Life Only Once. Stop Thinking and Just Make It Work.

7.12.2024

Jogja, 16 Juli 2022: Teras Merapi

Hari ini ane ada keperluan ke Jogja, tepatnya ke Laboratorium Mekanika UII, mau masukkan sampel pasir dari Boyolali dan Sragen. Berangkat dari Solo siang banget, jam 12 baru otw wkwk. Ane ga inget kenapa kok berangkat sesiang ini, mungkin masih ada deadline kerjaan yang harus ane kerjakan pagi-siang itu. Ane berangkat dengan ibu dan keponakan ane.

Sekitar jam 12 siang setelah mengisi bensin akhirnya kita berangkat. Dan sekitar 1 jam kemudian sampai kawasan Candi Prambanan, dan ini merupakan rutinitas rutin ane dan keluarga setiap lewat kawasan ini yakni minum es dawet. Hehehe.. Disini banyak penjual es dawet prambanan yang terkenal itu. Kami minum diselingi cemilan tahu petis sumedang.


Selesai ngemil, kami melanjutkan perjalanan ke arah UII, yakni ke Laboratorium. Berbekal arahan dari google maps, sampailah ke tempat ini sekitar jam 2-an siang. Dan terjadilah tragedi ini wkwkwk...

Jadi ceritanya ane mau masuk UII, lewat gerbang otomatis itu kan yang dipencet terus keluar tiket masuk. Nah pas udah berhentiin mobil di dekat gerbang otomatis, tangan ane ga cukup untuk pencet tombol tiket. Jadilah tanpa melihat spion kanan/kiri/tengah ane langsung mundurin mobil. Dan masih ga sadar sampe ane diklaksonin keras banget di belakang. Eladalah.... ternyata ane ngundurin mobilnya orang! Aduhhh! Wkwkwk..

Ane segera keluar dan meminta maaf dengan si empunya mobil. Ane lihat sebenarnya mobil dia baik-baik aja, ga lecet, ga ada yang pecah, ga ada yang baret. Namun ada batas antar kap yang 'sedikit banget' terbuka, well, mungkin hanya 1 mm terbukanya. Karena dia mengisyaratkan tetep mau minta ganti rugi yaudah.. ane ambil tiket dulu dan parkir ke tempat lebih lapang dan menunggu dia.

Si empunya mobil ternyata mahasiswi UII, sebenarnya diskusi kita biasa aja. Ga ada yang marah, dan ane juga udah minta maaf baik-baik. Kita tukaran nomor HP dan si mbak akan mengabari ane nilai ganti ruginya setelah diskusi dengan orangtuanya. Namun si temennya mbak sepertinya ga puas kalau ga ada jaminan yang ditahan dari ane, jadilah SIM motor ane ditahan. Oh ya well, okelah... menurut ane fair juga. Dia kan ga kenal ane, gimana kalau ternyata ane setelahnya kabur dan ga mau bayar ganti rugi?

Setelahnya ane meluncur ke laboratorium dan memasukkan sampel. Semuanya berjalan lancar. Well, sebenarnya setelah peristiwa diatas ane sedikit kepikiran sih.. Gimana ya kalau nanti ganti ruginya dia minta banyak. Kan ane ga tau pasti tu karena ane ga ikut ke bengkelnya.. Tapi yaudah. Niat ane setelah ke lab adalah ngajak ibu dan keponakan ane jalan ke Gunung Merapi. Ane harus tetap bersemangat demi mereka.


Ibu ane agak panik karena peristiwa barusan dan ane berusaha menenangkan. Akhirnya untuk memecah kegalauan ane meluncurkan mobil ke arah Gunung Merapi, dimana tujuan kita adalah Teras Merapi. Teras Merapi ini semacam tempat wisata yang di dalamnya ada taman bermain, kolam renang, tempat camping, mini zoo dan sebagainya.

Disini kita sempet jajan bakmi jawa dan teh panas. Mantap banget di tengah suhu udara yang lumayan dingin, karena hari udah mulai sore. Keponakan ane terlihat senang banget main dengan hewan-hewan di mini zoo, dan setelah liat kolam renang sebenarnya pengen renang tapi udah kesorean jadi ane larang soalnya ntar malah kedinginan dan masuk angin. Kita menghabiskan waktu sekitar 1,5 jam disini.


