Life Only Once. Stop Thinking and Just Make It Work.

12.21.2024

[1] Sawadee Malaysia : Melintasi Lorong Waktu di Penang: Jejak Old China dan Keberagaman Budaya

Penang, 29 Januari 2012

Kami tiba di Pulau Pinang sekitar pukul 1 siang. Perjalanan menuju pulau ini menurut ane cukup menarik karena beberapa saat sebelum sampai, travel yang kami naiki sempat melintasi jembatan tengah laut yang menghubungkan daratan utama Malaysia dengan Pulau Pinang. Jembatan ini memberikan pemandangan horizon yang luas: birunya laut yang membentang, kapal-kapal yang berlayar, dan langit cerah yang terasa menyatu dengan horizon. Kalau di Indonesia, mungkin seperti Jembatan Suramadu yang menghubungkan Jawa dan Madura. Hanya jalan diatas jembatan lebih lebar disini.

Begitu sampai di Penang, kami segera turun dari van dan mencari penginapan. Setelah berjalan beberapa saat, kami menemukan tempat yang nyaman untuk bermalam dan langsung meletakkan tas kami. Waktunya mengeksplorasi! Ane cukup semangat eksplor karena ini pertama kalinya menginjakkan kaki di Malaysia. 

Dari penginapan kami berjalan ke Lorong Seck Chuan, sebuah jalan kecil yang bisa dibilang kaya akan sejarah. Lorong ini dulunya adalah bagian dari pusat perdagangan aktif pada masa kolonial. Suasana di sini sangat unik, dengan bangunan tua yang berjejer rapat, sebagian besar masih mempertahankan arsitektur aslinya. Kami berjalan kaki sembari mengamati pintu-pintu kayu klasik, jendela berjeruji besi, dan mural-mural seni modern yang menghiasi beberapa temboknya. 

Dari Lorong Seck Chuan, kami melanjutkan perjalanan ke sebuah masjid yang menjadi salah satu simbol harmoni budaya di Penang. Masjid ini berada di tengah kawasan yang masih terasa nuansa Old China, dengan toko-toko obat tradisional dan kedai teh yang mempertahankan keasliannya. Suasana ini menunjukkan betapa beragamnya budaya yang berbaur di Penang.

Tak jauh dari sana, kami tiba di kuil Buddha kecil yang dipenuhi dengan lentera merah dan patung-patung dewa. Di sekitar kuil, suasana terasa tenang meski terletak di kawasan yang cukup ramai. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan ke Thaipusam Hindu Temple, sebuah kuil Hindu dengan arsitektur megah dan warna-warna mencolok yang memanjakan mata.

Lelah setelah berjalan kaki, kami akhirnya berhenti untuk makan siang. Pilihan kami jatuh pada sebuah kedai lokal yang terkenal dengan hidangan nasi kari ayam. Rasanya sungguh lezat—kuah kari yang kaya rempah berpadu sempurna dengan ayam yang empuk dan nasi hangat. Makan siang ini menjadi penutup sempurna untuk eksplorasi hari pertama kami di Penang.

Setelah makan siang, kami melanjutkan perjalanan ke lorong yang dipenuhi mural-mural artistik. Lorong ini adalah salah satu atraksi terkenal di Penang, menampilkan seni jalanan yang menceritakan kehidupan masyarakat lokal. Beberapa mural menggambarkan anak-anak bermain, pedagang tua, atau adegan kehidupan sehari-hari. Karya-karya ini memberikan kehidupan baru pada bangunan-bangunan tua di sekitarnya, menciptakan perpaduan antara tradisi dan modernitas.

Dari lorong mural, kami berjalan menuju Dewan Sri Pinang, sebuah bangunan bersejarah yang kini sering digunakan untuk acara seni dan budaya. Arsitekturnya yang megah menjadi latar yang sempurna untuk foto.

Kemudian, kami tiba di Town Hall Penang, sebuah bangunan megah bergaya arsitektur kolonial yang merupakan salah satu landmark penting di George Town. Dibangun pada tahun 1880, Town Hall ini awalnya berfungsi sebagai pusat administrasi kolonial Inggris. Kini, bangunan ini difungsikan sebagai tempat acara-acara resmi, pameran, dan konser. Keindahan arsitekturnya yang masih terawat dengan baik menunjukkan dedikasi kota ini untuk melestarikan warisan budaya.

Di seberang Town Hall, kami menemukan Esplanade Penang, yang juga dikenal sebagai Padang Kota Lama. Kawasan ini merupakan ruang terbuka hijau yang sudah ada sejak era kolonial. Pada masa itu, Esplanade digunakan sebagai tempat parade militer dan acara-acara besar. Kini, area ini menjadi tempat favorit warga lokal dan wisatawan untuk bersantai, terutama karena lokasinya yang berada tepat di tepi laut.

Pemandangan laut dari Esplanade sangat memukau. Kami duduk di bangku taman, menikmati angin sepoi-sepoi sambil memandangi kapal-kapal yang berlayar di kejauhan. Suara ombak yang tenang berpadu dengan aktivitas warga lokal yang jogging atau bercengkerama bersama keluarga. Cahaya matahari sore yang memantul di permukaan air laut menambah kesan magis pada tempat ini. 

Dari Esplanade Penang, kami melanjutkan perjalanan ke Padang Kota Lama, sebuah taman yang terletak di tengah-tengah area George Town yang bersejarah. Taman ini merupakan salah satu ruang hijau penting di Penang dan sering dijadikan tempat berkumpul bagi warga lokal maupun wisatawan. Padang Kota Lama memiliki fungsi ganda: sebagai ruang rekreasi dan lokasi untuk berbagai acara umum, seperti konser, pasar malam, atau festival budaya.

Saat kami tiba, taman ini tampak hidup dengan berbagai aktivitas. Di salah satu sudut, beberapa anak kecil bermain bola sambil tertawa riang, sementara di sisi lain terlihat pasangan-pasangan yang duduk di bangku taman di bawah pohon besar yang rindang. Jalan setapak di taman dipenuhi orang-orang yang berjalan santai atau jogging. Beberapa penjual es krim keliling menambah suasana santai sore itu. Kami memutuskan untuk duduk sejenak di atas rumput sambil menikmati pemandangan di sekitar, dengan latar belakang bangunan-bangunan kolonial yang megah.

Setelah menikmati suasana Padang Kota Lama, kami melanjutkan langkah ke Fort Cornwallis, yang hanya berjarak beberapa menit berjalan kaki dari taman. Ketika kami mendekati pintu masuk Fort Cornwallis, dinding batu yang kokoh langsung menarik perhatian kami. Benteng ini adalah salah satu situs sejarah paling penting di Penang. Dibangun pada tahun 1786 oleh Kapten Francis Light, Fort Cornwallis awalnya dirancang sebagai benteng pertahanan untuk melindungi George Town dari ancaman serangan musuh, terutama dari bangsa Belanda dan Perancis. Meski benteng ini tidak pernah digunakan untuk pertempuran, ia tetap menjadi simbol penting dari masa kolonial Inggris di Asia Tenggara.

Kami memasuki benteng melalui gerbang kayu besar, dan suasana di dalam langsung membawa kami kembali ke masa lalu. Area benteng ini cukup luas, dengan sisa-sisa struktur tua seperti gudang amunisi, penjara kecil, dan kapel. Beberapa meriam tua masih berdiri kokoh di atas tembok, menghadap ke laut, seolah bersiap menghadapi ancaman yang tak pernah datang. Salah satu meriam yang terkenal di sini adalah Meriam Seri Rambai, yang konon memiliki mitos membawa keberuntungan bagi pasangan yang berdoa di dekatnya.

Saat berjalan-jalan di dalam benteng, kami melihat berbagai panel informasi yang menceritakan sejarahnya, lengkap dengan foto-foto lama dan peta zaman kolonial. Ada juga menara pengawas kecil di salah satu sudut, dari mana kami bisa menikmati pemandangan indah ke arah laut dan George Town.

Sore itu, suasana di Fort Cornwallis terasa damai. Hanya ada beberapa pengunjung lain selain kami, sehingga kami bisa menjelajah dengan leluasa. Angin laut yang sepoi-sepoi membuat udara terasa sejuk, meskipun matahari masih bersinar terang. Kami mengambil beberapa foto, mencoba membayangkan bagaimana rasanya menjadi seorang tentara Inggris yang berjaga di benteng ini berabad-abad lalu.

Setelah puas menjelajahi Fort Cornwallis, kami memutuskan untuk keluar dan berjalan kembali menuju pusat kota, di mana lampu-lampu jalan mulai menyala, menciptakan suasana malam yang penuh kehangatan. Penang memang kota yang penuh cerita dan selalu ada hal menarik di setiap sudutnya.

Dalam perjalanan pulang menuju penginapan, langkah kami terhenti oleh suara tabuhan drum, dentuman simbal, dan sorakan riuh dari kejauhan. Saat berjalan lebih dekat, kami melihat rombongan barongsai yang tengah beraksi di sebuah persimpangan jalan. Rupanya, kami beruntung bisa menyaksikan salah satu atraksi budaya khas yang sangat meriah, apalagi saat itu mendekati perayaan Imlek.

Rombongan barongsai tersebut terdiri dari beberapa kelompok, masing-masing membawa barongsai berwarna-warni. Ada barongsai berwarna merah menyala yang melambangkan keberuntungan, kuning keemasan sebagai simbol kemakmuran, dan hijau cerah yang mewakili harapan. Tidak ketinggalan, barongsai biru yang melambangkan harmoni dan ketenangan. Kostum-kostum mereka sangat mencolok dengan detail yang indah, dihiasi bulu-bulu halus di sekeliling kepala dan ekor, serta pola-pola bersulam yang memancarkan kilauan saat terkena cahaya.

Rombongan barongsai itu ternyata tidak hanya berhenti di satu tempat, tetapi membentuk arak-arakan yang bergerak sepanjang jalanan Kota Penang. Suasana semakin semarak dengan iring-iringan pemain drum dan gong yang terus menabuh ritme dinamis, mengiringi setiap langkah barongsai yang menari-nari di jalanan. Di depan arak-arakan, ada pembawa bendera besar berwarna merah keemasan dengan tulisan Tionghoa yang mengalir megah tertiup angin.

Para pemain barongsai menampilkan gerakan yang lincah dan penuh energi, mengikuti irama tabuhan drum dan suara gong yang bertalu-talu. Penonton yang berkumpul di sekeliling memberikan semangat dengan tepuk tangan dan sorakan setiap kali barongsai melompat-lompat atau membuat gerakan akrobatik. Beberapa anak kecil terlihat sangat antusias, bahkan ada yang berusaha menyentuh kepala barongsai dengan harapan mendapatkan keberuntungan.

Di antara rombongan itu, ada juga para pengiring yang membawa lampion merah besar, menambah suasana semarak malam itu. Pedagang kaki lima di sepanjang jalan pun tampak sibuk melayani pembeli, menjual makanan ringan khas seperti kue keranjang, bakpao, dan permen kapas. Aroma makanan bercampur dengan suasana riuh, menciptakan kombinasi yang menyenangkan bagi semua indra.

Kami memutuskan untuk berhenti sejenak, ikut menikmati pertunjukan tersebut. Rasa lelah setelah seharian menjelajahi Penang seolah hilang dalam suasana yang penuh keceriaan ini. Meski malam mulai larut, semangat rombongan barongsai dan para penonton tak surut.

Setelah pertunjukan selesai, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju penginapan dengan senyum lebar dan hati yang hangat. Malam itu terasa seperti penutup sempurna untuk hari yang penuh petualangan di Penang. Semangat dan keramaian yang kami saksikan seakan menjadi pengingat akan keindahan budaya dan tradisi yang tetap hidup di tengah modernitas kota ini.

[Part 3] Cam On Vietnam : Transit Hari Kedua dan Finnaly Mendarat di Ho Chi Minh City

Semalam ane sampai hotel Spacepod@Lavender sekitar jam 23.30, dan setelah bersih-bersih sejenak ane bersiap tidur. Ane yakin malam ini akan bisa tidur nyenyak karena hari ini lumayan capek jalan kaki berkilo-kilo meter kan. Eehh... Nyatanyaaa... Jam bergerak dari jam 1, jam 2, jam 3 bahkan sampai jam 4 ane belum bisa tidur.... Ahhhh menyebalkan banget! Mana udah bayar kamar mahal lagi 700k/malam, dan besok ane masih butuh tenaga ektra untuk lanjut menjelajah Singapore lagi, ehh malah ga iso tidur!

Ane akhirnya baru terlelap sekitar jam 04.30, dan kemudian terbangun jam 07.30 dengan mood yang agak buruk khas orang kurang tidur. Tapi yaudahlah.. ane harus menerima keadaan, berusaha mengumpulkan mood baik dan kemudian mendorong badan untuk bangun dan segera mandi air panas supaya agak segeran. 'Yang penting udah tidur... Udah deep sleep, biarpun cuma 3 jam. Hari ini ane akan bersemangat!' itulah yang ane tanamkan ke mindset hari ini.

Hari ini jadwal penerbangan ane dari Singapore ke Ho Chi Minh City masih jam 6 sore jadi ane masih punya waktu hampir 6-7 jam untuk lanjut eksplor Singapore. Ane emang udah ke Singapore beberapa kali, namun masih ada beberapa tempat yang belum pernah ane kunjungin seperti Fort Canning dan Henderson Waves yang rencana akan ane kunjungin hari ini. Semoga aja waktunya cukup untuk mengunjungi keduanya. Kalau semisal waktunya ga cukup, Fort Canning aja cukup.

Sekitar jam 9 kita sudah siap dan siap eksplor. Karena jam 12 udah harus check out, jadi pas mau berangkat ane sekalian check out dan titipin tas ransel ke resepsionis untuk diambil lagi nanti sore. Jadi hari itu cuma membawa tas kecil yang berisi dompet serta air minum. Sangat ringaaann..

Seperti hari kemarin, kami kembali sarapan di Stasiun MRT Lavender, lagi-lagi dengan nasi dan lauk Chinese Food. Emang seenak itu sih rasa dan porsinya hehe.. kelar urusan perut, kami segera naik MRT kembali untuk menuju tujuan pertama, Fort Canning. Dari Lavender, kami naik jalur hijau turun di Stasiun City Hall. Dari Stasiun City Hall, kami sempat berjalan kaki +- 650 meter melewati bangunan berwarna putih orange yang ternyata merupakan Stasiun Pemadam Kebakaran Singapura. Yah inilah salah satu hal yang ane suka dari traveling, bisa jalan kaki banyak sekalian lihat bangunan-bangunan sekitar yang historik.





Berjalan sesaat, akhirnya kami menemukan pintu masuk Fort Canning. Dari situ kalau mau masuk kompleks utamanya, ternyata harus naik anak tangga yang lumayan tinggi. Wah.. olahraga pagi-pagi ni😁. Napas mulai ngos-ngosan pas naik, tapi pas sampai atas, ane langsung ngerasain suasana adem karena tempat ini benar-benar dikelilingi pepohonan yang banyak dan rindang. 

Fort Canning sendiri adalah sebuah bukit dan taman bersejarah yang terletak di pusat Singapura. Tempat ini dikenal sebagai lokasi strategis yang pernah menjadi tempat benteng pertahanan dan pusat administrasi selama era kolonial Inggris. Selama Perang Dunia II sendiri, Fort Canning menjadi tempat di mana para pemimpin militer Britania berkumpul untuk merencanakan pertahanan Singapura.

Dari situ, ane jalan ke arah Raffles' House. Ane sempat baca kalau dulu tempat ini jadi kediaman Sir Stamford Raffles, bapaknya Singapura modern. Bukit ini dulu dikenal sebagai Bukit Larangan sama penduduk lokal, karena dipercaya tempat raja-raja Melayu kuno. Di sini juga pernah ditemukan makam dan artefak dari abad ke-14, bukti kalau dulunya pusat kerajaan Temasek ada di sini.

Pas sampai di bekas Lighthouse, ane berhenti sebentar. Walaupun bangunannya udah nggak ada, tempat ini penting banget di masa kolonial. Dulu ada mercusuar yang bantu kapal-kapal lewat, karena bukit ini strategis banget buat navigasi. Setelah Inggris masuk, mereka juga bangun benteng di sini sekitar tahun 1860-an, jadinya dinamain Fort Canning. Benteng ini bahkan jadi pusat komando Inggris waktu Perang Dunia II, sebelum akhirnya mereka nyerah ke Jepang di tahun 1942.

Ane lanjut jalan ke taman-tamannya yang rapi banget. Di beberapa titik, ada sisa-sisa sejarah kayak meriam kecil, bunker Battle Box, dan bangunan tua. Jalurnya nyaman buat jalan, dan ketemu beberapa orang yang jogging atau foto-foto. Tapi ane lebih milih nikmatin suasana sambil ngebayangin gimana dulu tempat ini jadi pusat pertahanan Inggris.

Setelah sekitar satu setengah jam jalan, ane balik ke jalur keluar dengan rasa puas. Fort Canning bukan cuma tempat buat santai, tapi juga ngasih pengalaman jalan-jalan sambil belajar sejarah. Ane pasti bakal balik lagi kalau ada kesempatan.

Puas berkeliling Fort Canning, karena jam masih sangat cukup, kami melanjutkan ke tempat selanjutnya, Henderson Waves. Henderson Waves sendiri adalah jembatan pejalan kaki yang terletak di Singapura, menghubungkan Mount Faber Park dan Telok Blangah Hill Park. Dibuka pada tahun 2008, jembatan ini terkenal karena desainnya yang unik dan menarik, dengan bentuk bergelombang yang menyerupai gelombang laut. Kami kesana menggunakan bus, dan memang jaraknya lumayan jauh sampai butuh 1 jam perjalanan.

Turun dari bis, perasaan udah ga enak aja nih. Jembatannya kok kayaknya diatas banget ya. Artinya apa? Harus trekking via tangga. Ahhhh males banget wkwkwk....mana tinggi banget.

Jembatan ini memiliki panjang sekitar 274 meter dan terletak 36 meter di atas tanah, menawarkan pemandangan indah dari sekitarnya. Henderson Waves juga dilengkapi dengan area bersantai dan tempat duduk, sehingga menjadi tempat yang populer untuk berjalan-jalan, bersepeda, dan menikmati alam. Selain itu, jembatan ini juga memiliki pencahayaan malam yang indah, menjadikannya lebih menarik saat malam hari.

Sekitar jam 12 siang setelah puas berfoto-foto dengan Henderson Waves, kami pun memutuskan harus segera balik ke penginapan di Lavender untuk mengambil ransel yang kami titipkan dan segera beranjak ke bandara. Perjalanan dengan bis dan MRT berlangsung cukup lama, hampir 1 jam.

Setelah mengambil tas dan koper yang dititipkan, kami langsung beranjak ke stasiun MRT untuk ke bandara. Karena kami sudah mendapatkan boarding pass sejak dari Bali, sampai bandara ane langsung cari papan yang menunjukkan gate keberangkatan. Proses boarding dan penerbangan berjalan dengan lancar. Jujur feel ane kalau naik Scoot ini emang bagus banget sih. Take off - penerbangan - landing berjalan super mulus. Sekitar pukul 6 sore, kami sudah mendarat di Tanh Son Nath Airport di Ho Chi Minh City. Ane udah mempelajari tranportasi publik yang harus diambil, dan kami mengambil minibus dengan tarif 15.000 Vietnam Dong (VND) perorang ke pusat kota.

Dentam musik dari pub-pub yang berjajar di sepanjang Bui Vien Walking Street benar-benar memekakkan telinga kami, sampai mau ngomong pun harus teriak-teriak. Suasana malam ini benar-benar ramai. 

Berjalan sejenak, akhirnya kita memutuskan makan nasi goreng pinggir jalan seharga 40.000 VND (Rp 25.000); dan sesuai kebiasaan orang Vietnam, dimana kalau makan di pinggir jalan bakal duduk di kursi rendah dan meja rendah. Hehehe. Padahal posisinya di dekat perempatan jalan, jadi berasa diliatin orang di sepanjang jalan dan diberi bumbu polusi asap motor.

Selesai makan kami kembali melewati riuhnya Bui Vien Walking Street untuk kembali ke penginapan. Para pekerja pub beberapa kali menawari kami untuk singgah dan duduk di pub-pub terbuka mereka. Sebenarnya tertarik juga, cuma ane udha kenyang dan ga mau terlalu boros di hari pertama, jadi ane hanya bikin story-story aja para penarinya dan melangkah kembali ke penginapan. Sebelumnya ane sempet mampir ke minimarket untuk jajan bir dan snack cumi. Finnaly take a rest, besok siap eksplor Ho Chi Minh City!

12.12.2024

[3] Sawadee Thailand : Kehabisan Tiket Bus ke Phuket

 Trip ini merupakan rangkaian trip Thailand - Kamboja - Malaysia yang kulakukan dari 23 Januari 2012 - 2 Februari 2012


PART sebelumnya : DISINI

Bangkok, 27 Januari 2012

Setelah perjalanan panjang kembali dari Siem Reap, aku dan Alfi akhirnya tiba kembali di Kota Bangkok jam 9 malam. Rasanya lega melihat hiruk-pikuk kota yang sudah terasa akrab, tetapi kami tak punya banyak waktu untuk bersantai. Kami langsung menuju ke stasiun bus untuk ke tujuan selanjutnya : Phuket.

Stasiun Bus di Bangkok. Kami kehabisan tiket ke Phuket disini. Waktu itu belum kepikiran untuk booking-booking online.

Dengan bergegas, kami langsung menuju loket untuk membeli tiket perjalanan Bangkok ke Phuket. Namun, harapan kami pupus saat diberitahu bahwa semua tiket bus langsung ke Phuket sudah habis. Waktu itu rasanya seperti dilempar ke kebingungan, apalagi mengingat kami benar-benar ingin mengunjungi Phuket dan Phi Phi Island. Tapi, di tengah kebingungan itu, seorang warga lokal mendekati kami dan memberikan saran.

“Coba beli tiket bus ke Chumphon. Dari sana, kamu bisa lanjut ke Phuket,” katanya dengan ramah. Dia menginfokan Kota Chumphon cukup dekat dengan Phuket dan merupakan rute alternatif yang cukup populer. Tanpa banyak pilihan lain, kami pun memutuskan untuk mengikuti sarannya dan membeli tiket bus Bangkok-Chumphon. Untung aja tiketnya masih ada.

Malam mulai merambat ketika bus kami berangkat. Perjalanan semalaman pun dimulai. Busnya cukup nyaman untuk perjalanan jarak jauh, dengan kursi yang bisa direbahkan dan AC yang menyala sejuk. Namun, bagiku, perjalanan ini terasa jauh lebih panjang dari seharusnya. Entah karena suasana yang berbeda atau mungkin karena tubuh yang lelah, aku merasa sangat sulit untuk tidur. Setiap kali mencoba memejamkan mata, jalanan yang berkelok-kelok dan sedikit guncangan bus membuatku terjaga kembali. Aku memang tipe orang yang susah sekali tertidur di bis, makanya sebisa mungkin menghindari perjalanan malam. Tapi malam ini hal itu tidak terhindarkan.

Suasana bus Bangkok - Chumphon

Sementara itu, Alfi tampak lebih tenang. Dia berhasil tidur di sela-sela perjalanan, meskipun tidak nyenyak. Aku hanya bisa melihat keluar jendela, menyaksikan pemandangan malam yang gelap di sebagian besar perjalanan. Cahaya lampu dari desa-desa kecil yang kami lewati menjadi hiburan tersendiri. Ada sesuatu yang damai, sekaligus membuatku merasa semakin jauh dari kota besar.

Chumphon, 28 Januari 2012

Waktu terasa berjalan lambat, tetapi akhirnya, bus berhenti di terminal Chumphon jam 6 pagi esok harinya. Entah kenapa, karena satu dan lain hal, kok tiba-tiba kita berdua kehabisan energi untuk eksplor Phuket ya hehehe..Mungkin efek kurang tidur, atau udah males mikir. Setelah berdiskusi, kami memutuskan untuk mengubah rencana dan langsung menuju kota Hat Yai saja, yang berada di perbatasan Thailand-Malaysia. 

Kesibukan Kota Chumphon di pagi hari

Kesibukan Kota Chumphon di pagi hari

Dari Terminal Chumphon, kami segera ke bagian informasi mencari tiket travel menuju Hat Yai. Tiketnya ada. Namun, masalah baru muncul. Alfi kehabisan uang cash, dan jumlah uang cash-ku juga tidak cukup untuk membeli tiket travel untuk berdua. Situasi ini sempat membuat kami bingung dan harus berdiam beberapa saat, hingga akhirnya aku mencoba keberuntungan dengan menarik uang di ATM menggunakan kartu debitku. Betapa leganya saat uang Baht berhasil keluar dari mesin ATM! Dengan uang tambahan itu, kami akhirnya bisa membeli tiket travel menuju Hat Yai.

ATM Kenangan. Disinilah kami berhasil narik duit untuk beli 2 tiket ke Hatyai.

Foto raja dan ratu Thailand

Menunggu keberangkatan travel sambil tiduran karena ngantuk banget semalam ga bisa tidur di bis.

Perjalanan dari Chumphon ke Hat Yai menempuh jarak sangat jauh, hampir 500 km dan ditempuh dalam waktu 7 jam. Meskipun lelah, kami tetap berusaha menikmati perjalanan. Suasana berubah saat kami semakin mendekati Hat Yai, dengan pemandangan pedesaan yang mulai terasa berbeda. Kota Hat Yai sendiri adalah kota yang cukup besar dan ramai, penuh dengan kehidupan lokal yang menarik.

Penginapan kami di Kota Hat Yai

Setibanya di Hat Yai malam hari, kami langsung mencari penginapan untuk beristirahat semalam. Rasanya sangat melegakan bisa merebahkan tubuh setelah perjalanan panjang yang penuh dengan kejutan. Hat Yai memberi kesan pertama yang hangat, namun kami tidak terlalu tertarik mengeksplore-nya. Rencana besok kami akan langsung naik travel dari Hat Yai ke Penang (Malaysia). Entah kenapa, kok rasanya pengen cepet-cepet aja sampai Malaysia. Mungkin karena kita berdua sudah terlalu capek? Hehehe...


Hat Yai, 29 Januari 2012

Esoknya...

Sejak kemarin tiba di Hat Yai, kami langsung memesan travel dari penginapan untuk perjalanan menuju Penang, Malaysia. Perjalanan dari Hat Yai ke perbatasan Thailand-Malaysia di Padang Panjang memakan waktu sekitar 2-3 jam dengan jarak sekitar 80 kilometer. Sejak pagi, aku dan Alfi sudah packing dan bersiap-siap. Tak lupa kami membeli sarapan dari penginapan, berupa sandwich dan segelas teh tarik.

Suasana pagi di dekat penginapan di Kota Hat Yai

Sarapan sandwich dan teh tarik

Perjalanan dimulai jam 8 pagi. Selama perjalanan 3 jam ini, aku menikmati pemandangan hutan-hutan tropis dan desa-desa kecil yang khas Thailand selatan. Saat tiba di perbatasan Thailand - Malaysia, proses imigrasi dimulai. Di sinilah momen tak terduga terjadi. Aku sempat dikenai pungutan sebesar 10 Ringgit Malaysia oleh petugas imigrasi. Anehnya, Alfi tidak mengalami hal yang sama. Meskipun kesal, aku mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya dan fokus pada perjalanan ke depan. Setelah urusan imigrasi selesai, kami naik van lain yang sudah termasuk dalam harga tiket awal untuk melanjutkan perjalanan ke Kota Penang.

Perbatasan Thailand - Malaysia

Perjalanan dari perbatasan ke Penang memakan waktu sekitar 3-4 jam dengan jarak sekitar 150 kilometer. Pemandangan berubah menjadi lebih urban saat kami semakin dekat ke Penang. Kota ini dikenal dengan warisan budayanya yang kaya, dan aku mulai merasakan antusiasme untuk menjelajahinya.

Kami tiba di Penang sekitar jam 1 siang dan segera mencari penginapan untuk bermalam. Rasa lelah setelah perjalanan panjang terbayar dengan suasana baru yang menyegarkan. Entah kenapa aku semangat banget memulai petualangan baru di negara Malaysia. See u soon Malaysia!

12.10.2024

[6] Privyet Rusia : Tersesat di Moscow!

Sembilan jam terbang melintasi berbagai negara, sekitar jam 8 malam pesawat China Southern yang kami tumpangi sedikit demi sedikit mulai mengurangi ketinggian. Dari jendela pesawat, ane bisa melihat kelap-kelip lampu kota Moscow yang mulai terlihat jelas di tengah kegelapan malam. Udara di dalam pesawat terasa lebih tenang, penumpang yang tadinya bercakap-cakap kini mulai berkemas, menyimpan headphone, dan merapikan selimut. Pengumuman dari awak kabin pun terdengar, memberi tahu bahwa kami akan segera mendarat di Bandara Internasional Sheremetyevo., Moscow.

Ane merasa campur aduk. Ada rasa lelah setelah perjalanan panjang, tapi juga antusiasme untuk menjejakkan kaki di Rusia. Ini pertama kalinya ane mengunjungi Moscow, sebuah kota yang selama ini hanya ane dengar dari cerita sejarah, film, dan buku-buku. Tak lama, roda pesawat menyentuh landasan dengan lembut. Semua penumpang serentak menghempaskan nafas lega.

Begitu keluar dari pesawat, ane langsung merasakan suhu yang lebih dingin. Setelah perjalanan transit di Guangzhou yang hangat, udara dingin Moscow terasa menyegarkan sekaligus menggigit. Di dalam terminal, suasananya modern tapi dengan sentuhan khas Rusia—ornamen-ornamen berwarna emas dan merah terlihat di beberapa sudut. Proses imigrasi berjalan lancar. Petugasnya cukup tegas, detail dan profesional. Meski begitu, ane sempat merasa gugup saat mereka memeriksa paspor dan Evisa ane dengan teliti. Tidak lama diperiksa terdengar bunyi nyaring setiap melewati imigrasi, "dok, dok, dok." Artinya paspor kita telah mendapat stempel masuk. Ternyata selain stempel kita juga diberi kartu migrasi berwarna putih. Ane menyimpan kartu itu baik-baik karena sangat yakin nanti dibutuhkan pas kepulangan.
Kartu migrasi. Kartu ini tidak boleh hilang dan harus ditunjukkan sewaktu pulang nanti.

Setelah melewati imigrasi, ane mengambil koper dari bagasi. Bandara Sheremetyevo ternyata sangat besar dan rapi, dengan petunjuk yang jelas dalam bahasa Rusia dan Inggris. Namun, ane tetap harus mulai membiasakan dengan alfabet Sirilik yang mulai terlihat di setiap sudut. Sambil menarik koper, ane mulai mencari tempat penukaran uang (money changer) untuk menukarkan uang euro ke rubel. Setelah berputar-putar cukup lama, ane cuma menemukan satu money changer di bandara. Sayangnya, nilai tukar di situ benar-benar buruk, tapi ane ga ada pilihan. Besok pagi ane udah harus naik bus ke Bandara Domodedovo untuk penerbangan ke Murmansk di Rusia Utara. Udah ga sempet lagi mau hunting money changer. Ane sendiri udah berkonsultasi via chat dengan guide yang bakal ane pakai jasanya untuk ikut tour lokal di Murmansk, dan dia sendiri menyarankan tukar uangnya di Moscow saja karena di Murmansk tidak terlalu ada pilihan.

