Bukannya sombong, ane akuin, ane itu orang yang benci banget sama yang namanya utang gan. Apalagi di posisi ane yang berhutang dan harus bayar setiap bulan, hmmmmm, kepikiran terus gitu aja rasanya. Dan jadi nggak bebas. Meski pada beberapa kesempatan ane terpaksa berhutang untuk membeli sesuatu (i.e. rumah ane ini), ane tetap bertekad untuk melunasinya secepat mungkin.
Punya utang yang harus dibayar tiap bulan itu rasanya...hmmmm... mau traveling kepikiran masih punya utang. Mau beli sesuatu barang masih kepikiran punya utang. Pokoknya apa-apa kepikiran. Nah seperti ane jelasin di part sebelumnya, ane melakukan pembelian rumah subsidi di Boyolali yang pembayarannya ane pake cara cash bertahap. Sebenarnya pas mau beli kemarin, lihat perbedaan harganya kredit vs cash yang selisihnya 50 jutaan,ane awalnya tergoda kredit aja. Namun karena ane seorang freelance dan tidak mempunyai persyaratan untuk kredit, ane harus ambil pilihan tengah, cash bertahap.
Sama developernya, ane dikasih waktu 6 bulan untuk membayar cicilan pokok setelah pembayaran DP. Waktu itu, bulan Januari 2020, harga rumah yang diberikan ke ane adalah Rp 163.000.000. Itu sudah termasuk rumah pokok, sisa kelebihan tanah 7m2, sama biaya notaris untuk nanti balik-balik nama. Dari harga tersebut, ane DP Rp 100.000.000. Otomatis masih ada sisa Rp 63.000.000. Dari sisa tersebut, ane diwajibkan bayar Rp 8.250.000 tiap bulan.
Karena ane orangnya gak sabaran pengen utang cepet lunas, tapi sayang duit juga kalau langsung bayar Rp 63.000.000, pada 11 Februari kemarin ane melakukan pembayaran cicilan kedua sebesar Rp 20.000.000. Kebetulan dapat rejeki dari project di Trenggalek. Uang DP project yang ane dapet langsung ane setorkan 90% untuk membayar rumah. Jadi utang ane tinggal Rp 43.000.000. Semangat 45!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar