Seperti halnya Varanasi yang merupakan kota
tersuci bagi umat Hindu, Bodhgaya merupakan salah satu kota tersuci bagi umat
Buddha karena disinilah tempat Siddharta Gautama memperoleh pencerahan sehingga
akhirnya ajarannya menjadi panutan umat Buddha seluruh dunia. Bodh Gaya merupakan sebuah kota religius yang terletak sekitar 11 kilometer sebelah selatan Kota Gaya. Keduanya terletak di negara bagian Bihar di sebelah timur laut India. Bodh Gaya ini adalah salah satu titik pemberhentian akhirku, dimana yang terakhir adalah di Kolkata sebelum pulang ke Indonesia.
Tidak mempunyai petunjuk transportasi apa yang
akan kami gunakan keliling Bodhgaya, penjaga penginapan merekomendasikan menyewa
mobil sekaligus supir dari temannya dengan tarif 1000Rs. Kami segera
menyetujuinya karena ingin sedikit merasakan kesenangan dan kemudahan di
hari-hari terakhir trip India ini. Keluar penginapan, pemandangan kontras sudah
menyambut kami. Di sekitar bangunan penginapan kami yang notabene dianggap
bangunan mewah, di sekitarnya berdiri pemukiman penduduk miskin yang sungguh
mengenaskan. Anak-anak bermain di tempat becek yang begitu kotornya tanpa ada
pengawasan dari orangtua. Aku tidak menyadarinya kemarin karena keadaan sudah
gelap. Mobil yang kami tumpangi menghempaskan debu ke arah anak-anak malang itu, seakan tak mempedulikan kontras kehidupan yang ada.
Tatapan mata anak-anak penuh pengharapan itu
tidak pernah lepas dari keberadaan kami jika melewatinya. Ya, kami seakan
menjadi artis disini. Setiap pergerakan
kami seakan tidak bisa lepas dari kedua bola mata mereka yang sebening air
pegunungan. Memang, orang India mempunyai paras hitam manis yang khas. Kami mengamati mereka yang sedang bermain di jalanan sementara mobil terus melaju. Tempat pertama yang akan kami kunjungi adalah Bukit Dungeshwari dengan Gua Mahakala yang terkenal.
Mobil berjalan perlahan menyusuri jalanan di Bodh Gaya. Jalanan ke Bukit Dungeshwari yang berjarak 15 kilometer dari Kota Bodh Gaya didominasi oleh dataran luas yang dikelilingi oleh perbukitan yang menghampar jauh disana.Karena India sedang memasuki musim penghujan, bisa ditebak, semuanya menghijau menyegarkan. Di sepanjang jalan saya banyak melihat satu hal unik yaitu rumah-rumah penduduk lokal yang ditempeli kotoran sapi di sepanjang dinding luarnya. Menurut penuturan sopir kami, kotoran sapi itu digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak. Sungguh memang sapi adalah hewan yang berjasa, semua bagian tubuhnya bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia.
Perjalanan menuju Gua Dungeshwari (GALUH PRATIWI)
Perjalanan menuju Gua Dungeshwari (GALUH PRATIWI)
Semakin mendekati Bukit Dungeshwari, jalanan semakin menanjak dan melewati jalanan tanah. Di kiri kanan jalan saya menjumpai bebatuan tua yang menghampar luas. Bebatuan tua berwarna coklat kemerahan itu tersingkap luas, ada yang berupa bongkah-bongkahan dengan retakan disana-sini. Hal itu tentu saja lumrah terjadi karena menurut sejarah geologinya, kerak benua India merupakan salah satu kerak benua berusia paling tua di dunia. Pemandangan didominasi oleh perbukitan hijau dengan pepohonan yang menghampar luas.
Bukit Dungeshwari dengan batuan tuanya (GALUH PRATIWI)
Reruntuhan batuan di Bukit Dungeshwari (GALUH PRATIWI)
Di sepanjang jalan menuju tempat parkiran, kami sempat menjumpai beberapa pengemis yang mengulurkan tangan di luar mobil sana. Kami hanya bisa bergeming karena supir sama sekali tidak menurunkan kecepatan. Mungkin baginya terlalu biasa melihat begitu banyaknya pengemis yang meminta-minta disini. Dengan jumlah penduduk yang melebihi 1 miliar ( empat kali jumlah penduduk Indonesia), tentunya persaingan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak tidak akan mudah. Seseorang harus teredukasi dan mempunyai keterampilan. Sisanya? harus tabah menerima nasib bekerja seadanya.
Menurut penuturan supir kami, atraksi utama dari Bukit Dungeshwari ini adalah Gua Dungeshwari / Gua Mahakala yang berada diatas bukit sana. Ya, untuk menuju kesana memang kami wajib treking sesaat (sekitar 20 menit). Tapi rute treking yang sudah disemen bagus ditambah pemandangan indah seakan membuar treking ini tidak berarti. Menurut salah satu papan yang saya baca di pinggir jalan treking, jalan ini dibangun atas sponsor dari dua bersaudara dari Thailand (Mantavone Ratsaphong dan Khamsav Southiphong Ratshaphong), anggota keluarga mereka, serta anggota Perkumpulan Lao French 2004. Sebelum mendapat sponsor dari mereka, bisa dibayangkan, mungkin masih berupa jalan tanah.
Treking menuju Gua Dungeshwari (GALUH PRATIWI)
Di sepanjang jalan kami banyak menjumpai monyet yang berkeliaran bebas dan sapi yang merumput di kiri kanan jalur treking. Sesekali saya melihat pengemis dengan badan kurusnya yang sungguh membuat saya iba dan memberinya beberapa rupee. Saya juga sempat membeli biskuit untuk diberikan kepada monyet-monyet diatas nanti.
Sapi di sepanjang perjalanan (GALUH PRATIWI)
Beberapa saat sebelum sampai di atas, saya sempat menjumpai seorang peziarah tua botak yang menggunakan jasa angkut lokal berupa keranda sederhana yang terbuat dari bambu. Keranda tersebut diangkut oleh beberapa lelaki India usia tanggung dengan tubuhnya yang terlihat kuat dan kekar, seakan sudah terlalu biasa melakukan kegiatan ini. Hal tersebut cukup wajar karena banyak peziarah usia lanjut yang berkunjung kesini, dimana mereka sudah tidak sanggup lagi kalau harus treking. Saya rasa metode transportasi ini cukup efektif, bisa memberikan penghasilan untuk orang lokal.
Alat angkut menuju Gua Dungeshwari (GALUH PRATIWI)
Semakin mendaki keatas, jalanan menjadi semakin sempit dan berundak. Monyet-monyet semakin banyak keluar dan menggoda kami, meminta secuil makanan. Tapi nanti dulu, kami melanjutkan perjalanan keatas sampai menemukan sebuah bangunan yang seperti kuil. Di belakang bangunan tersebut terdapat dinding tinggi terjal dengan goresan kekar disana-sini. Bendera doa Tibet warna-warni terlihat dikaitkan pada dinding, berkibar-kibar mengirimkan mantra dan doa ke seluruh penjuru dunia. Setelah melewati beberapa undak-undakan, terlihatlah beberapa gua yang merupakan tujuan utama perjalanan kami. Gua yang paling utama tentulah Gua Dungeshwari/ Gua Mahakala, yakni gua tempat dimana Sang Buddha mengasingkan diri dan menghabiskan waktu selama 6 tahun untuk bermeditasi sebelum Ia pergi ke Bodh Gaya untuk realisasi akhir. Di dalam gua ini terlihat patung emas Sang Buddha dalam kondisi yang sangat kurus. Pada bagian bawah ptung terdapat banyak dupa dan lilin para peziarah. Teman saya yang beragama Budha sempat melakukan sembahyang disini.
Kondisi jalan menuju Gua Dungeshwari (GALUH PRATIWI)
Tebing tinggi terjal (GALUH PRATIWI)
Bendera doa (GALUH PRATIWI)
Salah satu kuil Buddha (GALUH PRATIWI)
Salah satu kuil Buddha (GALUH PRATIWI)
Selain Gua Dungeshwari, terdapat juga dua kuil kecil Budha lainnya yang juga untuk mengenang perjalanan spiritual Sang Buddha. Selain itu terdapat juga beberapa patung dewa-dewi Dungeshwari yang ditempatkan di dalam gua. Kami menghabiskan beberapa saat disini untuk memberikan penghormatan. Para peziarah datang silih berganti untuk melakukan sembahyang. Bau dupa dan bakaran lilin terlihat memenuhi mulut gua yang berukuran kecil tersebut.
Selain kedua nama tersebut, Gua Dungeshwari juga populer disebut Sujata Sthan oleh orang-orang lokal. Ada cerita menarik di balik itu, dimana Sujata adalah perempuan penolong Sang Buddha. Ketika Sang Buddha sedang melakukan meditasi yang sungguh menyiksa dirinya, ia menjadi lemah dan kelaparan. Ketika ia beristirahat di bawah pohon banayan, seorang perempuan desa bernama Sujata menawarinya makanan. Buddha menerima persembahan tersebut dan memakannya. Persetujuan eksplisit Buddha tersebut menunjukkan Ia kebenaran Ilahi yakni penyiksaan diri yang berlebihan atau perendahan diri bukanlah jalan yang benar untuk memperoleh pencerahan. Buddha memperoleh pengetahuan baru dari peristiwa ini yakni mengikuti jalan tengah merupakan jalan untuk mencapai nirwarna. Sujata Sthan atau Kuil Dungeshwari didirikan sebagai simbol untuk mengenang peristiwa ini.
Kami menghabiskan waktu beberapa saat disini. Mengenang perjalanan Sang Buddha, menikmati pemandangan savana dan perbukitan yang menghampar luas kehijauan serta kedamaian hati yang nyata. Setelah menunggu teman saya beribadah dan memotret-motret, kami segera kembali ke bawah. Sebelum pulang tak lupa kami mampir memberikan biskuit yang sudah kami beli ke monyet-monyet. Saya rasa Gua Dungeshwari merupakan salah satu tempat yang paling penting bagi Sang Buddha karena disinilah Ia mendapatkan pengetahuan baru yang menuntunnya untuk memperoleh pencerahan di Bodh Gaya nanti.
Pemandangan Bodh Gaya dari Bukit Dungeswari (GALUH PRATIWI)
Bukit Dungeshwari (GALUH PRATIWI)