Setelah penukaran, dan ane hitung, ternyata ane rugi hampir 3 juta rupiah. Benar-benar menangis dalam hati. Huaaaa... Baru dimulai udah rugi 3 jt😭😭😭... Butuh beberapa saat bagi ane untuk menerima realita ini. Tapi apa boleh buat, ane harus menerima realita dan melanjutkan perjalanan. Ane butuh duit cash yang lumayan untuk membayar cash beberapa trip di Murmansk. Jadi 'It's okay.. uang bisa dicari. Jangan sampai besok di Murmansk kamu malah kerepotan sendiri dan menyesal kenapa ga tukar uang disini', kataku dalam hati untuk menenangkan diri. Btw ane ga bisa ambil di ATM karena baik visa/mastercard sedang memblokir Rusia terkait konflik dengan Ukraina jadi bener-bener semua harus pakai duit cash.

Setelah menukarkan uang, ane mengikuti petunjuk arah menuju kereta ekspres yang menghubungkan bandara ke pusat kota Moscow. Petunjuknya cukup jelas, meskipun ane sempat beberapa kali memastikan arah biar nggak salah jalan. Stasiun kereta di dalam bandara ini kelihatan modern, dengan suasana yang cukup sepi malam itu. Ane membeli tiket di loket menggunakan rubel yang baru saja ane tukar—harga tiketnya 550 rubel sekali jalan, tapi kereta ekspres ini memang terkenal cepat, nyaman dan paling praktis untuk ke kota. Rencana ane akan naik kereta ekspres ini sampai Stasiun Metro Belorusskaya kemudian sambung metro untuk mendekat ke hotel. Seharusnya simpel ya kalau Yandex Maps berjalan dengan lancar!
Kereta ekspres dari Stasiun Bandara Sheremetyevo ke Stasiun Bellaruskaya

Kereta pun tiba, dengan warna merah dan desain modern serta futuristik. Begitu masuk, ane langsung mencari tempat duduk dan menghempaskan badan. Setelah perjalanan panjang dan drama tukar uang tadi, duduk di kursi kereta yang empuk ini rasanya sangat lega. Sambil memandang keluar jendela, ane mencoba menikmati malam pertama di Rusia. Perjalanan ke Stasiun Kereta Ekspres Belorusskaya akan memakan waktu sekitar 1 jam.

Sampai di Stasiun Kereta Ekspres Belorusskaya di pusat kota Moscow, ane berjalan untuk transfer ke Stasiun Metro Belorusskaya. Tapi, perjuangan baru dimulai. Meskipun sudah menggunakan Yandex Map, Ane kesulitan menemukan pintu masuk metro karena masih belum familiar dengan tanda-tandanya. Titik di Google Maps dan Yandex Maps malah bikin pusing karena terus bergerak-gerak, bikin ane bingung menentukan arah yang benar.

Setelah 15 menit muter-muter di sekitar stasiun sambil menarik koper, akhirnya ane berhasil menemukan pintu masuk metro. Di pintu masuk, ada pemeriksaan barang—standar keamanan yang ketat, tapi prosesnya cukup cepat. Setelah itu, ane menuju loket untuk membeli Troika Card, kartu transportasi multifungsi untuk naik metro, bus, dan transportasi umum lainnya di Moscow.

Sebelum melanjutkan perjalanan, seorang anak laki-laki mendekati ane, berbicara dalam Bahasa Inggris yang lancar dan meminta tolong untuk membelikan tiket metro. Dia bilang mau pulang kerumah tapi tidak ada uang. Hmmm klasik ya wkwk... Jujur aja meskipun uang kecil, karena kekesalan habis tukar mata uang tadi ane ga ikhlas. Karena selama disini ane gabakal bisa tarik ATM, jadi harus benar-benar hemat. Tapi yasudahlah, karena kasian ane bantu dia beli tiket sekali jalan. Setelah selesai, dia mengucapkan terima kasih dengan senyum lebar.
Suasana di dalam metro

Kami akhirnya naik kedalam metro, dari Stasiun Belorusskaya kami naik metro jalur 2 untuk turun di Stasiun Metro Teatralnaya. Dari situ tinggal jalan kaki 5 menit sampai Hotel Tverskoy, penginapan kami malam itu. Perjalanan didalam metro berjalan cukup lancar dan 20 menit dan kami turun di  Stasiun Teatralnaya. Tapi ujian bermula dari sini. Yandex Map dan Google Map yang merupakan satu-satunya andalan ane untuk mencari Hotel Tverskoy tetap terus meloncat-loncat. Detik ini di posisi A, beberapa detik kemudian berpindah ke lokasi B, sesaat kemudian loncat lagi ke lokasi C. Keluar dari stasiun metro (bawah tanah) ane benar-benar bingung harus kemana karena Yandex maupun Google benar-benar ga mau diajak kerjasama. Ditambah, exit metro di Moscow itu banyak sekali, bahkan bisa belasan! Well, sebenarnya exit tersebut sudah tertulis di Yandex Maps, tapi karena belum ngeh ane malah ambil exit asal-asalan. Ane tetap ajak travelmate berjalan dan berjalan. Untungnya malam itu suasana disekitarnya masih cukup ramai. Beberapa polisi terlihat patroli dengan berkuda. Saat itu ane berkali-kali harus berhenti dan mencocokkan nama gedung di sekitar yang serba menggunakan huruf Sirilik dengan yandex maps, jadi benar-benar cara manual.

Pelan namun pasti, berbekal cara manual diatas, kami mulai mendekat ke arah hotel. Namun kami harus beberapa kali menyeberang jalan raya lewat penyeberangan bawah tanah karena ane benar-benar kebingungan dengan "titik loncat" ini. Tangan, pundak, betis rasanya udah bener-bener pegel geret-geret koper dan tas. Apalagi kalau mau menyeberang jalan raya harus lewat penyeberangan bawah tanah yang mewajibkan kita angkat-angkat koper di tangga.

Travelmate sudah mulai kecapekan dan minta naik taksi, tetapi ane meyakinkannya bahwa penginapan itu sudah dekat, tinggal beberapa ratus meter saja. Dengan semangat untuk tidak menyerah, aku menggunakan cara manual: memperhatikan nama-nama gedung di sekitarku yang semuanya dalam huruf sirilik, kemudian mencocokkannya di peta untuk mengetahui arah yang harus kami ambil.

Setelah berusaha dan berputar-putar, disertai chat berkali-kali dengan pemilik penginapan, akhirnyaaa seorang wanita pegawai penginapan menemui kami dan membantu menunjukkan jalan ke hotel. Dan ternyata.... hotel kami berupa bangunan apartemen, dan berada di tingkat.......4! Dan ga ada lift..OMG wkwkwk.. Belum puas nyiksa pundak dan betis ni. Untungnya Si Pegawai dengan sigap membantu membawakan 2 koper.

Proses check in berjalan dengan lancar, dan untuk kamar ini kami membayar 600ribu rupiah/malam huhuhu.. Mahal ya.. ane emang sengaja pilih yang lokasinya agak di tengah kota jadi tidak susah nyarinya, berhubung ini hari pertama. Tapi yaa... malah dikacaukan Yandex dan Google wkwkw.. Tapi besyukur ajalah sudah sampai dan bisa istirahat.

Tidak sesuai ekspetasi ane, kamarnya cukup kecil dan simpel. Fasilitasnya ada 1 kasur besar, kamar mandi dalam dan air panas/dingin (dispenser). Satu hal yang ane syukuri ada bidet di toiletnya. Malam itu ane langsung bersih-bersih dan segera bersiap tidur, karena besok harus bangun pagi-pagi untuk menyiapkan sarapan dan barang-barang sebelum ke Bandara Domodedovo untuk terbang ke Kota Murmansk.

Good Night....

[5] Privyet Rusia : Menginap Semalam di Hotel Mewah Guangzhou (gratisss)

Hotel transit gratis dari China Southern Airline

1 April 2024

Setelah perjalanan naik bus selama 1 jam dari KL Sentral, kami sampai KLIA sekitar jam 12 siang. Penerbangan Kuala Lumpur - Guangzhou kami masih jam 2 siang, dan konter check in China Southern Airline belum dibuka. Jadi kami masih punya spare waktu untuk leyeh-leyeh dulu.

Waktu 2 jam ini ane manfaatin untuk makan siang dan menyicil beberapa kerjaan yang masih membayangi ane. Yaa. Jadi meskipun traveling, ane masih bawa beberapa kerjaan. Saat itu ane memasang meterai dan ttd beberapa surat permohonan yang dibutuhkan untuk pekerjaan ane. Sisa waktunya yang lain ane gunain untuk leyeh-leyeh aja sambil HP-an.

