PART Sebelumnya : Disini
Kota Ende, 2 Juni 2018
Jam menunjukkan pukul 02.30 WITA saat ane dibangunkan Fuad dan diminta segera bersiap-siap untuk melakukan perjalanan ke Danau Kelimutu. Huahhh... Ane masih ngantuk-ngantuknya padahal, kemudian membayangkan harus naik motor selama 3-4 jam menembus dinginnya Jalan Trans Flores. Jujur pas itu ane sempet mager banget dan malah pengen ngebatalin 😁🤣🤣. Tapi karena nggak enak sama Imam dan Fuad jadi ane teruskan aja dengan sangat malas😁.
Ane segera bersih-bersih di kamar mandi dan menyiapkan semua perbekalan ane. Tas ane bawa semua karena setelah berangkat ini ane ga akan balik ke rumah Fuad lagi. Dari Danau Kelimutu, ane akan langsung lanjut ke Kota Maumere karena pesawat ane balik Surabaya akan terbang dari sana. Sewaktu siap-siap inilah ternyata ane baru tau kalau Fuad sama sekali belum tidur dari malam. Buset nggak tidur dan mau langsung motoran ke Kelimutu. Moga aja dia kuat ya, eh tapi mungkin udah biasa juga.
Selesai persiapan akhirnya kita mulai jalan jam 03.15 pagi. Ane lihat Fuad sempat membawa pisau kecil dan dimasukkan ke jok motor. Mungkin untuk alat pengamanan diri kali melintasi Jalan Trans Flores di pagi hari kali ya, secara jalannya pasti bakal sepi banget. Ane sendiri ga komentar apa-apa dan ngikut aja.
Eh baru 10 menit berjalan meninggalkan Kota Ende, tiba-tiba ban motor Fuad bocor wkwkw... Dengan segera dia langsung telfon Naff, temannya, untuk tukar motor. Untungnya meskipun di pagi buta, Naff merespon dengan cepat dengan ga menunggu lama membawa motornya ke lokasi kami untuk ditukar motornya. Sebenarnya ane trus kasian sama Naff, pagi-pagi buta kudu motoran balik dengan kondisi ban kempes. Dalam hati ane bener-bener salud dengan persahabatan mereka yang kompak banget dan bener-bener saling ada saat yang satu membutuhkan.
Perjalanan kita berlanjut, dan sialnya, Fuad cuma punya helm 1 aja. Jadilah ane memakai kerudung jaket untuk menutup kepala ane. Perjalanan awalnya berlangsung dengan aman, dimana cuaca belum terlalu dingin karena masih di area dataran rendah. Namun semakin ke timur dan semakin naik di area perbukitan, cuaca menjadi semakin dinginnn🥲🥲. Sebenarnya selain untuk faktor keamanan, ane berharap jika ada helm dengan cover akan sedikit mengurangi hempasan angin dingin yang langsung mengenai wajah ane.. brrrrr.... Jadilah di sepanjang jalan ane bener-bener merapatkan kerudung jaket ane dan memegangnya di area mulut. Ane bener-bener ga kuat meskipun hanya melepasnya sebentar aja karena benar-benar hempasan anginnya ke wajah sekencang dan sedingin itu.....🥶🥶🥶🥶.
Kelak-kelok jalur Kota Ende - Danau Kelimutu. Kalau tidak hujan dan sedang tidak ada perbaikan jalan, hanya dibutuhkan 1,5 jam perjalanan.
Fuad beberapa kali memastikan apakah ane baik-baik aja di belakang, dan meminta ane untuk bilang kalau pengen istirahat. Ane bilang lanjut aja terus karena ane masih merasa sanggup. Sampai akhirnya sekitar jam 5 pagi tiba-tiba gerimis mulai datang.
"Wah kita neduh dulu aja ya," kata Fuad.
Ane mengiyakan karena ga mungkin kita jalan dengan kondisi hujan. Nggak hujan aja dingin ditambah hujan lagi. Malah sakit ntar yang ada. Akhirnya Fuad memberhentikan motor di depan sebuah rumah yang masih tertutup rapat. Hujan semakin bertambah deras. Saat itulah ane merasakan ngantuk yang amat sangat sehingga sempat menelungkupkan kepala diatas tangan dan mencoba tidur yang tidak sukses.
Hujan bulan Juni terus mengguyur di area tersebut - Wologai - dan tak terasa langit telah berubah menjadi terang. Rumah tempat kami berteduh ternyata berupa sebuah warung makan dan jajanan. Karena perut sudah keroncongan, kami sekalian sarapan dan minum teh panas disitu. Paling tidak sedikit memberi energi bagi tubuh yang kedinginan sejak pagi ini.
Selesai sarapan, menunggu sejenak, langit akhirnya berbaik hati menghentikan hujan. Fuad segera mengajak ane untuk tancap gas lagi. Well sebenarnya tujuan berangkat jam 3 pagi itu untuk mengejar sunrise di Danau Kelimutu. Tapi yaa beginilah realitanya, alam memang kadang tidak bisa diajak berkompromi.
Jalan yang kami tempuh semakin tinggi dan berkelak-kelok. Itu hal yang wajar karena Danau Kelimutu itu sejatinya merupakan puncak gunung. Jalanan yang kami lewati sebagian besar masih ada perbaikan/pelebaran jalan, sehingga ditambah guyuran hujan tadi pagi menjadi sangat becek dan licin. Sekitar jam 8 pagi, di tengah deru motor Fuad menaiki jalan curam, tiba-tiba gerimis dan hujan datang lagi. Oh my Lordddd.....😪😪😪😪.
Karena ane posisi membawa laptop, Fuad mengusulkan untuk menepi dan berteduh dulu di gubuk tempat istirahat para pekerja perbaikan jalan. Kebetulan disitu ada beberapa pekerja yang sedang berteduh juga. Jadi disitu kita bercerita-cerita sampai akhirnya ane ketiduran lagi.
Hujan akhirnya berhenti dan Fuad segera mengajak ane melanjutkan perjalanan lagi. Tapi karena takut tiba-tiba deras lagi, Fuad ngusulin supaya ane nitipkan laptop di salah satu tenaga kerja perbaikan jalan yang katanya dia kenal. Oh ya ane tidak masalah karena ane percaya sama Fuad. Toh ane jadi nggak bawa beban berat juga karena katanya sampai area parkiran Danau Kelimutu, kita masih harus jalan/trakking sekitar setengah jam untuk sampai puncak.
Menempuh sekitar 45 menit perjalanan, akhirnyaaaaa sampailah kita di area parkiran wisata Danau Kelimutu jam 9 pagi. Oh My Lorddd...setelah perjuangan selama total 6 jam! Disitu ane sama Fuad sempat istirahat beli kopi/teh di warung dekat tiket masuk, kemudian ane membeli tiket masuk Rp 25.000/orang untuk kita berdua.
Gerbang selamat datang Danau Kelimutu (sumber: google foto)
Akhirnya sampai juga di area parkir Danau Kelimutu
Untuk melihat keindahan Danau Kelimutu, dari loket masuk kita harus trecking kurang lebih 30 menit. Akses trackingnya sudah dipaving dan menurut ane tidak terlalu melelahkan. Sesaat kemudian ane dan Fuad telah sampai di danau pertama yang paling dekat dengan akses jalan masuk, dinamakan Tiwu Ata Polo. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Tiwu Ata Polo merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang yang telah meninggal dan selama ia hidup selalu melakukan kejahatan/tenung. Juni 2018, airnya berwarna biru tosca.
Tiwu Nuwa Muri Koo Fai (didepanku persis) dan Tiwu Ata Polo (danau yang agak lebih jauh). Juni 2018 keduanya berwarna biru tosca.
Wuahhh pemandangannya menurut ane bener-bener memang luar biasa. Apalagi ane diberi bonus cuaca yang cerah. Birunya air danau, dipercantik dengan tumbuhan hijau di sekitarnya... Yuhhh pemandangan yang ane ga liat tiap hari! Ane bersyukur banget bisa kesini setelah sekian lama.
Puas berfoto, ane sama Fuad geser ke danau selanjutnya di sebelah utaranya yakni Tiwu Nuwa Muri Koo Fai", yang oleh masyarakat sekitar dipercaya merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa muda-mudi yang telah meninggal. Juni 2018, airnya juga berwarna biru tosca hanya sedikit lebih terang dari Tiwu Ata Polo.
Kemudian jalan sedikit ke arah barat kita sampai di danau ketiga, yaitu Tiwu Ata Mbupu", yang oleh masyarakat sekitar dipercaya merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang tua yang telah meninggal. Juni 2018, airnya berwarna juga berwarna biru.
. Fuad juga sempet ngajak ane trekking lebih jauh ke sisi danau yang lain, dimana itu seharusnya ga boleh karena melanggar batas. Tapi ya sekut aja hehehe.. sebenarnya masih ada sisi danau yang lebih tinggi lagi, jadi bisa dapat sudut pandang yang lebih luas. Tapi karena ane udah mager trekking lagi keatas, akhirnya ane bilang Fuad cukup aja😁😁.
Setelahnya kita turun ke bawah, dan ane sempet mampir ke tempat pesinggarahan Belanda. Ini hanya sisa-sisa bangunan gitu sih, mungkin dulu tempat para tentara/orang Belanda singgah/istirahat.
Akhirnya berakhilah petualangan ane menjelajah Danau Kelimutu. Dalam hati ane bener-bener bahagia salah satu tempat yang menjadi bucket list ane ini akhirnya bisa ane kunjungi juga. Udah lama banget ane pengen kesini, tepatnya sejak 2013, dan tercapai di 2018. Terimakasih Sriwijaya Air, dan Terimakasih Fuad udah ngantarin ane kesini!
PART Setelahnya : Disini
0 comments:
Posting Komentar