Perjalanan ke Solo kita tempuh sekitar 1,5 jam. Sebelum pulang ane sempet ngajak ibu dan keponakan ane makan durian di Solo. Keponakan ane ini dulu ga suka banget durian, eh setelah ngerasain di mulut malah jadi ketagihan wkwkk.. Sekitar jam 10 malam kita akhirnya sampai rumah dan istirahat. Yah well itulah cerita hari ini. Ada peristiwa sedih karena 'ketidaksengajaan' ane mundurin mobilnya orang, ada peristiwa senang karena bisa ngajak mereka jalan-jalan. Semoga nanti next time bisa ngajak mereka jalan lagi ke tempat yang lain.

Mengubah Mobil Sedan (Kia Rio) menjadi Campervan

Ane copy paste jawaban ane dari Forum Quora dengan pertanyaan, "Apa yang harus dilakukan saat di kota orang dan tidak ada orang yang dikenal?"

Saya biasa melakukan roadtrip naik mobil sedan (Kia Rio), dan bagian kursi belakang sudah saya bongkar dan pasangi triplek (tebal 15 mm) supaya rata. Kemudian diatasnya dikasih kasur, sprei, bantal dan jadilah kamar minimalis hehe.. tidur begini paling enak dilakukan di area/tempat yang dingin.

Tips trik tidur dan memilih tempat tidur: Turunkan kaca jendela sedikit, kalau saya sekitar 2–3 cm di bawah batas talang air, Tidur di pom bensin 24 jam yang terdapat banyak supir-supir truk juga tidur disitu, tidur di rest area tol kalau udah ga kuat fokus karena ngantuk (sehingga kartu ane sering "travel expired" pas exit), tidur di area camping/area yang banyak penjual 24 jam. Kalau mau lebih privacy bisa dengan memasang penutup kaca yang banyak dijual di online shop.

Kalau tidur di tempat yang ga terlalu dingin ane juga pake kipas angin portable, sumber dayanya dari powerbank. Jadi tetap ada sirkulasi udara/ga sumpek. Kunci, HP, kacamataku, dan dompet ane pastikan selalu di tempat yang sama dan aman.

Bangun paginya langsung bawa baju ganti +handuk ditas, mandi di toilet umum. Sampe mobil lagi udah seger dan siap lanjutkan perjalanan. Terkadang kalau tempatnya memungkinkan (misal pas ga di area SPBU), ane juga keluarin kompor kecil dan bikin kopi /makanan ringan lainnya disamping mobil.



7.10.2024

Sadar Setiap Hari (SSH) 4 : Pikiran yang Dilatih

 Kesehatan adalah keuntungan yang paling besar; kepuasan adalah kekayaan yang paling berharga. Kepercayaan adalah saudara terbaik; nibbana adalah kebahagiaan tertinggi.

(Khuddakaya Nikaya; Dhammapada 204).


“Atana va sudantena, Natham Labari dullabham”

Artinya:

“Setelah dapat mengendalikan diri sendiri dengan baik, seseorang akan memperoleh perlindungan yang sungguh amat sukar dicari.”

Siapa yang bisa melindungi saudara, yang paling setia, yang tidak berkhianat, yang paling “save”/aman ? Yaitu PIKIRAN SAUDARA SENDIRI YANG SUDAH DILATIH. Karena itu dengan melatih diri sendiri, akan mendapat keuntungan yang sukar dicari yaitu pelindung yang setia.

7.09.2024

Sadar Setiap Hari (SSH) 3: Karaniya Metta Sutta - sebuah untaian yang indah

 Mettā Sutta atau Karaṇīya Mettā Sutta adalah sutta dalam Kanon Pali yang terdiri dari sepuluh ayat yang berisi tentang pujian terhadap sifat-sifat yang luhur dan pengembangan metta dengan meditasi. Sutta ini dapat dijumpai pada Suttanipata dan Khuddakapatha. Sutta ini pun termasuk bagian dari Paritta.

Keterangan:

1. Mettā dapat diartikan sebagai "cinta kasih", sebuah sifat yang dapat menghaluskan hati seseorang atau rasa persahabatan sejati. Mettā merupakan salah satu sifat dari Empat Keadaan Batin Luhur yaitu Cinta atau Cinta kasih (metta), Welas Asih (karuna), Turut berbahagia (mudita), Keseimbangan batin (upekkha). Mettā dirumuskan sebagai keinginan akan kebahagiaan semua makhluk tanpa terkecuali.

2. Paritta, yang biasanya diterjemahkan sebagai "perlindungan" atau "penjagaan," merujuk kepada tradisi agama Buddha yaitu kegiatan pembacaan ayat-ayat atau kitab-kitab suci tertentu yang bertujuan untuk menangkal kesialan, keburukan, dan mara bahaya


Isi dari Karaṇīya Mettā Sutta dalam Bahasa Indonesia yang bisa mulai diterapkan dalam kehidupan sehari-hari:


Inilah yang patut dikerjakan oleh ia yang tangkas dalam hal yang berguna, yang mengantar ke jalan kedamaian;

Sebagai orang yang cakap, jujur, tulus, mudah dinasehati, lemah lembut, tidak sombong

Merasa puas atas apa yang dimiliki, mudah dirawat, tiada repot, bersahaja hidupnya

Berindria tenang, penuh pertimbangan, sopan, tak melekat pada keluarga-keluarga

Tidak berbuat kesalahan walaupun kecil yang dapat dicela oleh Para Bijaksanawan

Senantiasa bersiaga dengan ujaran cinta kasih


"Semoga semua makhluk hidup berbahagia dan tenteram. Semoga semua makhluk hidup berbahagia."

Makhluk hidup apapun yang ada, yang goyah dan yang kokoh tanpa kecuali,

yang panjang atau yang besar, yang sedang, pendek, kecil, kurus ataupun gemuk

Yang tampak ataupun yang tak tampak, yang berada jauh ataupun dekat

Yang telah menjadi ataupun yang belum menjadi

Semoga semua makhluk hidup berbahagia


Tak sepatutnya yang satu menipu yang lainnya, tidak menghina siapapun dimanapun juga,

dan tidak selayaknya karena marah dan benci mengharap orang lain celaka

Sebagaimana seorang ibu mempertaruhkan jiwa melindungi putra tunggalnya

Demikianlah terhadap semua makhluk hidup, kembangkan pikiran cinta kasih tanpa batas

Cinta kasih terhadap makhluk di segenap alam, patut dikembangkannya tanpa batas dalam batin

Baik ke arah atas, bawah dan diantaranya, tidak sempit, tanpa kedengkian, tanpa permusuhan

Selagi berdiri, berjalan atau duduk, ataupun berbaring, sebelum terlelap

Sepatutnya ia memusatkan perhatian ini yang disebut sebagai "Berdiam dalam Brahma"

Ia yang mengembangkan metta, tak berpandangan salah, teguh dalam Sila dan Berpengetahuan Sempurna

dan melenyapkan kesenangan indria, tak akan lahir dalam rahim lagi


Berkat pernyataan kebenaran ini, semoga setiap saat Anda selamat sejahtera

Berkat pernyataan kebenaran ini, semoga setiap saat Anda selamat sejahtera

Sadar Setiap Hari (SSH) 2: Kebahagiaan dan Penderitaan Mempunyai Nilai yang Setara


Sumber Renungan: FB Renungan Kehidupan

Namo Buddhaya
Sebenarnya, kebahagiaan adalah penderitaan dalam penyamaran namun dalam bentuk halus yang Anda tidak lihat.
Bila Anda melekat pada kebahagiaan, sama halnya dengan melekat pada penderitaan, tetapi Anda tidak menyadari.
Ketika Anda berpegangan pada kebahagiaan, tidak mungkin membuang penderitaan yang melekat.
Keduanya tidak dapat dipisahkan.
Itulah yang diajarkan Sang Buddha pada kita untuk mengenal penderitaan, melihatnya seperti bahaya yang melekat pada kebahagiaan, melihat keduanya sepadan.
Jadi berhati-hatilah! Ketika kebahagiaan muncul, jangan terlena dan jangan terbawa perasaan.
Ketika penderitaan datang, jangan putus asa, jangan tenggelam di dalamnya.
Lihat, keduanya memiliki nilai yang setara.
~ Ajahn Chah ~
Tidak Ada Ajahn Chah - Perenungan
Penterjemah Abhayagiri Sumedho
Dhamma Citta

----------------------------------------

Dalam kehidupan ini, kita sering berusaha mencari kebahagiaan dan menghindari penderitaan. Namun, dalam ajaran Buddha, kebahagiaan dan penderitaan bukanlah dua hal yang terpisah, melainkan dua sisi dari satu koin yang tidak bisa dipisahkan. Seringkali, kebahagiaan yang kita cari sebenarnya adalah penderitaan yang tersembunyi dalam penyamaran yang lebih halus. Begitu kita melekat pada kebahagiaan, kita juga secara tidak sadar melekat pada penderitaan itu sendiri.

Mari kita jelajahi lebih dalam pemahaman ini berdasarkan ajaran Buddha.

1. Kebahagiaan adalah Penderitaan dalam Penyamaran

Ajaran Buddha mengajarkan bahwa kebahagiaan, meskipun tampak menyenangkan, pada dasarnya hanyalah penderitaan yang tersembunyi di balik penampilan yang menyenangkan. Ketika kita mencari kebahagiaan dari hal-hal eksternal—seperti harta, status, atau kesenangan—kebahagiaan yang kita rasakan itu bersifat sementara. Apa yang kita sebut sebagai kebahagiaan itu sebenarnya bersifat sementara dan rapuh. Semua hal yang kita anggap membahagiakan memiliki sifat yang tidak kekal (Anicca). Ketika kita melekat pada kebahagiaan yang bersifat sementara ini, kita menjadi rentan terhadap penderitaan, karena perubahan pasti terjadi.

Contoh sederhana adalah ketika kita merasa bahagia memiliki barang baru atau meraih pencapaian tertentu, namun kebahagiaan tersebut tidak bertahan lama. Lama kelamaan, rasa puas itu hilang dan muncul keinginan baru. Pada saat itulah kita baru menyadari bahwa kebahagiaan yang kita kejar ternyata membawa kita pada penderitaan baru: rasa tidak puas atau ketidakbahagiaan yang muncul setelah kebahagiaan itu hilang.

2. Meletakkan Diri pada Kebahagiaan Sama dengan Melekat pada Penderitaan

Salah satu ajaran inti dalam Dharma adalah konsep melekat atau attachment. Ketika kita melekat pada kebahagiaan—apapun itu bentuknya—kita sebenarnya sedang menumbuhkan benih penderitaan. Mengapa? Karena segala sesuatu yang bersifat duniawi adalah tidak kekal. Ketika kita terlalu melekat pada kebahagiaan yang kita alami, kita tidak siap menghadapi kenyataan bahwa kebahagiaan tersebut akan berubah atau hilang suatu saat nanti.

Perasaan ini menyebabkan kita merasa kecewa, marah, atau frustasi ketika kebahagiaan itu hilang. Oleh karena itu, dalam ajaran Buddha, kita diajarkan untuk tidak melekat pada kebahagiaan, tetapi untuk menyadari bahwa kebahagiaan tersebut adalah hasil dari kondisi tertentu yang bisa berubah. Ketika kita melekat pada kebahagiaan, kita juga secara tidak sadar mengikat diri pada penderitaan yang akan datang.

3. Kebahagiaan dan Penderitaan Tidak Dapat Dipisahkan

Buddha mengajarkan bahwa kebahagiaan dan penderitaan tidak dapat dipisahkan. Mereka adalah dua aspek dari kehidupan yang saling terkait. Ketika kita mengalami kebahagiaan, kita harus menyadari bahwa kebahagiaan itu adalah kondisi sementara, dan dalam proses pencarian kebahagiaan itu juga terkandung potensi penderitaan. Begitu juga, ketika kita mengalami penderitaan, kita perlu menyadari bahwa penderitaan itu juga bersifat sementara, dan dapat bertransformasi menjadi kebahagiaan ketika kita menerima dan menghadapinya dengan kebijaksanaan.

Penderitaan yang kita alami bisa menjadi pelajaran berharga yang mengarah pada kebahagiaan sejati, yaitu kedamaian batin yang tidak tergantung pada kondisi eksternal. Dalam ajaran Buddha, Dukkha (penderitaan) adalah salah satu aspek fundamental dari kehidupan, dan kebahagiaan yang sejati hanya dapat dicapai ketika kita memahami dan menerima penderitaan sebagai bagian dari perjalanan hidup.

4. Berhati-Hatilah dengan Kebahagiaan yang Muncul

Buddha mengingatkan kita untuk tidak terlena atau terbawa perasaan ketika kebahagiaan muncul. Keinginan untuk merasa bahagia seringkali mendorong kita untuk melakukan tindakan yang mungkin tidak bijaksana. Kita menjadi terperangkap dalam pencarian kebahagiaan eksternal yang berujung pada kekecewaan.

Ketika kebahagiaan datang, kita diajarkan untuk menikmati kebahagiaan itu dengan penuh kesadaran, tetapi juga dengan pengertian bahwa kebahagiaan tersebut tidak kekal. Dengan begitu, kita tidak akan terperangkap dalamnya, dan tidak akan merasa kehilangan saat kebahagiaan itu berubah atau hilang.

5. Tidak Terbawa Penderitaan

Sebaliknya, ketika penderitaan datang, Buddha mengajarkan kita untuk tidak tenggelam dalam keputusasaan atau rasa sakit yang mendalam. Penderitaan adalah bagian dari kehidupan yang tidak bisa kita hindari, tetapi kita bisa memilih bagaimana meresponsnya. Buddha mengajarkan kita untuk menghadapinya dengan ketenangan dan kebijaksanaan, dengan pemahaman bahwa penderitaan itu pun bersifat sementara. Dalam proses penerimaan, kita akan menemukan kedamaian batin dan kebahagiaan yang tidak tergantung pada keadaan eksternal.

Penderitaan memberikan kita kesempatan untuk tumbuh dan berkembang, untuk melatih kesabaran, ketabahan, dan welas asih. Saat kita menghadapinya dengan kesadaran, penderitaan tidak lagi menjadi beban yang berat, tetapi menjadi bagian dari proses kehidupan yang membantu kita mencapai kedamaian.

6. Kebahagiaan dan Penderitaan Seimbang

Buddha mengajarkan kita untuk melihat kebahagiaan dan penderitaan sebagai dua hal yang sepadan, keduanya saling melengkapi. Tidak ada satu pun yang lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lainnya. Keduanya adalah bagian dari hukum kehidupan yang saling terkait, dan untuk mencapai kebahagiaan yang sejati, kita perlu menerima kenyataan bahwa penderitaan dan kebahagiaan berjalan beriringan.

Dengan memahami hal ini, kita tidak akan terlalu terikat pada kebahagiaan yang sementara, dan kita juga tidak akan tenggelam dalam penderitaan yang datang. Kita akan lebih bijaksana dalam menghadapi segala kondisi kehidupan, karena kita menyadari bahwa keduanya, kebahagiaan dan penderitaan, memiliki nilai yang setara dan memberikan pelajaran berharga bagi kita.


Contoh Konkret dalam Kehidupan Sehari-Hari

Mari kita lihat contoh konkret dari ajaran Buddha ini dalam kehidupan sehari-hari, di mana kebahagiaan dan penderitaan seringkali datang beriringan dan kita perlu menghadapinya dengan bijaksana.

1. Kebahagiaan yang Tidak Kekal

Misalkan Anda mendapatkan promosi di tempat kerja, dan Anda merasa sangat bahagia. Kebahagiaan ini terasa menyenangkan, tetapi juga bersifat sementara. Beberapa minggu atau bulan setelah promosi, mungkin Anda mulai merasa stres dengan tanggung jawab baru atau menghadapi masalah yang sebelumnya tidak Anda alami. Kebahagiaan yang Anda rasakan sebelumnya kini tergantikan dengan stres atau kecemasan.

Dalam konteks ajaran Buddha, kebahagiaan yang Anda rasakan dari promosi tersebut adalah kebahagiaan yang tidak kekal. Jika Anda melekat terlalu lama pada kebahagiaan itu—terlalu berfokus pada pencapaian dan status—Anda akan merasakan penderitaan ketika kondisi berubah. Buddha mengajarkan kita untuk menikmati kebahagiaan tersebut dengan penuh kesadaran, tanpa terjebak dalam kebahagiaan itu sendiri, karena perubahan adalah hukum alam.

2. Meletakkan Diri pada Kebahagiaan = Melekat pada Penderitaan

Contoh lainnya bisa dilihat pada kebahagiaan yang datang dari hubungan personal, misalnya hubungan cinta atau persahabatan. Anda merasa bahagia dengan pasangan atau teman yang mendukung Anda. Tetapi jika Anda terlalu melekat pada hubungan tersebut, Anda akan sangat tergantung pada mereka untuk merasa bahagia. Ketika ada ketegangan atau masalah dalam hubungan itu, Anda merasa cemas atau marah.

Di sini, kebahagiaan yang Anda rasakan datang dengan ikatan atau attachment. Ketika hubungan tersebut mengalami masalah atau berakhir, Anda akan merasakan penderitaan yang mendalam, karena kebahagiaan Anda bergantung pada sesuatu yang bersifat sementara. Ajaran Buddha mengingatkan kita untuk tidak melekat pada hubungan atau kondisi eksternal sebagai sumber kebahagiaan yang utama, melainkan untuk melihat bahwa segala sesuatu, termasuk kebahagiaan dalam hubungan, bersifat sementara.

