Berebut tiket (GALUH PRATIWI)
Saat kami merencanakan liburan ke Kepulauan Karimunjawa pada long weekend 5-8 Mei 2016 kemarin, kami tidak sadar bahwa kami akan menghadapi beberapa hal yang sangat chaotic dan benar-benar menguras tenaga serta tekad kami untuk ke Karimunjawa. Pemilihan waktu long weekend ane rasa kurang tepat karena pada waktu yang seperti inilah wisatawan lokal akan membludak di Karimunjawa. Semuanya ingin refreshing, semuanya ingin snorkeling, semuanya ingin mengunjungi Karimunjawa. Semuanya seakan tidak menjadi masalah karena pada hari Jumat (6 Mei 2016) terdapat kapal ferry Siginjai dengan kapasitas lumayan besar yang akan mengantarkan kami ke Karimunjawa.
"Loh, ini tanggal 6 Mei Kapal Siginjai off?" kata Arin setengah terkejut sembari menunjuk kertas pengumuman di depan loket pembelian tiket kapal Siginjai, Pelabuhan Kartini.
"Hah, mana mungkin Rin??" jawabku seraya langsung berdiri tadi posisi tiduranku yang enak.
Di kertas tersebut tertulis, keberangkatan Kapal Siginjai untuk tanggal 6 Mei 2016 (sekarang) OFF.
Mati aku! Aku sudah terlanjur membawa kedua temanku kesini. Ega sudah membatalkan trip ke Bali untuk bergabung ke Karimunjawa denganku. Arin sudah datang jauh-jauh dari Madura. Ini tidak boleh terjadi!
"Nggak mungkin Rin. Kapalnya ada kok. Lihat aja banyak banget penumpang yang udah datang, mana mungkin kapalnya off. Kita tunggu aja dulu," kataku dengan tidak yakin. Di sekitar kami memang sudah banyak backpacker yang berdatangan. Kita semua mempunyai harapan yang sama, ke Karimunjawa.
Berjam-jam kami menunggu loket dibuka dengan perasaan was-was. Dalam hati, aku sudah merencanakan berbagai alternatif untukt tetap bisa menginjakkan kaki ke Karimunjawa.
'Naik kapal Bahari Ekspress? Ah.....mana mungkin tiketnya masih. Pasti sudah habis.'
'Naik ferry dari Semarang? Semarang masih 2,5 jam dari Jepara, apakah tiketnya masih ada? Apakah akan terkejar?'
'Naik pesawat Semarang-Karimunjawa? Cuma ada pesawat kecil dengan maksimal penumpang 10 orang. Mahal...paling udah habis juga.'
Pusing. Aku cuma bisa terdiam sembari berharap waktu cepat berputar dan loket segera dibuka. Aku ingin kepastian.
Menit demi menit seakan berjalan sangat lambat. Aku hanya bisa membaringkan tubuh lelahku ke lantai. Dengan berbantal tas ransel, aku mencoba memejamkan mata. Nihil. Aku memang orang yang tidak mudah memejamkan mata di sembarang tempat.
Perlahan demi perlahan, langit mulai berubah cerah. Wisatawan ala 'backpacker' yang menunggu semakin banyak. Sebagian mengemper di depan loket, sebagian di bagian luarnya karena ruangan di depan loket memang sudah penuh. Aku masih berharap Kapal Siginjai akan beroperasi hari ini. Bagaimanapun, itu adalah satu-satunya harapan untuk bisa mengantarkan kami ke Karimunjawa hari ini.
Harapan kami dikacaukan oleh kedatangan seorang bapak paruh baya setengah mabuk yang terus menerus bilang ke kelompok wisatawan di sebelah kami kalau hari ini Kapal Siginjai memang tidak berangkat. Selain itu dia juga terus menerus bilang kalau dia asli orang Karimunjawa. Aku tidak bisa menarik kesimpulan dari omongan dia yang diulang-ulang.
Aku seperti kehabisan akal. Bagaimana ini? Kami sudah jauh-jauh kesini, masa tidak jadi berangkat? Aku sudah membicarakan berbagai kemungkinan dengan Ega dan Arin. Tetapi mereka sendiri merasa pesimistis dengan kemungkinan tersebut. Jika memang hari ini tidak bisa berangkat, dan kami tetap memaksa ingin ke Karimunjawa, kami harus berangkat besok. Implikasinya? Kami kehilangan waktu satu hari di Karimunjawa, kehilangan paket snorkeling dan keliling pulau yang sudah kami DP, serta sangat melelahkan karena disaat hari Sabtu sudah sampai di Karimunjawa, Minggunya kami sudah harus kembali ke Jawa. Bukan pilihan yang menguntungkan sepertinya.
