10.04.2024

Jakarta, 3 April 2015 : Jalan ke Kota Tua Sama Mbak Piksan

Hari ketiga magang di Bank CIMB di Jakarta, aku diajak travelmate ke India tahun 2012 - Mbak Piksan - untuk ketemuan di Halte Jakarta Kota Tua. Wuah. Aku excited sih, karena saat itu benar-benar gabut dan kesepian di Jakarta! Kebetulan ini pas weekend lagi, hari minggu. Aku inget banget, sebelum pergi Aku sarapan dengan membuat bihun rebus di ricecooker wkwkwk. 

Aku berangkat ke Halte Kota Tua naik busway, kebetulan karena hari minggu jalanan agak lengang dan aku bisa sampai dengan cepat. Turun dari halte busway, aku udah melihat Mbak Piksan yang sudah berdiri menunggu. Setelah sapa menyapa, kita pun jalan kaki sama-sama menuju Kawasan Kota Tua yang berjarak sekitar 1 km. Kita jalan kaki selama 20 menit sambil bercerita banyak hal, karena memang sudah cukup lama terakhir kali kita ketemu. Sesaat kemudian sampailah kita di Taman Fatahillah, yaitu alun-alun utama yang berada di Kawasan Kota Tua. Taman ini terlihat dikelilingi oleh bangunan-bangunan ikonik peninggalan kolonial Belanda, seperti Museum Fatahillah (Museum Sejarah Jakarta), Museum Wayang, dan Museum Seni Rupa dan Keramik. Saat itu suasana sangat ramai dan terlihat banyak pengunjung yang berfoto-foto serta menikmati suasana. Diramaikan juga dengan pedagang berbagai jenis makanan san barang kerajinan, penyewa sepeda, perpustakaan kota tua, dan sebagainya.

Ternyata hari itu Mbak Piksan juga membawa buku 1 koper yang akan dia sumbangkan untuk Perpustakaan Kota Tua. Ini disini kita berfoto saat penyerahan buku itu hehehe.. ane culun banget yah jalan pake kemeja, celana kain sama sendal jepit. Aduh ceunah kenapa ga pake sepatu ya? 😁
Oya selain buku 1 koper itu, Mbak Piksan juga membawa baju-baju kantornya dia (yang mungkin udah ga dipakai lagi) ke ane. Hahaha.. ya ane terima-terima aja. Lumayan kan ga harus beli kemeja baru lagi untuk memulai petualangan magang ane di Jakarta.

Sesaat kemudian, sebelum eksplor Kota Tua lebih lanjut, Mbak Piksan ngajak aku makan siang dulu di Cafe Batavia. Awalnya ane nurut-nurut aja ya, ngikut-ngikut aja. Tapi setelah masuk bagian dalam cafe yang vintage dan klasik, ane jadi paham ini pasti cafe mahal! 😁😁. 

Setelah ane baca, bangunan cafe ini merupakan salah satu gedung kolonial yang masih terawat dengan baik, dibangun pada abad ke-19. Interior kafe ini penuh dengan suasana vintage, dihiasi dengan foto-foto sejarah, lampu-lampu gantung klasik, serta furnitur kayu yang menambah kesan nostalgia. Wuah, jadi sungkan kan.. apalagi saat itu ane masih bokek banget, dan baru mulai kerja. Tapi Mbak Piksan ini emang orangnya baik banget. Ane lupa secara spesifik pesan apa, mungkin nasi goreng, tapi kita menikmati makanan kita dengan kusyuk sambil memandang ramainya Taman Fatahillah di bawah sana.

Selesai makan, kita mulai eksplor. Aku memulai langkahku di Taman Fatahillah, alun-alun yang menjadi pusat keramaian Kota Tua Jakarta. Di hadapanku, air mancur tua berdiri megah, sementara sekelilingnya dihiasi bangunan-bangunan kolonial yang masih terjaga. Orang-orang tampak sibuk dengan kameranya, mengabadikan momen dengan latar belakang gedung-gedung tua yang menyimpan sejarah panjang Jakarta. Aku bisa merasakan aura zaman kolonial yang masih terasa hidup di sini, di antara Museum Fatahillah dan bangunan-bangunan lainnya.

Setelah menikmati suasana alun-alun, aku melangkah menuju Kali Besar. Jalan berbatu di bawah kakiku terasa kuno, seolah membawaku menelusuri jejak masa lampau. Sepanjang perjalanan, gedung-gedung tua dengan arsitektur kolonial terus mengapit di kiri dan kanan. Mereka seperti saksi bisu dari cerita-cerita lama tentang Batavia. Setiap kali kulihat bangunan ini, aku tak bisa menahan rasa kagum akan bagaimana masa lalu begitu dekat, namun tetap terasa jauh di belakang.

Akhirnya, aku sampai di tepi Kali Besar, kanal yang kini terlihat lebih tenang. Airnya mengalir perlahan, dan di sepanjang tepiannya, taman-taman kecil serta trotoar yang rapi menghiasi pemandangan. Aku memilih duduk di salah satu bangku, menikmati suasana yang jauh lebih damai daripada di Taman Fatahillah. Bangunan-bangunan tua memantulkan bayangannya di atas permukaan air, menciptakan gambaran kota tua yang seolah masih terjebak dalam waktu.

Sore mulai beranjak, dan sinar matahari yang lembut menyoroti permukaan kanal, menciptakan pemandangan yang hampir magis. Aku memejamkan mata sejenak, meresapi angin sepoi-sepoi yang membawa ketenangan. Di sini, di Kali Besar, segala sesuatu terasa berjalan lebih lambat, memberi ruang untukku merasakan keindahan Kota Tua dari sudut pandang yang lebih hening.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar