Udara masih dingin, matahari masih belum menampakkan sinarnya, sarapan masih belum disiapkan, ketika HP ane tiba-tiba berbunyi nyaring. Mata masih terlalu berat, selimut masih enggan diturunkan, tapi karena ane kepikiran kemungkinan yang telfon itu Kak Oliv, ane paksakan diri untuk bangkit dan mengangkat telfon. Kak Oliv ngomong dalam waktu singkat sudah tiba di Soe dan minta ketemuan di hotel kami. Ane segera cuci muka dan gosok gigi untuk menunggu Kak Oliv di lobby.
Beberapa saat kemudian, Kak Oliv datang. Orangnya baik banget, dan kami ngobrol nyambung cukup lama. Dari yang basa basi, penting, nggak penting, kami obrolkan semuanya.
Btw, siapa sih gan Kak Oliv?
Kak Oliv itu temennya suami Mama Tere gan, yang ane inepin rumahnya di Rinbesi Hat kemarin. Dia kebetulan kerjanya di Kantor Kecamatan Kolbano, yang hanya berjarak 150 meter dari Pantai Kolbano. Otomatis, Kak Oliv-lah yang mengatur semua perjalanan kami ke Kolbano. Dia yang mencarikan bus kesana (menelpon sopirnya untuk menjemput kami di hotel), bahkan mengizinkan kami menginap semalam di Kantor Kecamatan Kolbano.
Setelah berbincang lama, barulah ane sadar kenapa Kak Oliv bela-belain telfon dini hari tadi. Karena katanya, bus dari Soe ke Kolbano hanya ada 2x sehari yaitu jam 5 pagi sama 1 siang. Itulah mengapa Kak Oliv memaksa kami bertemu kemarin malam, supaya kami bisa naik bus yang jam 5 pagi. Karena kesalahpahaman ini, kami hanya mempunyai pilihan naik bus jam 1 siang. Sembari menunggu waktu tersebut, ane mengusulkan untuk menjelajah Taman Wisata Buat terlebih dahulu, yang hanya berjarak 5 km dari pusat kota. Semuanya setuju dan kita naik ojek PP Rp 100.000/bertiga menuju salah satu taman terindah di Soe ini.
Kondisi jalan menuju Taman Wisata Bu'at (MUTYA PRAMESWARI)
Perjalanan ke Taman Wisata Buat kami lalui selama kurang lebih setengah jam karena jalannya jelek. Tarif ke Taman Wisata Buat ini sendiri dikenakan Rp 5000,00/orang dan menurut ane hal itu sebanding banget dengan apa yang kita dapatkan di dalam gan. Saat itu suasana taman lagi-lagi sepi, tidak ada wisatawan lain selain kami. Tidak tampak adanya penjaga yang menarik biaya masuk sehingga kami langsung melaju dengan leluasa.
Gerbang masuk Taman Wisata Bu'at (MUTYA PRAMESWARI)
Taman rekreasi ini dibuat oleh Pemda Kabupaten TTS yang berada dihutan lindung Bu’at. Dimana taman ini dibuat untuk menjadi tempat rekreasi keluarga. Taman ini sangat sejuk karena dikelilingi pohon-pohon yang tinggi dan rindang seperti pohon pinus, mahoni mapun pohon cendana. Masuk ke dalam, kami langsung disuguhi dengan sebuah jalan kecil yang dikelilingi oleh pepohonan tinggi dan bunga-bunga, saat itu spot yang pertama kami kunjungi adalah Sapi Perah dan Biogas. Di Taman ini memang terdapat peternakan sapi perah, dimana kotoran sapi akan diolah menjadi biogas yang selanjutnya bisa disalurkan ke rumah-rumah warga. Sewaktu kami kesana, biogas terlihat sudah jadi dan bisa digunakan gan.
Taman Wisata Bu'at (MUTYA PRAMESWARI)
Taman Wisata Bu'at (MUTYA PRAMESWARI)
Selain spot sapi perah dan biogas, di Taman Wisata Buat ini juga ada pembibitan berbagai macam buah seperti strowberry dan jeruk. Sewaktu kami kesana pembibitan terlihat belum terlalu lama dimulai sehingga masih sangat sedikit yang sudah berbuah. Selain buah terdapat juga bibit bunga-bungaan, jagung, pohon cendana, pinus dan lain-lain. Perpaduan berbagai macam tumbuhan ini membuat Taman Wisata Buat terlihat sangat asri dan cantik gan.
Pembibitan Stawberry (MUTYA PRAMESWARI)
Jagung (MUTYA PRAMESWARI)
Pembibitan Jeruk (MUTYA PRAMESWARI)
Stawberry (MUTYA PRAMESWARI)
Di dalam Taman Wisata Buat ini sendiri bisa ditemukan penginapan yang cukup cozy, ane sempat tanya, untuk menginap 1 malem dikenakan tarif mulai dari Rp 150.000,00/rumah. Cukup fair karena rumahnya cukup luas gan. Selain itu juga terdapat kandang yang dibatasi kawat dengan beberapa monyet di dalamnya. Sewaktu kami memberikan makanan dari luas, monyet-monyet tersebut berebut dan berteriak tanpa henti.
Villa yang bisa disewa di Taman Wisata Bu'at (MUTYA PRAMESWARI)
Dalam perjalanan pulang kembali ke Soe, kami sempat dimampirkan tukang ojek ke sebuah kubangan yang ‘katanya’ ada buaya disitu. Di Pulau Timor ini memang masih cukup sering dijumpai buaya gan, baik di pantai, muara maupun rawa. Tapi saat itu kami tidak menjumpai kenampakan buaya, mungkin lagi berendam kali ya.
Katanya ada buaya disini (MUTYA PRAMESWARI)
Pukul 13.00, akhirnya kami berangkat juga menggunakan bus lokal menuju Kolbano. Jalan dari Soe ke Kolbano ini cukup mulus dan berkelok-kelok tanpa henti, kami lalui selama kurang lebih 2,5 jam dengan tarif Rp 25.000/orang. Saat itu kami diturunkan di Kantor Camat Kolbano, yang jaraknya 100 meter dari Pantai Batu Kolbano yang terkenal itu. Rencana malam ini kami akan tidur disini, dimana Kak Oliv bekerja disini. Kak Oliv memberi pesan kami harus menemui Kak Yanto saat sampai di Kantor Camat Kolbano. Tapi saat kami sampai suasana begitu sepi, dan setelah mengetok-etok rumah Kak Yanto berdasarkan petunjuk dari Kak Oliv, kami tidak juga mendapatkan jawaban. Pokoknya sepi habis gan, kami hanya ditemani oleh kambing dan sapi yang hilir mudik.
Pemandangan di depan Kantor Camat Kolbano (MUTYA PRAMESWARI)
Pemandangan di depan Kantor Camat Kolbano (MUTYA PRAMESWARI)
Padang Savana di depan Kantor Camat Kolbano (MUTYA PRAMESWARI)
Padang Savana di depan Kantor Camat Kolbano (MUTYA PRAMESWARI)
Akhirnya ane menelpon Kak Oliv untuk memberitahu kalau Kak Yanto tidak ada di tempat. Oleh Kak Oliv, kami diminta menghubungi Yodi, yang katanya rumahnya di belakang kantor desa. Kami menemukan rumah Yani dengan cukup mudah, dan ternyata Kak Oliv menyuruh Yodi untuk mempersiapkan ruangan di kantor camat untuk kami tidur nanti malam, memberi petunjuk untuk tempat memasak, mencuci piring. Hmmm baik sekali Kak Oliv ini ya. Ane bersyukur dipertemukan dengan orang-orang baik di sepanjang perjalanan ini.
Setelah membereskan barang kami pun segera beranjak ke Pantai Kolbano untuk melihat sunset. Saat itu suasana begitu sepi gan, hanya segelintir manusia saja yang kami lihat, sisanya ternak-ternak warga. Ane sampai membuat lelucon dengan Fredo kalau disini ternak lebih banyak dari manusianya hehehe.
Pantai Kolbano, wuaah, ternyata di sepanjang pesisirnya itu batu semua gan. Batunya berbentuk oval, dengan warna yang bermacam-macam seperti putih, merah dan coklat. Karena keindahan batunya inilah akhrnya sifat keserakahan manusia timbul dengan menambangnya gan. Di sepanjang pesisir ane lihat banyak lubang-lubang bekas tambang. Kata Yodi, memang banyak yang menambang batu di Pantai Kolbano ini karena laku dijual dengan harga cukup tinggi. Kenyataan itu tentulah membuat ane sedih karena jika kegiatan penambangan liar ini terus dilakukan, otomatis lama kelamaan batu di Pantai Kolbano akan habis gan. Dengan habisnya batu disini, otomatis hanya akan tersisa pasir kasar sehingga satu-satunya pesona pantai ini akan hilang. Semoga kedepannya diberikan peraturan yang tegas gan untuk para penambang liar.
Pantai Kolbano (MUTYA PRAMESWARI)
Pantai Kolbano (MUTYA PRAMESWARI)
Sore itu kami bermain-main di Pantai cukup lama. Menikmati deburan ombak, terapi batu di telapak kaki kami serta highlight utamanya tentu saja sunset. Tidak ada satupun dari kami yang berani berenang karena Pantai Kolbano ini cukup curam dan dalam gan, dimana jauh ke sebelah selatan berbatasan langsung dengan Samudra Hindia. Tentu saja kami tidak mau beresiko dan hanya menikmati suasana pantai yang sangat tenang dan damai.
Sunset di Pantai Kolbano (MUTYA PRAMESWARI)
Sunset di Pantai Kolbano (MUTYA PRAMESWARI)
Sunset di Pantai Kolbano (MUTYA PRAMESWARI)
Puas menikmati sunset kami segera kembali ke penginapan untuk mandi gan, dan nggak usah ditanya, tentu saja kami harus angkut-angkut air dari sumur. Dengan lokasi yang berada di pinggir pantai, Kecamatan Kolbano memang sering dipusingkan dengan kurangnya ketersediaan air bersih. Kami bekerja sama untuk memenuhi bak mandi kantor kecamatan. Fredo yang menimba, Arin yang mengoper air ke kantor kecamatan, sementara ane yang memasukkan air ke bak mandi.
Sore menjelang malam di Pantai Kolbano (MUTYA PRAMESWARI)
Suasana malam disini, jangan ditanya ya gan. Setiap jam 7 sampai 9, Kecamatan Kolbano akan dikenakan mati lempu bergilir dan bisa ditebak, guelapnya! Tidak ada satupun penerangan disini, sehingga kami bisa melihat gugusan bintang dengan sempurna. Bahkan Fredo mengatakan melihat Galaksi Bima Sakti. Ane justru senang gan, dengan keadaan seperti ini, ane merasa benar-benar menyatu dengan alam. Tanpa mempedulikan apapun, tanpa mengkhawatirkan apapun.
0 comments:
Posting Komentar