Nunggu penerbangan sembari tetep nyicil kerjaan

Sekitar jam 3 sore konter check in China Southern Airline sudah dibuka. Karena tiket pesawat ane adaklah tiket terusan (KL-Guangzhou-Moscow), pemeriksaan dilakukan dengan cukup detail termasuk memasukkan beberapa data Evisa. Petugas check in, seorang pria Malaysia, sempat bertanya ke ane nomor visa yang ada huruf siriliknya (seperti huruf E tapi terbalik), yang ternyata huruf tersebut tidak bisa diinput pakai keyboard QWERTY. Ane bilang itu huruf sirilik, dan setelah beberapa saat akhirnya ane sudah mendapatkan 2 boarding pass, KL-Guangzhou dan Guangzhou-Moscow.

Menunggu selama 2 jam sembari lagi-lagi nyicil kerjaan, akhirnya jam 6 sore tibalah boarding penerbangan ke Guangzhou. Ane dengan antusias segera berbaris dan memasuki pesawat. Take off dilakukan pesawat China Southern Airline dengan cukup mulus.

Penerbangan KL - Guangzhou

Penerbangan KL-Guangzhou ditempuh dalam 4 jam penerbangan, dan di perjalanan ini kami mendapatkan 1x makan berat. Makanannya pun menurut lidah ane sangat enak dan bumbunya berasa. Karena penerbangan berlangsung malam hari, selama 4 jam penerbangan lebih banyak ane habiskan untuk melihat film dan rute penerbangan. Turbulensi hanya sesekali terjadi namun bukan yang membuat takut/kaget. 

Makanan inflight di penerbangan KL - Guangzhou

Sekitar jam 10 malam, akhirnya mendarat juga pesawat China Southern Airline ini dengan sangat mulus di Bandara Internasional Baiyun, Guangzhou. Menurut jadwal penerbangan, kami akan transit disini sampai penerbangan lanjutan Guangzhou - Moscow di esok hari jam 1 siang. Bagi ane, ini adalah ketiga kalinya ane menginjakkan kaki disini. Pengalaman pertama dan kedua adalah sewaktu transit berangkat dan transit pulang dari Amerika tahun 2019. Tapi ane yakin tentu saja sudah banyak yang berubah dari bandara ini.

Meskipun transit sampai esok hari, kami tidak berencana menghabiskan waktu di bandara. Jadi beberapa minggu sebelum berangkat, ane membaca di grup backpacker dan blog beberapa orang, China Southern airline memberikan gratis hotel bagi yang transit di Guangzhou melebihi berapa belas jam gitu (ane lupa berapa pastinya). Caranya adalah kita harus registrasi dahulu via website China Southern di H-1 penerbangan kalau kita ingin memilih hotel tertentu. Hal tersebut sudah ane lakukan sesuai prosedur dan ane memilih Hotel xxx.

Tapi sebelum ke hotel tentu saja ane harus mengurus izin masuk a.k.a Visa China. Jadi sesuai aturan pemerintah China, mereka memberikan izin masuk 24 jam khusus bagi mereka yang transit dan punya tiket terusan ke negara selanjutnya. Nama programnya sendiri adalah 24/144 transit tanpa visa, dimana untuk Indonesia kita hanya bisa mendapatkan 24 jam transit tanpa visa. 

Turun dari pesawat, ane mengikuti papan penanda 24/144 transit tanpa visa dan ada suatu sudut ruangan khusus untuk mengurusnya. Syaratnya adalah kita harus mengisi formulir dan ada tiket terusan ke negara selanjutnya.

Petunjuk di Bandara Internasional Baiyun, Guangzhou

Formulir yang harus diisi untuk mendapatkan 24 jam transit tanpa visa

Setelah menyerahkan semua persyaratan, petugas imigrasi terlihat memasukkan seluruh data kita ke komputer dan beberapa saat selanjutnya terdengar bunyi nyaring, "Dok! Dok! Dok! ". Artinya saaah, kita udah dapat visa transit 24 jam dan bisa langsung ke arah imigrasi. Legaaa... Mudah banget ternyata!

Imigrasi-pun juga tidak terlalu sulit. Dengan visa tersebut dan menunjukkan tiket terusan, kami bisa masuk dengan lancar. Selanjutnya berjalan dari ujung ke ujung (Bandara Baiyun di Guangzhou ini cukup luas), kami menemukan konter China Southern Airline untuk klaim hotel transit gratis kami. 

Setelah klaim kami disuruh menunggu sejenak di kursi-kursi yang sudah disediakan. Untuk penanda kami dipasang stiker di baju yang menunjukkan kami akan ke hotel mana. Mereka bilang bahwa akan ada perwakilan hotel yang menjemput dan mengantarkan kami langsung ke hotelnya. Well, benar-benar penyambutan yang sangat baik dari China!

Sesaat kemudian datanglah seorang wanita muda yang menunjukkan kata-kata translate Mandarin - Inggris dari HPnya.

"Saya perwakilan dari hotel xxx. Mari ikut saya keatas kita akan langsung berangkat ke hotel".

Wuaaah akhirnya datang juga! Hehe.. kami mengikuti wanita tersebut dan mobil jemputan dari hotel ternyata sudah menunggu. Mobil melewati jalanan Kota Guangzhou yang lebar dan benar-benar mulus. 20 menit kemudian kami sampai di hotel dan proses check in berjalan lancar. Mereka meminta paspor dan tiket terusan ke Moscow, dan selanjutnya berpesan kita berhak mendapatkan sarapan besok pagi, dan untuk kepulangan ke bandara besok kami akan dikabari via telfon kamar. Kurang apa lagi coba servisnya China Southern ini?
Dijemput oleh hotel langsung di Bandara Baiyun, Guangzhou

Setiba di kamar, ane bener-bener seneng. Kamarnya minimalis tapi luass, bersih, kasur dan spreinya jangan ditanya. Muluusss dan dingin... Wuaah kayaknya bakal lega banget tidur disini. Semoga ane bisa tidur nyenyak malam ini🙏🙏🙏. Ane cek di trip dot com, rate permalam kamar ini adalah 750rb rupiah, dan malam ini ane benar-benar ga keluar chinese yuan sepeserpun hehehe.. 
Hotel transit (gratis) yang disediakan oleh China Southern Airline

Kasurnya sangat dingin dan empuk

Satu hal yang bikin pusing, toiletnya bagus, bersih, tapi ga ada semprotan otomatis/bidetnya. Duhhhh.... Tapi yaudahlah ya.. namanya juga gratisan.
Toilet tanpa bidet.....

Malam itu ane habiskan dengan mandi air panas untuk melemaskan otot-otot dan setelahnya mengatur suhu kamar di temperatur yang nyaman (25 derajat celsius), dan setelahnya meringkuk di bawah selimut. Duh nyamannyaa....Good night.....🤤🤤🤤.

2 April 2024
Ane terbangun jam 07.30, dan bersyukur banget semalam bisa tidur dengan nyenyak. Setelah bermalas-malasan sejenak di kasur, ane putuskan untuk segera mandi dan packing barang. Soalnya ane mikir kita masih harus sarapan dan bisa sewaktu-waktu ditelfon resepsionis untuk segera bersiap diantarkan ke bandara. Lebih baik mengamankan sarapan gratis dulu lah ya hehehe...

Sekitar jam 08.30 kita turun ke lobby untuk sarapan. Varian makanannya cukup banyak, ada nasi dan segala lauk pauk, sereal, bubur, ubi rebus, kacang-kacangan, permen, dimsum, buah-buahan dan sebagainya. Ane salut banget sih mereka juga menyediakan varian makanan yang bergizi! Ane sendiri memilih makan nasi lauk pauk, kacang-kacangan, dan mengambil beberapa permen.

Sarapan di hotel dengan banyak pilihan

Dari google maps, ane lihat bahwa di seberang hotel sebenarnya ada taman cukup luas yang bisa dikunjungi. Paling nggak buat kenangan bahwa hari ini pernah masuk Kota Guangzhou. Namun karena setelah makan jam udah menunjukkan pukul 9 lebih, ane putuskan ga usah dan langsung packing barang aja.