3. Kebahagiaan dan Penderitaan yang Berjalan Seiring: Sumber Daya yang Berbeda

Bayangkan Anda sedang berlibur ke tempat yang indah, menikmati pemandangan, makanan, dan suasana. Kebahagiaan datang begitu kuat, tetapi saat Anda pulang, Anda merasakan kesedihan dan keletihan karena kembali ke rutinitas yang penuh tekanan. Anda mulai merasa bahwa kebahagiaan liburan tersebut hanyalah ilusi sementara, karena kembali ke kehidupan sehari-hari yang penuh tantangan.

Namun, melalui ajaran Buddha, Anda diajarkan untuk melihat kebahagiaan dan penderitaan dalam liburan itu secara seimbang. Kebahagiaan yang Anda rasakan selama liburan adalah bagian dari pengalaman hidup yang harus dihargai, tetapi penderitaan yang datang setelahnya—seperti kelelahan atau tekanan pekerjaan—juga merupakan bagian dari kehidupan yang harus diterima. Keduanya memberi pelajaran, dan keduanya seharusnya tidak membuat kita terjebak dalam keinginan untuk selalu merasakan kebahagiaan atau menghindari penderitaan.

4. Menghadapi Penderitaan dengan Kesabaran: Ketika Kehilangan atau Kegagalan

Misalnya, Anda kehilangan orang yang Anda cintai atau menghadapi kegagalan besar dalam hidup, seperti kehilangan pekerjaan atau tidak berhasil mencapai tujuan besar. Rasa sakit dan penderitaan ini datang dengan kuat, tetapi ajaran Buddha mengajarkan kita untuk tidak tenggelam dalam kesedihan tersebut. Penderitaan adalah bagian dari kehidupan, dan kita tidak perlu menghindarinya.

Dengan pemahaman Buddha, kita diajarkan untuk melihat penderitaan itu sebagai bagian dari proses yang akan mengarah pada pemahaman yang lebih dalam tentang diri kita. Anda dapat merasakan kesedihan, tetapi juga menyadari bahwa penderitaan itu tidak akan bertahan selamanya. Ini adalah ajaran tentang ketidakkekalan (Anicca), yang mengingatkan kita bahwa perasaan negatif seperti kesedihan pun akan berlalu. Dengan cara ini, kita belajar untuk tidak tenggelam dalam penderitaan.

5. Kebahagiaan yang Ditemui dalam Penderitaan: Menemukan Kedamaian dalam Kesulitan

Suatu ketika Anda sedang mengalami kesulitan besar, seperti permasalahan keluarga atau penyakit yang serius. Meskipun keadaan ini terasa sangat menyakitkan, jika kita mampu menghadapi situasi tersebut dengan kesadaran, kita bisa menemukan kebahagiaan dalam bentuk kedamaian batin. Misalnya, selama masa sakit atau masa sulit, kita bisa berlatih untuk tetap tenang, memperkuat rasa welas asih pada diri sendiri dan orang lain, dan menerima kenyataan.

Ajaran Buddha mengingatkan kita bahwa dalam setiap penderitaan terdapat peluang untuk tumbuh dan berkembang. Dengan tidak terjebak dalam keinginan untuk menghindari penderitaan atau kebahagiaan sementara, kita bisa mencapai kedamaian batin yang lebih dalam. Kita mulai menyadari bahwa kedamaian sejati tidak datang dari kebahagiaan eksternal, tetapi dari kemampuan untuk tetap tenang dan penuh perhatian dalam setiap situasi, baik itu kebahagiaan maupun penderitaan.

6. Kebahagiaan dalam Memperoleh Barang Baru

Misalkan Anda membeli barang yang sudah lama Anda idam-idamkan, seperti ponsel baru atau kendaraan. Saat pertama kali memilikinya, Anda merasa sangat bahagia dan puas. Kebahagiaan ini datang dari memiliki sesuatu yang baru, sesuatu yang Anda inginkan. Namun, seiring waktu, barang tersebut mulai kehilangan daya tariknya. Ponsel baru yang awalnya sangat menyenangkan, akhirnya menjadi benda yang biasa saja, dan Anda mulai menginginkan barang baru lainnya.

Di sini, kebahagiaan yang Anda rasakan dari barang baru tersebut adalah bentuk kebahagiaan yang sementara. Ketika Anda melekat pada kebahagiaan ini—terlalu bergantung pada kepemilikan barang untuk merasa bahagia— Anda akan merasakan penderitaan ketika kebahagiaan tersebut memudar. Ajaran Buddha mengajarkan kita untuk menikmati kebahagiaan dalam memiliki barang, tetapi juga untuk tidak terjebak dalam keinginan untuk terus memiliki lebih banyak, karena ini akan mengarah pada penderitaan.

7. Kebahagiaan dalam Pencapaian Pribadi

Bayangkan Anda berhasil mencapai suatu pencapaian besar dalam hidup, seperti lulus ujian atau mencapai target pribadi. Anda merasa sangat bangga dan bahagia atas pencapaian tersebut. Namun, beberapa waktu setelahnya, kebahagiaan itu mulai hilang. Anda mulai merasa bahwa pencapaian itu tidak lagi memuaskan, atau Anda malah merasa tekanan untuk mencapai lebih banyak lagi. Kebahagiaan itu berubah menjadi kecemasan tentang apa yang berikutnya, atau rasa takut gagal lagi.

Dalam konteks ajaran Buddha, kebahagiaan dari pencapaian ini adalah bentuk kebahagiaan yang bergantung pada hasil, yang pada akhirnya tidak kekal. Saat Anda melekat pada pencapaian tersebut, Anda bisa merasakan penderitaan saat hal itu mulai pudar. Buddha mengajarkan kita untuk menikmati pencapaian, tetapi tidak mengandalkan kebahagiaan pada hasil-hasil eksternal, karena itu akan selalu berubah dan meninggalkan rasa kosong.

8. Kebahagiaan dalam Kehidupan Sosial dan Interaksi

Salah satu contoh lainnya adalah kebahagiaan yang datang dari berinteraksi dengan teman-teman atau keluarga. Misalnya, Anda menikmati waktu bersama teman-teman dalam acara kumpul-kumpul yang menyenangkan. Anda merasa bahagia karena mendapatkan dukungan dan perhatian dari orang-orang di sekitar Anda. Namun, jika Anda terlalu bergantung pada orang lain untuk merasa bahagia, Anda bisa merasa kesepian atau kecewa ketika hubungan tersebut mengalami ketegangan atau perubahan.

Kebahagiaan ini bergantung pada hubungan sosial, dan seringkali kita melekat padanya. Ajaran Buddha mengajarkan kita untuk menikmati kebahagiaan yang datang dari hubungan, tetapi juga untuk menyadari bahwa hubungan itu bisa berubah. Ketika kita terlalu bergantung pada kebahagiaan dari orang lain, kita akan merasakan penderitaan saat hubungan itu tidak berjalan sesuai harapan.

9. Kebahagiaan dari Aktivitas yang Membawa Kepuasan Pribadi

Misalnya, Anda menikmati berolahraga, seperti berlari atau berenang. Aktivitas fisik ini memberikan kebahagiaan karena tubuh merasa lebih sehat dan pikiran terasa segar. Namun, seiring waktu, mungkin Anda mulai merasa tertekan untuk berolahraga lebih sering atau lebih lama agar tetap merasa bahagia. Pada titik tertentu, kebahagiaan yang berasal dari aktivitas fisik ini bisa berubah menjadi rasa kewajiban, bahkan bisa menyebabkan rasa sakit atau kelelahan, yang berujung pada penderitaan.

Buddha mengajarkan kita untuk menikmati kebahagiaan yang datang dari aktivitas fisik atau hobi, tetapi juga untuk tidak terjebak dalam kebutuhan untuk melakukannya secara berlebihan atau merasa tidak bahagia jika kita tidak bisa melakukannya. Seperti halnya kebahagiaan lainnya, kebahagiaan dari aktivitas fisik pun bersifat sementara dan bergantung pada keadaan tubuh dan pikiran kita.

10. Kebahagiaan dalam Kehidupan Keluarga

Dalam banyak kasus, kebahagiaan datang dari hubungan dengan keluarga—misalnya, merasa bangga dengan anak-anak atau mendukung pasangan dalam hidup mereka. Ini adalah kebahagiaan yang sangat kuat, namun terkadang datang dengan penderitaan. Misalnya, kebahagiaan dari melihat anak-anak tumbuh dengan baik bisa berubah menjadi kecemasan atau rasa takut ketika mereka menghadapi tantangan atau kesulitan dalam hidup. Ketika seseorang yang kita cintai menghadapi penderitaan, kita juga merasa terpengaruh oleh penderitaan tersebut.

