya cukup curam, namun nggak terlalu melelahkan.

Sampai di puncak, memang benar kita bisa melihat kerlap-kerlip Kota Ende dari ketinggian dan aktivitas kapal nelayan yang mencari ikan. Disini aktivitas kita foto-foto dan cerita-cerita sampai sekitar 1 jam.

Foto bareng Fuad cs di Bukit Roja. Thank u friend!

Sesaat kemudian kita turun dan meluncur kembali ke rumah Fuad. Sampai rumah ane disuruh segera istirahat sama Fuad karena kita berencana akan otw ke Danau Kelimutu jam 3 pagi ini. Wowww.... Melintasi Jalan Trans Flores jam 3 pagi. Semoga aman ya! See u tomorrow!

7.22.2024

[1] Sawadee Kamboja : Perjalanan Bangkok - Siem Reap dan Pasar Malam Angkor

Trip ini merupakan rangkaian trip Thailand - Kamboja - Malaysia yang kulakukan dari 23 Januari 2012 - 2 Februari 2012

PART sebelumnya : DISINI

25 Januari 2012

Kelelahan akut karena terlalu semangat seharian menjelajah Kota Bangkok kemarin membuat tidur ane sangat nyenyak. Oiya kemarin sebelum pulang penginapan kita sudah membeli tiket travel dari Bangkok ke Siem Reap (Kamboja) juga. Well, kok secepat itu meninggalkan Kota Bangkok? Karena kita merasa kayaknya udah semua wisata utama di Bangkok dikunjungi seperti Wat Phra Kaeo, Wat Pho, Wat Arun, Wat Indrawihan, Khaosan Road, MBK. Udah ga ada tempat spesifik yang ingin kita kunjungi lagi, jadi kita memutuskan langsung geser ke tujuan selanjutnya untuk menghemat waktu dan uang, Kota Siem Reap, Kamboja. Tujuan utama kesana tak lain tak bukan adalah ke Angkor Wat.

Pagi itu setelah sarapan kami dijemput oleh mobil travel sekitar jam 07.30. Dari tempat penjemputan kita di-drop di kantor utama travel dan digabung dengan beberapa traveler lainnya dari berbagai macam negara. Ada traveler dari Jepang maupun Eropa. Setelah menunggu sejenak, perjalanan akhirnya dimulai. Rutenya adalah Bangkok - Aranyaphratet (kota perbatasan Thailand - Kamboja), disambung imigrasi keluar Thailand, imigrasi masuk Kamboja, kemudian Poipet (kota perbatasan Kamboja - Thailand) ke Siem Reap. Perjalanan yang bakalan cukup panjang dengan total jarak tempuh 400 kilometer dan waktu tempuh 7 jam. Sepertinya hari ini bakalan panjang, apalagi sambil melewati imigrasi kedua negara yang ane gatau bakalan berapa lama.

Perjalanan Bangkok - Aranyaphratet sejauh 250 km berlangsung selama 3 jam.  Begitu meluncur dari Bangkok, suasana jalanan lumayan lancar. Tapi, tidak lama kemudian, mulai banyak kendaraan yang keluar, terutama truk-truk besar. Selama perjalanan, ane bisa lihat pemandangan sawah hijau dan beberapa desa kecil. Sesekali, ane juga lewat pasar-pasar lokal yang ramai dengan aktivitas.

Mendekati Aranyaprathet, jalanan mulai sedikit lebih macet. Banyak kendaraan yang menuju perbatasan, jadi agak terasa padat. Di sinilah ane mulai merasakan nuansa menjelang perjalanan ke Kamboja. Akhirnya sampailah kami di titik akhir sebelum imigrasi keluar Thailand dan kita semua diminta turun. Ane dan Alfi nggak menjumpai masalah berarti di imigrasi keluar Thailand. Selanjutnya menggunakan mobil van yang sama kita dibawa ke suatu tempat dan diarahkan untuk mengisi kartu kedatangan negara Kamboja. Ane disini sekalian jajan karena udah lumayan laper.

Berhenti disini untuk mengisi kartu kedatangan Kamboja

Kartu kedatangan Kamboja. Kartu ini harus diisi lengkap dan bersama paspor diserahkan kepada petugas imigrasi.

Dari sini, kami dibawa ke imigrasi masuk Kamboja yang berjarak sekitar 500 meter dengan mobil bak terbuka. Saat itu mobil bak benar-benar penuh teman-teman dari berbagai kewarganegaraan (Jerman, Perancis, Jepang, Korea). Sampai imigrasi masuk Kamboja, perjuangan selanjutnya dimulai.

Gerbang 'Selamat Datang Kerajaan Kamboja'

Berjalan kaki menuju Imigrasi Kamboja

Saat itu kami melihat antrian imigrasi yang sangat panjang, bahkan sampai melebihi lorong antrian ke jalan raya. 

'Wah la ini.. wes... Bakal lama..' keluh ane dalam hati.

Ane mulai berdiri di belakang bule-bule yang berbadan besar. Dari mulai panggul tas backpack, sampai nggak kuat dan ane seret-seret dibawah saking lamanya. Beberapa traveler lain terlihat sangat kelelahan sampai duduk di lantai. Dengan kecepatan siput akhirnya 2 jam kemudian kami mendapatkan stempel masuk negara Kamboja hhh.....kami disambut dengan kota kecil yang berdebu. Meskipun memiliki aksara yang hampir mirip - Thai dan Khmer - ane sadar ane udah memasuki negara lain. Artinya bahasa lain, mata uang lain dan budaya lain. Mata uang resmi di Kamboja sendiri adalah USD dan Riel Kamboja. Jadilah di perbatasan itu ane menukar beberapa USD ke riel karena pengen punya uang pecah juga.

Suasana Kota Poipet

Setelah semua rombongan di mobil travel selesai urusan imigrasi, perjalanan kami berlanjut dari Poipet ke Siem Reap dengan bus yang lebih besar. Jarak yang masih harus kami tempuh adalah 150 km dengan jarak tempuh 2,5 jam. Begitu keluar dari perbatasan, suasana jalanan langsung terasa berbeda. Jalanan yang berdebu menyambut kami, dengan kondisi aspalnya tak sepenuhnya mulus. Selama perjalanan, ane melihat banyak rumah sederhana dari bambu berdiri di kiri dan kanan jalan. Anak-anak kecil berlarian di sekitaran rumah, mengenakan pakaian lusuh. Mereka tampak ceria meski hidup dalam kondisi yang jauh dari cukup. Beberapa dari mereka melambai ke arah mobil kami, menambah kehangatan suasana.

Supir kami menjelaskan bahwa Kamboja masih tergolong miskin. Banyak fasilitas yang ada di sini masih di bawah standar, mulai dari jalanan hingga pendidikan. Ane bisa merasakan betapa sulitnya kehidupan bagi sebagian besar masyarakat di daerah pedesaan. Semangat mereka, meskipun dalam keterbatasan, sangat menginspirasi. Perjalanan ini bukan sekadar berpindah tempat, tetapi juga membuka mata ane tentang kondisi kehidupan yang sangat berbeda. Ane merasa beruntung bisa menyaksikan langsung realitas ini, meski penuh dengan tantangan. Meskipun ada banyak hal yang perlu diperbaiki, keceriaan anak-anak dan ketahanan masyarakat membuat perjalanan ini menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Kamboja, dengan segala keindahan dan tantangannya, meninggalkan kesan mendalam di hati ane. Titik air mata tanpa sadar menetes dari sudut mata ane. Ane emang nggak kaya, bahkan masih mahasiswa. Tapi paling nggak bisa kalau melihat sesuatu yang seperti ini. Padahal mungkin saja hidup mereka baik-baik aja dan bahagia kan....

Suasana Kota Poipet

Suasana Kota Poipet

2,5 jam kemudian kami telah sampai di pool travel di Kota Siem Reap. Disitu kami langsung dikerubungi oleh orang-orang yang menawarkan jasa taksi maupun tuk-tuk. Karena ane dan Alfi belum booking tempat untuk kita nginap malam itu, kami ditawari oleh supir taksi penginapan yang katanya seharga 1000 baht. Karena merasa tarifnya masih masuk kami OK-kan saja. Bapaknya menyuruh kami menunggu sebentar untuk dicarikan barengan. Dan akhirnya ane dan Alfi bareng sama 2 orang bule yang sepertinya mau ke penginapan yang sama. 

Beberapa saat setelahnya kita berangkat naik mobil dan sampai di penginapan tersebut. Sampai disana kami disuruh menunggu dibawah, sedangkan si bapak sibuk bolak balik nganterin si bule lihat kamar. Kami benar-benar dicuekin sampe akhirnya Alfi angkat bicara,

"And how about us?"

"Oke-oke you two follow him," katanya menunjuk pemuda lokal yang sepertinya pekerja di hotel ini.

Hhh.. akhirnya! Setelah daritadi yang diurusin si bule terus!

Kita dibawa ke kamar atas, dan menurut ane udah lumayan bagus lah. Kamarnya lumayan besar dengan twin bed dan TV tabung. Sudah sangat cukup bagi kami berdua. Toh hanya berencana 2 malam saja disini sebelum kembali ke Bangkok lagi. Kami melakukan pembayaran dan setelahnya langsung melemparkan diri ke kasur. Hhhh....benar-benar melelahkan hari ini.

Penginapan kami di Kota Siem Reap

Sesaat kemudian kita berdua menyadari kita laper banget. Setelah diskusi sesaat, akhirnya ane usul ke Alfi, gimana kalau kita coba cari ke bawah. Siapa tau ada warung gitu kan. Ternyata ada warung lokal yang jual, dan kita memesan nasi telur. Pemuda yang mengantarkan kita ke kamar bernama Chon, dia ikut kita ke warung sambil bawa kamus. Katanya mau belajar bahasa Inggris, hehehe.. Alfi dengan sigap mengajarinya beberapa kata.

Alfi dan Chon

Nasi telur, makanan pertama kami di Siem Reap

Selesai makan, akhirnya kita putuskan jalan-jalan melihat Pasar Malam Angkor yang berjarak 500 meter dari penginapan. Kami berjalan kaki dengan suasana malam yang hangat dengan lampu-lampu jalanan yang mulai menyala, menciptakan suasana yang semarak.

Begitu tiba di pasar, kami langsung disambut oleh hiruk-pikuk suara pedagang dan pengunjung. Aroma makanan khas Kamboja yang menggugah selera menyambut kami. Di sepanjang jalan, ada deretan stan yang menjual berbagai pernak-pernik, mulai dari gelang dan kalung yang terbuat dari bahan lokal, hingga selendang yang indah, baju-baju bertuliskan Kamboja, dan sebagainya. 
 Saat berkeliling, tawaran massage dari beberapa stan semakin menggoda. 
Ane sebenarnya sangat ingin mencoba, apalagi kaki ane masih berasa banget capeknya habis menjelajah Kota Bangkok kemarin. Namun, saat itu, ane teringat bahwa baru kurang dari tiga minggu yang lalu, ane menjalani operasi mengeluarkan patahan jarum yang terinjak. Jadi, meskipun pengen banget, hati ini ngeri-ngeri sedap. Takut kaki ane kepijet atau malah jadi makin sakit.

Berfoto di Pasar Malam Angkor

Suasana Pasar Malam Angkor

Suasana Pasar Malam Angkor

Suasana Pasar Malam Angkor

Kami terus berjalan sambil mengamati berbagai macam oleh-oleh yang ditawarkan. Ane lihat banyak kerajinan tangan yang indah dan makanan ringan yang unik. Meski kaki ane terasa berat, suasana pasar membuat ane melupakan rasa capek itu sejenak. Setelah berkeliling, akhirnya kami memutuskan untuk membeli beberapa barang sebagai kenang-kenangan. Ane sendiri membeli baju bertuliskan Kamboja dan beberapa barang kerajinan lokal.

Sekitar jam 10 malam, akhirnya kita pun kembali ke penginapan dan tertidur dengan nyenyak. Besok kita akan ke Angkor Wat, siapkan fisik!