Dan benar aja, gak lama setelah kita masuk kamar dan packing, telfon kamar berbunyi. Intinya kita akan dijemput sebentar lagi (jam 10) untuk diantarkan ke bandara. Wahhh... Untung aja ga jadi ke kamar ya hehehe.. bisa berabe dan dianggap kurang bertanggungjawab masalah waktu.

Sesaat kemudian kita udah check out dan stanby di lobby. Jadi di Bandara Internasional Baiyun sendiri ada 2 terminal yaitu T1 dan T2. Ane sendiri gatau untuk penerbangan ke Moscow dari terminal berapa. Dan setelah menanyakan ke petugas hotel, dia dengan yakinnya bilang itu di T1. 

Dari hotel ke bandara, kita dinaikkan minivan berbarengan dengan tamu lainnya. Dan supirnya ini astagaa.. benar-benar ngebut wkwk. Yaa mungkin saking terbiasanya kali ya, udah hafal banget seluk beluk jalan yang dilewati. Ane duduk di kursi depan sambil menikmati semburan angin kencang dan pemandangan Kota Guangzhou di pagi hari. Sekitar 20 menit kemudian, kami sampai di T1. 

Hal pertama yang ane cari adalah papan yang menunjukkan gate keberangkatan untuk tujuan Moscow ada di nomor berapa. Eh tapi kok ane telusurin dari atasss bawaahhh, dari jam siang sampe malem, kok ga ada tujuan Moscow ya?? Wah curiga salah terminal ni ane. Setelah ane konfirmasi ke Information Center, benar aja. Ternyata penerbangan ke Moscow dari T2. Kita dijelaskan harus naik shuttle bus gratis untuk berpindah terminal. Dengan bahasa inggris terbata-bata dia menjelaskan bahwa kami harus turun tangga, kemudian naik lagi. Untungnya ada petunjuk dalam bahasa inggris di bandara jadi kami tidak terlalu kesulitan.

Finnaly sampai juga di T2, ga lupa foto-foto dulu dong ya! 

Interior T2 di Bandara Internasional Baiyun, Guangzhou

Interior T2 di Bandara Internasional Baiyun, Guangzhou

Karena sudah pegang boarding pass, kita langsung saja menuju ke exit imigrasi, pemeriksaan barang, dan setelahnya ke gate A173. Bisa dibayangkan kan saking luasnya Bandara Baiyun ini gatenya aja sampai sebanyak itu. Karena boarding masih 2 jam lagi, kami putusin mampir di Restoran Mie untuk pesan Mie Daging Sapi dan Sayuran. Wah mantap juga rasanya, otentik negeri  China. Jadi ga berasa gurih, manis atau asin yang kuat seperti mie di Indonesia; tapi rasa bumbunya hadir secukupnya namun pas.

Mie daging sapi dan sayur-sayuran. Dengan minum air mineral harganya sekitar 150ribuan

Sekitar jam 13.25, akhirnya gate boarding ke Moscow Sheremetyevo dibuka juga. Kami antri dengan tertib memasuki pesawat boeing jumbo ini, dan akan menempuh perjalanan yang sangat lama, 10 jam nonstop lebih tepatnya. Persiapan ane sendiri adalah sudah charge full laptop tadi pagi di hotel, jadi bisa sambil nyicil kerjaan karena masih dapat penerbangan siang beberapa jam.

Boarding to Moscow..

Take off dilakukan pesawat China Southern lagi-lagi dengan begitu mulusnya. Padahal ini pesawat benar-benar jumbo, ditambah penunpanh full. Untuk penerbangan 10 jam ini kami mendapatkan 2x makan berat, dan minuman sepuasnya. 

Interior pesawat China Southern ke Moscow..

Long flight....

Segera setelah pesawat stabil, kita ditawari berbagai macam welcome drink. Karena agak ngantuk dan pengen fokus kerja, ane pesan segelas kopi susu dan menyesapnya pelan-pelan. Selanjutnya ane menghabiskan waktu 2 jam setelahnya untuk nyicil kerjaan, kemudian sempet ane hentikan karena makan berat pertama sudah dihidangkan.

Setelah makan selesai ane lanjutkan ngopi dan menonton film di netflix berjudul 'Nowhere' yang udah ane download sebelumnya. Kelar nonton film ane lanjutkan dengan kerja lagi 2 jam, kemudian nonton lagi 1 episode film serial, tiduran, ngalamun sampai tidak sadar makan berat kedua telah datang dan selanjutnya kami diberi handuk hangat. Artinya dalam waktu singkat akan segera mendarat di Moscow.

Petualangan dimulai!

12.09.2024

[4] Privyet Rusia : Hari Keberangkatan (Solo - Surabaya - Kuala Lumpur)

30 Maret 2024

Hari seakan berjalan sangat cepat. Tidak terasa tanggal 30 Maret 2024 akhirnya datang, hari dimana ane akan berangkat memulai perjalanan traveling ke Rusia. Pagi ini dimulai dengan ane mengantarkan ibu ane untuk kontrol rutin ke RS. Ane, ibu dan bapak berangkat dari rumah sekitar jam 8 pagi untuk cek gula darah dulu ke Apotek K24, kemudian setelahnya meluncur ke RS untuk kontrol. Saat itu karena bapak ane sudah hafal semua seluk beluk pemeriksaan, ane putuskan nunggu di parkiran mobil RS aja sambil sarapan bekel yang ane bawa dari rumah. Oya udah 2 bulanan ini ane udah mengubah pola makan, dari yang sebelumnya makan sembarangan (berdasar keinginan), sekarang lebih ke makanan-makanan yang alami.

Biasanya bagi para traveler, hari H menjelang keberangkatan kan menjadi hari yang sangat dinanti dan excited ya. Tapi entah kenapa.. hari ini perasaanku biasa aja. Datar.. flat.. I don't know why? Mungkin karena sebenarnya aku tidak yakin 100% dengan keinginanku untuk traveling jauh (bahkan hampir ke Kutub Utara) disaat kondisi ibu ane gak stabil seperti sekarang. Ibu ane memang sempat opnam di awal bulan Maret kemarin, dan itu membuat ane sempat ragu apakah mau melanjutkan berangkat trip ini atau tidak? Namun karena menjelang hari keberangkatan kondisi ibu ane udah semakin stabil, akhirnya ane memantapkan hati tetap berangkat. Hal itu karena sebagian besar tiket pesawatnya sudah ane beli sejak awal Januari 2024 . Namun entah kenapa di hari keberangkatan ini ane agak sedih. 

Rangkaian perjalanan ane akan dimulai dari naik kereta dari Solo ke Surabaya (malam ini/tanggal 30 Maret) - terbang dari Surabaya ke KL (1 April) - terbang dari KL ke Guangzhou (2 April) - terbang dari Guangzhou ke Moscow (3 April) - kemudian terbang dari Moscow ke Murmansk (4 April). Wow... Rangkaian yang panjang. Bayanginnya aja ane dah capek ya wkwkwk...

Tiket pesawat ane dari Surabaya-Kuala Lumpur sebenarnya udah ane beli di keberangkatan tanggal 28 Maret 2024, dimana rencananya ane akan di KL dulu selama 3 hari. Namun karena kondisi yang serba tidak pasti ini, ditambah ane pengen ngantarin ibu ane kontrol dulu, akhirnya ane batalkan keberangkatan di 28 Maret dan membeli tiket lagi di 31 Maret 2024 (besok).