Ajaran Buddha mengajarkan kita untuk menghargai kebahagiaan yang datang dari keluarga, tetapi juga untuk menyadari bahwa setiap individu memiliki perjalanan mereka sendiri dan bahwa kita tidak dapat mengendalikan segala sesuatu yang terjadi pada mereka. Ketika kita melepaskan keterikatan yang berlebihan pada kebahagiaan yang datang dari orang lain, kita bisa menerima bahwa penderitaan dan kebahagiaan keduanya adalah bagian dari perjalanan hidup yang saling terkait.

11. Kebahagiaan yang Tercipta dari Pencapaian Spiritual

Seseorang yang berlatih meditasi atau mencari pencerahan spiritual mungkin merasa kebahagiaan dalam ketenangan batin dan kedamaian. Namun, seperti halnya kebahagiaan duniawi, kebahagiaan spiritual ini pun bisa membawa kita pada bentuk penderitaan baru, seperti rasa superioritas atau keinginan untuk menggapai tingkat pencerahan yang lebih tinggi. Kita bisa terjebak dalam keinginan untuk mencapai tujuan spiritual tertentu, yang pada akhirnya membawa rasa frustrasi jika kita merasa belum mencapainya.

Buddha mengajarkan kita untuk menikmati kedamaian yang datang dari praktik spiritual, tetapi juga untuk tidak melekat pada tujuan tersebut. Kebahagiaan spiritual yang sejati datang ketika kita dapat menerima diri kita sepenuhnya, tanpa merasa terpaksa untuk mencapai sesuatu atau terjebak dalam rasa ingin menjadi lebih baik dari yang lain.

SADAR SETIAP HARI...

7.08.2024

Surabaya, 3 Agustus 2022 : Ayam Kalasan dan Tambal Gigi

Surabaya, 3 Agustus 2022
Periode ini aku masih tinggal di Perumahan WS, Surabaya dengan kucing-kucingku

Hari ini bermula ban motor ane bocor karena beberapa hari jarang dipakai. Ane segera membawanya ke tambal ban di pom bensin, untungnya cukup cepat karena sudah ban tubeless.

Selesai nambal, sekitar jam 1 siang ane memutuskan pergi ke Superindo untuk membeli daging ayam mentah dan bumbu Bamboe "Ayam Kalasan". Kok rasanya lagi pengen banget makan ayam goreng kalasan. Ane emang suka dengan rasa manis dan tidak membosankan dari ayam goreng kalasan. Supaya ga ribet-ribet nyambel, ane juga beli sambal bawang kemasan. 
Karena masih punya stok sayuran dan sambel pecel di kulkas, ane juga membuat pecel untuk sayurannya. Setelah semua selesai diolah, makan siang dengan mantaap. Btw itu kok banyak banget gosong-gosongnya ya.. wkwk.. jujur ane agak paranoid dengan karbon-karbon sisa bakaran begini.
Selesai makan ane istirahat dan melanjutkan kerja sebelum jam 4 sore meluncur ke dokter gigi langganan di area Jalan Tidar. Ane mau nambal gigi depan karena lagi-lagi tambalan sebelumnya copot. Yah ane paling ga PD kalau pas tambalan gigi depan copot😁😁, dan paling kesel kalau copot karena artinya bakal ngeluarin biaya lagi. 

Sore itu ga terlalu ngantri dan pengerjaan penambalan dilakukan dengan cepat. Karena itu tambalan gigi depan, artinya perlu dilakukan dengan super rapi dan estetik, dokternya sudah mention bahwa biayanya bakal agak lebih mahal dari nambal biasa. Dan selanjutnya dia bilang bahwa penambalan ini cukup rapuh, karena posisi patahnya gigi ane itu udah sampe agak dalem. Huft.. ane dipeseni gigi yang udah ditambal ini jangan dipake untuk makan dengan posisi menarik sate, menggigit apel, ataupun makanan keras lainnya. Dan setelah selesai ane habis 600rb 😅. Hikz.. semoga awet.
Selesai urusan Drg akhirnya ane sempet mampir supermarket sebentar untuk beli beberapa keperluan dan jajan empek-empek. Setelahnya aktivitasku kerja, memberi makan kucing-kucing dan tidur. Ane tidur cepat malam itu karena besok pagi-pagi harus naik kereta Dhoho Penataran. Salah satu klien ane ngajak ketemuan di Trenggalek. Semoga ane tidur nyenyak malam ini.