7.21.2024

[Part 1] Journey to BELITUNG : Batu Granit di Pantai Tanjung Kelayang

Setelah sukses pecah telur menggunakan 'Sriwijaya Travel Pass' pertama kali ke Ternate dari 27 April 2018 - 2 Mei 2018 lalu, ane memantapkan hati membeli tiket ke tujuan kedua, Pulau Belitung. Ane resmi membeli tiket dari Surabaya - Jakarta - Tanjung Pandan PP hanya dengan membayar Rp 385.000 pada 11 Mei 2018 untuk keberangkatan 8 hari kedepan, dimana biaya yang ane bayar hanya IWJR, admin, dan pajak. Base fare tiket pesawatnya gratis. 

Tiket ane Surabaya - Jakarta - Tanjung Pandan

Karena keterbatasan waktu libur ane, agan bisa liat tanggal keberangkatan dan kepulangan. Hanya selisih sehari! 😁😁. Berasa jadi sultan aja. Beberapa hari sebelum pergi ane juga udah booking Hotel Surya Belitung seharga Rp 120.000/malam dan udah janjian sewa motor juga. Penginapannya ane pilih memang yang di tengah kota supaya gampang kemana-mana dan gampang cari makan.


Surabaya, 19 Mei 2018

Pagi itu ane berangkat jam 4.15 dari kosan ane di Surabaya Pusat naik motor. Sampai di Bandara Juanda setengah jam kemudian dan ane merasa lapeerr banget karena belum sempat sarapan. Ane berencana beli sarapan yang murce-murce aja nanti pas transit di Jakarta. Ane tidak menemui kendala berarti sewaktu check in, dan penerbangan Surabaya - Jakarta berlangsung dengan lancar selama 1 jam 10 menit. Ane landing di Jakarta sekitar jam 06.30 dan punya kesempatan transit sampai jam 08.00.

Segera saja ane keliling dan mencari tempat sarapan murah. Kenapa harus cari yang murah? Karena dengan SJ Travel Pass ini kan ane bakalan sering pergi-pergi random gini, jadi ane harus pandai berhemat supaya gak boncos. Pencarian ane akhirnya ketemu dengan Roti'o seharga Rp 12.000/roti dan sebotol air mineral seharga Rp 8.000. Sebenarnya sama sekali tidak mengenyangkan, namun yah ini satu-satunya pilihan ane untuk berhemat hehe. 

'Udahlah nanti aja makan beratnya pas udah sampai di Belitung,' hibur ane dalam hati.

Duduk-duduk sebentar, sekitar jam 08.00 akhirnya sudah ada panggilan untuk penerbangan Jakarta - Tanjungpandan (Pulau Belitung). Pesawat yang digunakan ternyata Boeing 737-500, kayak versi mini dari 737-800. Penerbangan berlangsung selama 1 jam 15 menit dan ane mendarat dengan aman di Bandara H.A.S Hanandjoeddin di Pulau Belitung. Salah satu yang membuat ane cukup prihatin sebelum landing adalah di Pulau Belitung ini terlihat begitu banyak lubang-lubang penambangan berwarna putih (yang setelah ane googling adalah penambangan bijih timah dan bahan galian seperti pasir kuarsa, pasir bangunan, kaolin, batugunung, tanah liat dan granit). Ane nggak tau itu masih beroperasi produksi atau nggak, tapi terlihat belum direklamasi sehingga menimbulkan lubang-lubang atau bahasa sananya disebut 'kolong'. Sedih banget lihatnya....

Bandaranya cukup kecil, dan karena belum sempet browsing ane sempet kebingungan harus naik apa ke pusat kota Tanjung Pandan yang jaraknya sekitar 15 km dari bandara. Saat itu kebanyakan penumpang lain sudah dijemput sama keluarganya naik mobil pribadi. Sebenarnya cukup banyak taksi yang menawari, namun karena ane ingin berhemat, ane lebih pengen naik DAMRI yang infonya tersedia. Ane segera nanya ke petugas keamanan bandara dan diarahkan ke tempat naik bis damri.

Sesaat kemudian ane menemukan bus DAMRI tersebut. Suasananya sepi, dan tidak terlihat adanya penumpang lain yang ikut mengantri. Ane masih mikir, oh mungkin masih nunggu penumpang lain kali ya. Namun beberapa saat kemudian ane melihat supir dan keneknya udah masuk, dan ane pun dipersilahkan masuk dimana itu penumpangnya bener-bener cuma ane sendirian wkwkwk.

Supir dan keneknya lumayan baik, mereka menjelaskan kalau emang biasa ga ada penumpang seperti itu sehingga mereka akan jalan ke kota menyesuaikan dengan ada/tidaknya penumpang. 

"Ohh.. emangnya nggak rugi ya pak DAMRI-nya kalau gitu?"

"Ya sebenarnya rugi mbak. Jaraknya kan lumayan 10 km. Tapi ya kita harus tetap melayani masyarakat," jawab pak supir.

"Hmm betul juga ya pak," Jawabku.

"Trus mbaknya sendirian ke Belitung sini? Dari mana?" 

"Surabaya pak. Iya pak sendiri. Cuma 2 hari aja, besok udah pulang. Ini karena tiket pesawatku kesini gratis pak," jawab ane karena ga mau dikira terlalu sombong kok 2 hari doank disini wkwk.

"Wah keren ya mbak, nanti kunjungin A, B, C aja mbak," katanya sambil menjelaskan spot-spot yang wajib ane kunjungin selama di Pulau Belitung.

"Baik siap pak."

"Mbaknya nginap dimana? Nanti kita akan turunkan didepannya."

"Saya di Hotel Surya pak. Di dekat bundaran. Oya untuk tarifnya ini berapa ya pak?"

"Terserah aja mbak, dari mbaknya?"

'Lo, terserah? Bukannya ada tarif resminya ya?' kata ane dalam hati. 'Oh mungkin karena ane satu-satunya penumpang dan diantarkan langsung ke tujuan kali ya. Kasi berapa ya enaknya?' kata ane dalam hati.

Pemandangan jalan dari Bandara ke Kota Tanjung Pandan yang ane ambil dari google street view.

Pemandangan jalan dari Bandara ke Kota Tanjung Pandan yang ane ambil dari google street view.

Pemandangan jalan dari Bandara ke Kota Tanjung Pandan yang ane ambil dari google street view.

Jalanan Pulau Belitung yang sepi membuat waktu tempuh untuk jarak 15 km itu lumayan cepat. Sebelum turun ane membayar Rp 100.000 dan mengucapkan terimakasih.

Meskipun masih jam 10 si empunya hotel mengizinkan ane check in lebih cepat. Hotel ane berupa hotel sederhana dengan 2 twin bed, sebuah meja kecil, dan kamar mandi luar. Sudah lebih dari cukup buat ane istirahat, karena bagi ane murah gpp asalkan bersih. Toh sesuai dengan visi misi ane setelah membeli Sriwijaya Travel Pass, mau backpackeran keliling nusantara dengan dana seminim mungkin yang penting dapat pengalaman sebanyak mungkin. 


Sesaat kemudian motor sewaan ane diantarkan, sebuah scoopy berwarna biru. Ane sempet istirahat di kamar dan browsing apa saja yang kira-kira harus ane lakukan setelah ini. Karena jujur datang ini ane masih buta banget dengan Pulau Belitung. Setelah browsing singkat akhirnya ane menemukan beberapa spot yaitu Mie Atep (untuk makan mie bangka), Danau Kaolin dan Pantai Tanjung Tinggi/Tanjung Kelayang. Oke, target dikunci.

Tujuan pertama ane adalah Mi Atep Belitung yang cuma berjarak 350 meter dari Hotel Surya. Berdasarkan browsing ane, makanan ini, di lokasi ini yang selalu direkomendasikan blogger-blogger buat nyoba mie khas belitung. Dan rasanya emang enyaaak manis-manis gurih, disempurnakan dengan guyuran es teh di kerongkongan yang kering.


Puas makan mie belitung, ane set google map + headset dan mengarahkan motor ke tujuan selanjutnya, Danau Kaolin. Melewati pusat Kota Tanjung Pandan, keadaan cukup padat sebelum akhirnya jalan menjadi sepi tapi muluss luar biasa. Pemandangan kanan dan kiri didominasi oleh perkebunan sawit. Sekitar 45 menit berkendara, sampailah aku di titik yang dimaksud google maps, eh tapi kok ane sama sekali ga menjumpai tanda-tanda bahwa itu tempat wisata. Gak ada plang tiket masuk, gak ada papan plang penunjuk, bahkan ga terlihat adanya orang sama sekali. Ane hanya melihat beberapa orang penambangan yang lagi duduk-duduk.

Danau itupun hanya terlihat seperti danau bekas penambangan dengan genangan air berwarna biru. Warna biru yang disebabkan oleh reaksi antara kaolin dengan air hujan. Karena ane bingung harus ngapain ditempat itu, ane hanya menfotonya sekilas lalu beranjak ke tujuan selanjutnya, Pantai Tanjung Kelayang.

Pantai Tanjung Kelayang berada di sisi barat laut Pulau Belitung, dan dari Danau Kaolin ane harus kembali lagi ke Kota Tanjung Pandan kemudian ke arah utara, menempuh jarak selama 2 jam. Sampai Pantai Tanjung Kelayang sebenarnya ane pengen langsung foto-foto, namun bingung karena pantainya lumayan sepi dan gak ada yang bisa terlihat dimintain tolong (ane belum kenal teknologi tripod kali ya). Akhirnya ane meluncur dulu ke sebuah warung di tepi pantai dan memesan rajungan saos padang 1/2 kg seharga Rp 75.000 dan sebutir kelapa. Hitung-hitung menyenangkan diri dulu lah ya, melepas dahaga di siang terik ini. Sewaktu makan ini ane kembali berpikir, 'gimana ya caranya ane mendapatkan foto-foto yang bagus kalau jarang ada orang gini. Apa ane bayar 50rb buat orang foto-fotoin ane sebentar gitu ya?' pikiran yang langsung ane tepis karena ane malu hehehe. 

Btw sembari bingung, ane benar-benar menikmati sajian rajungan saos padang ini. Daging rajungannya masih fresh jadinya benar-benar berasa gurih dan manis. Beberapa saat makan, ane tersadar sesuatu,

'eh ladelah ini kan bulan puasa ya. Kok bisa ane sesantai ini makan rajungan sama minum es kelapa didepan warung. Harusnya ane makan didalam warung aja yah.'

Pemikiran itu membuat ane mempercepat makan karena nggak enak. Untungnya kondisi pantai lagi agak sepi juga.

Selesai makan, ane bergeser ke spot batu granit didepan sana. Karena apalah artinya mengunjungi Pulau Belitung tanpa berfoto-foto di batu granitnya yang terkenal itu. Ane jalan kaki kesana dan lagi-lagi menjumpai tempat itu sepi banget. Ane sempet duduk sebentar, memainkan kaki di air laut yang berwarna hijau muda. Sesaat kemudian ada sekelompok pemuda (sepertinya traveler juga) yang datang dan ane langsung gercep minta mereka menfotonan ane. Jadilah foto-foto dibawah ini, terimakasih gan. Ane bersyukur setidaknya udah ada foto-foto kenangan dengan batu ini.

Selanjutnya ane jalan keatas, melalui celah-celah diantara bebatuan tersebut. Ane terus mengingatkan diri untuk super hati-hati, jangan sampai terpeleset karena ane gak mau cidera karena kekonyolan ane sendiri. Sampai di puncak batu ane banyak menfoto pemandangan sebelum akhirnya turun ke bawah.

Selanjutnya ane masih menghabiskan waktu beberapa saat di Pantai Tanjung Kelayang ini sebelum memutuskan buat pulang kembali ke kota Tanjung Pandan karena hari sudah mulai sore. Ane sempet berhenti bungkus makan malam sebelum sampai hotel. 

Thank you myself for be brave to solo explore today. Besok targetku adalah menjelajah Belitung Timur, ke sekolah Laskar Pelangi