Kegalauan itu memaksaku berpikir keras. Tiba-tiba aku ingat, Bahari Ekspress mempunyai kantor cabang di Jepara, tepatnya di Jalan Dermaga. Setelah aku cek via google map dan bertanya kepada beberapa pedagang di sekitar pelabuhan, letaknya tidak jauh dari Pelabuhan Kartini (tempatku sekarang). Siapa tahu jika aku kesana, maka kantornya akan buka lebih dahulu sehingga aku bisa mendapatkan tiket kapal cepat Bahari Ekspress duluan sebelum para backpacker disini.
Aku segera menyampaikan ideku ke Arin dan kami tindaklanjuti dengan pembagian kartu identitas untuk membeli tiket. Aku membawa dua Surat Izin Mengemudi (SIM) dan satu Kartu Tanda Penduduk (KTP). Dengan berjalan kaki dan menanyakan arah kepada satpam pelabuhan, aku segera menuju kantor Bahari Ekspress.
Ternyata Kantor Bahari Ekspress adalah sebuah rumah bertingkat dua bercat biru yang cukup sederhana. Begitu sampai disana, aku cukup tertegun karena ternyata disana sudah ada beberapa backpacker lain yang mempunyai pemikiran sama denganku. Kantor terlihat masih ditutup rapat, hanya ada beberapa agen travel yang bolak-balik keluar masuk kantor dengan membawa tiket kapal segepok.
Ah, aku hanya bisa memandangi segepok tiket itu.
Aku bertanya kepada beberapa laki-laki dari travel agen yang juga terlihat berdiri di depan. Pertanyaanku hanya dijawab dengan jawaban singkat dan jelas, kantor masih tutup. Di saat genting seperti ini, semua manusia memang seakan menjadi egois dan mementingkan diri sendiri.
Aku hanya bisa terduduk di sudut, menunggu dan menunggu. Nomor telepon kantor yang terpasang di baliho beberapa kali kutelpon tidak ada respon.
Beberapa kali Arin menghubungiku, menanyakan bagaimana kemajuan disini. Nihil, Rin, Jawabku dengan sedih dan pasrah. Aku menunggu hampir dua jam, menumpang meluruskan kaki di halaman rumah orang.
Sesaat kemudian, datang beberapa backpacker lain yang mempunyai pemikiran sama denganku juga, datang ke kantor travel. Aku mengobrol dengan mereka, mengeluhkan keputusan pihak kapal Siginjai yang dengan seenaknya tidak memberangkatkan kapal di awal akhir pekan yang panjang seperti ini. Kami masih mending hanya tiga orang, mereka bahkan membutuhkan dua puluh tiket. Aku yang sudah pesimis dengan peluangku, menjadi bertambah pesimis untuknya.
Penantian kami diruntuhkan oleh kedatangan seorang pria bertubuh tinggi besar yang mengatakan bahwa tiket Bahari Ekspress sudah habis dari jauh-jauh hari sehingga tidak ada gunanya kita menunggu disini sekarang. Kami mendesah dengan sedih. Sudahlah, mungkin memang belum waktunya ke Karimunjawa.
"Sudahlah, kita ke Pulau Panjang saja," kataku kepada beberapa backpacker lain sembari kita jalan kembali ke Pelabuhan Kartini.
"Pulau Panjang? Mana itu?" tanya seorang lelaki bertubuh tambun yang berjalan di depanku.
Aku tidak terkejut. Nama Pulau Panjang memang sama sekali belum terkenal di mata traveler. Aku bahkan baru mengetahui nama dan keberadaan pulau ini beberapa hari menjelang keberangkatan.
"Itu pulau berjarak 2,5 kilometer sebelah barat Pelabuhan Kartini. Bisa naik kapal dari dalam pelabuhan."
Sewaktu aku kembali ke loket (tempat dudukku bersama Arin dan Ega tadi pagi), aku dikejutkan satu hal. Terlihat orang-orang antri berdesak-desakan tanpa ampun berebut tiket Kapal Cepat Ekspress Bahari!
Lho, Apa ini?!
Ada apa ini? (GALUH PRATIWI)
Riuhnya suasana di loket (GALUH PRATIWI)
0 comments:
Posting Komentar