Sekitar pukul 1 siang akhirnya ane udah menyelesaikan semua urusan RS dan mulai packing barang. Rencana jam 6 sore ini ane akan naik grab ke Stasiun Purwosari Solo untuk naik kereta ke Surabaya. Di Surabaya ane akan nginap semalam dan besok akan menjalani penerbangan pertama, Surabaya - Kuala Lumpur di jam 9 pagi. Sekitar jam 6 sore, setelah berpamitan dengan ortu ane, akhirnya ane berangkat ke Stasiun Purwosari. Ane yang biasanya semangat bikin-bikin story.. entahlah. Malam itu tidak terlalu semangat rasanya. Pikiran ane seakan diombang-ambingkan. Detik ini bersemangat mikirin trip kedepan, selanjutnya terkadang down karena mikirin ibu ane. Tapi yasudahlah. Semuanya harus dijalani dan diterima 🤗. 
Koper dan tas yang akan menemani perjalanan ane ke Rusia 2 minggu kedepan

Perjalanan dengan kereta dari Solo ke Surabaya berlangsung lancar dengan durasi sekitar 3 jam. Ane sampai di Stasiun Surabaya Gubeng jam 12 malam, dan segera jalan kaki 300 meter ke penginapan Box Backpacker yang sudah ane pesen sebelumnya. Semoga malam ini bisa tidur dengan nyenyak! 😊

Surabaya, 31 Maret 2024
Semangat!!
Pagi telah menyapa, dan ane bersyukur banget tidur semalam meskipun terlambat, bisa sangat lancar. Gatau kenapa semakin bertambah umur, tidur tu kok kadang susah ya?!😁. Disaat banyak kegiatan seperti ini, tidur cukup artinya tenaga kita juga akan maksimal untuk digunakan beraktivitas esoknya.

Setelah mandi, beres-beres singkat, dan sarapan roti serta kopi yang disediakan hostel, ane lanjutkan dengan pesen grab mobil ke T1 Bandara Juanda. Sesaat sebelum sampai T1, baru ane sadar 

"Eh ladalah.. ini kan penerbangan internasional ya, harusnya terbang dari T2."

"Iya mbak gpp bisa diubah tujuannya kok di aplikasi," kata supir grabnya.

Segera ane ubah dan huft, tiba-tiba argo yang semula 120rb jadi 150rb++, padahal jarak T1 dan T2 dekat lo. Wkwkwk.. ah siaaal gara-gara ga fokus rugi 30ribuan. Tapi yaudahlah.. ane menerima ini sebagai bagian dari kecerobohan dan harus lebih fokus kedepannya.

Proses check in, boarding dan pemeriksaan imigrasi berjalan dengan lancar. Kami hanya sempat ditanya-tanya sedikit oleh imigrasi ada keperluan apa di KL dan Rusia. Karena bisa menjelaskan dengan baik dan menunjukkan semua bukti (tiket pulang, Evisa), kami melewatinya dengan cepat dan duduk menunggu boarding di gate keberangkatan. Well, ini tentu saja berbeda jauh dengan tahun kemarin saat ane mau ke Kazakhstan. Imigrasi langsung menanyai dengan detail mau ngapain kesana, tiket, rencana perjalanan dll wkwk.

Sesaat kemudian kami dipanggil boarding. Perasaan ane saat itu sudah mulai bersemangat untuk memulai petualangan ini karena yah memang apa yang terjadi di hidup ane ini harus diterima. Penerbangan Surabaya - Kuala Lumpur dengan Super Air Jet berlangsung selama 2,5 jam dan di sepanjang jalan sering banget terjadi turbulensi. Tapi ane terus berusaha berpikir positif aja sambil tetep buka laptop dan nyicil kerjaan hehe..
Bersiap penerbangan Surabaya - Kuala Lumpur

Tetap nyicil kerjaan dari bangku pesawat

Sekitar jam 12 siang akhirnya mendaratlah kami dengan lancar di Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA). Dari kedatangan kami oper naik bus untuk menuju area pengambilan bagasi. Selesai mengambil bagasi, seperti biasa ane harus menyiapkan 2 hal sebelum keluar yaitu mempunyai pegangan uang Ringgit yang cukup serta punya paket internet. Untuk paket internet di Malaysia cukup mudah. Ane pakai paket roaming telkomsel seharga 50rb/24 jam. Cukup fair ane rasa. Untuk ringgit kebetulan ane masih punya sisa uang ringgit dari trip sebelumnya 90 rm, ditambah ane masih punya 30 sgd yang kemudian ane tukarin untuk dapat 90 ringgit lagi. Selain itu setelah ane perhitungkan sampai besok dan ternyata masih kurang, ane ambil lagi 100 ringgit di ATM. Oke, masalah uang dan internet selesai.

Karena perjalanan naik bus dari KLIA ke KL Sentral memakan waktu 1 jam, dan perut sudah mulai keroncongan, kami sempatkan dulu makan di kedai bandara. Saat itu ane memilih paket makan siang seharga 15ringgit, berisi nasi lemak, roti bakar selai nanas, dah teh tarik. Wahhh mantep banget rasanya! Cukup murah sih ane rasa untuk kelas bandara.
Paket makan siang 15 ringgit (55rb rupiah) di Bandara Internasional Kuala Lumpur

Selesai makan kita langsung ke stasiun bus di bawah KLIA untuk naik bus ke KL Sentral. Perjalanan dari KLIA ke KL Sentral kami tempuh selama kurang lebih 1 jam. Sampai KL Sentral kami tak lupa berfoto dulu dan setelahnya jalan kaki 300 meter ke Cozy hotel, tempat kami bermalam malam ini. Ane sendiri dapat promo 200ribuan permalam.
Berfoto di KL Sentral

Cozy Hotel. Murah dan bersih.

Sesiangan sampai sesorean itu hanya kami habiskan dengan istirahat dan main HP. Kota Kuala Lumpur juga diguyur gerimis sehingga membuat malas mau kemana-mana. Sekitar habis magrib, karena perut sudah keroncongan, kita keluar dan membeli pisang serta nasi sayur dan ayam goreng lemak untuk makan malam. Pisang ane beli seharga 4 ringgit dan nasi 21 ringgit.
Cozy Hotel. Murah dan bersih.

Malam itu ane habiskan dengan mengefixkan beberapa rencana harian dan setelahnya tidur dengan nyenyak... Zzzzz.zzzzz....

1 April 2024
Pagi telah menyapa... Syukurlah.. tidur ane nyenyak banget! Memang Cozy Hotel ini super duper nyaman sih menurut ane. Pagi itu setelah bermalas-malasan sejenak di kasur, ane segera bersih-bersih dan menata ulang barang. Rencana habis ini kita akan sarapan, beli bekel makan siang (dibungkus), ngeprint ulang Evisa, dan setelahnya langsung naik bus kembali ke KLIA. Penerbangan KL-Guangzhou sendiri adalah sore ini jam 6 waktu KL.

Selesai bersih-bersih dan menata barang, kami ke resepsionis untuk menukarkan voucher sarapan yang kemarin kami terima sewaktu check in. Well, sebenarnya ane ga mengharapkan dapat sarapan sih, tapi syukurlah diberi. Ternyata dengan voucher tersebut kami diarahkan untuk menukarkan di Kedai ABC yang berjarak 100 meter dari hotel. Ane memilih roti chapati dengan colekan kari, ditemani teh tarik panas gula sedikit. Duh mantapnyaaa!
Sarapan chapati, kari dan teh tarik

Selesai sarapan kami langsung beranjak cari tempat print untuk Evisa. Well sebenarnya ane udah print dirumah, cuma kualitasnya jelek dan di bagian barcode ada yang buram. Daripada bermasalah mending ane print ulang dengan kualitas yang bagus. Berjalan sejauh kurang lebih 1 km, ane menemukan tempat print, perlembarnya 2 ringgit (7000rupiah) huhuhu.. karena ga ada pilihan lagi sikat aja lah. Karena ane print Evisa dengan asuransi (yg ini ane print hitam putih), habis sekitar 10 ringgit. Kami berjalan 1 km kembali ke arah penginapan dan sempat mampir ke warung makan chinese untuk bungkus buat nanti siang makan di bandara. Warung ini favorit ane banget karena pilihan sayurnya banyak banget, proteinnya banyak dan harganya relatif murah. Seporsi yang ane bungkus ini 8 ringgit aja.
Bekel makan siang full sayur dan daging ayam

Selesai perihal makanan, kami kembali ke Cozy Hotel untuk packing akhir dan segera kembali ke KL Sentral untuk naik bus ke Bandara Internasional Kuala Lumpur. Ready to flight to Guangzhou!
Bas KL Sentral - KLIA