Aku orang yang percaya dengan ungkapan, "Hidup haruslah dinikmati dan haruslah dibuat bahagia."
*Sebuah Catatan di Kintamani
Aku menulis ini sambil duduk santai di teras Segara Hotel and Restaurant, sebuah penginapan super cozy di tepi Danau Batur, BALI. Aku selonjorkan kakiku di kursi teras kamar sembari memangku laptop. Tubuhku terasa rileks. Udara dingin sesekali datang, menyegarkan kulitku yang dari seharian kemarin terkena panas yang menyengat di Denpasar.
Perjalanan ke Bali ini cukup mendadak. Aku baru memutuskan akan pergi beberapa hari sebelum berangkat, setelah bingung mau menghabiskan long weekend 22-24 April 2017 dimana. Menghabiskannya sendirian di Surabaya aku rasa bukan pilihan yang menyenangkan, di Solo juga aku sering bosan karena tidak ada aktivitas terlalu berarti yang bisa dilakukan, kebetulan juga minggu ini belum ada order pekerjaan freelance. Aku sempat berpikir ingin mengunjungi Timor Leste, tapi karena harga tiket yang melambung mahal, aku mengurungkannya. Setelah sempat berargumen dalam hati, antara ingin mengunjungi Banjarmasin / Balikpapan / Samarinda / Bali, akhirnya pilihan aku jatuhkan ke Bali. Karena dari semuanya, Bali-lah yang paling ekonomis. Lagipula, aku juga kangen dengan Bali. Setelah kupikir-pikir, terakhir kali aku benar-benar kesini untuk mengunjungi wisatanya itu tahun 2011 sewaktu backpackeran dengan teman kuliahku. WOW, sudah 6 tahun yang lalu.
Aku menikmati dua hariku di Bali. Meskipun aku tidak terlalu mengunjungi banyak tempat wisata (karena targetku memang hanya ingin bersantai dan refreshing), tetapi perjalanan ini benar-benar telah menyegarkan otakku dari kepenatan yang selama beberapa hari melanda. Sejak pulang dari China pada 28 Maret 2017, perasaan wanderlust dengan intensitas lumayan hebat memang sering melandaku. Rasanya hanya ingin pergi ke tempat yang jauh. Berpetualang. Menikmati sesuatu yang baru. Selalu bosan dengan hal monoton yang kuhadapi setiap hari.
Resign, resign dan resign adalah ide yang muncul di kepalaku sejak aku pulang backpackeran dari China. Rasanya aku sudah tidak sanggup menghadapi semua hal monoton ini. Kerja dari Senin sampai Jumat, dari jam 07.00 sampai 15.30. Uang, uang, uang, itu selalu yang dicari. Dimana kebahagiaan? Dimana kenikmatan hidup? Dimana itu? Apa hidup hanya untuk mencari uang? Mengejar materi yang tidak pernah ada habisnya?
Siang tadi, setelah mandi yang menyegarkan, aku makan siang di restoran Hotel Segara. Sepiring nasi goreng ayam, kentang goreng, dan teh lemon panas terhidang mengepul didepanku. Aku makan sembari menikmati pemandangan Danau Batur yang mempesona dihadapanku. Sejenak kemudian, aku menyalakan notebook dan mulai menonton film India menggunakan wifi hotel. Rasanya pikiranku begitu rileks, aku benar-benar menikmati hidup. Traveling mengajarkanku, bahwa dalam hidup kita harus senantiasa seimbang. Kerja dan memberikan hidup kebahagiaan, harus dilakukan secara seimbang.
Gaya hidup pemalas? Aku tidak mendefinisikan backpacker sebagai sesuatu seperti itu. Karena menurutku, seorang traveler yang sudah terasah menjadi backpacker akan mempunyai tingkat kreatifitas dan bertahan hidup yang lebih tinggi dari rata-rata. Mereka selalu mencari dan mencari sesuatu untuk membuat semuanya murah. Mencari segala informasi dari berbagai sumber. Mereka bukan pemalas. Mereka bisa menikmati itu semua dari hasil kreatifitas mereka. Kreatifitas untuk menghasilkan uang, kreatifitas untuk membuat rencana perjalanan yang menyenangkan, kreatifitas untuk bertahan hidup dengan uang seadanya.
Aku benar-benar menikmati hidup dengan traveling!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar