Kabupaten Timor Tengah Selatan, tepatnya Kota Soe, akan jadi tujuan kami selanjutnya. Setelah menikmati savana, nuansa perbatasan negeri dan laut di Kabupaten Belu dan Kabupaten Timor Tengah Utara, kali ini tujuan kami adalah pegunungan. Timor Tengah Selatan merupakan kabupaten yang mempunyai topografi sebagian dataran dan sebagian pegunungan. Dataran yang luas dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai lahan pertanian atau sawah. Salah satu komoditas utama pertanian adalah jeruk Soe yang terkenal. Selain itu kabupaten ini terkenal sebagai gudang ternak dan juga kayu cendana yang harum, namun semakin langka. Kebanyakan penduduk disini berprofesi sebagai petani, sisanya PNS.
Merapikan barang-barang, kami pun berpamitan singkat dan
berfoto-foto dengan keluarga Mama Tere. Bagi Arin dan Fredo, mungkin ini adalah perjumpaan terakhir mereka dengan keluarga Mama Tere. Tapi bagiku, ini bukan yang terakhir karena setelah trip berakhir ane rencana mau extend seminggu di Atambua. Perjalanan dari
Atambua ke Soe kami tempuh selama kurang lebih 6 jam dengan menggunakan bus
lokal.
Di Soe, kami diturunkan konjak (bahasa lokal untuk kenek
bus) di Hotel Bahagia 1. Tapi setelah nanya tarifnya, mahaal juga ya. Untuk kamar
paling murah itu Rp 250.000,00/malam. Tapi memang fasilitas hotelnya bagus si
gan, halaman parkir luas, ada warnetnya (1 jam Rp 15.000,00), kamar luas (tidak
perlu AC karena Soe sudah cukup dingin). Tapi karena merasa masih terlalu
mahal, kami segera mencari informasi penginapan di warnet. Salah satu hotel
yang kami telfon adalah Hotel Bahagia II, yang berjarak 500 meter ke arah timur
Hotel Bahagia I. Saat itu Arin yang telfon, mendengar kabar kalau di Hotel
Bahagia II tarif 1 malamnya bertiga
sebesar Rp 75.000,00. Huaaa? Kok murah? Langsung aja kami meluncur kesana
dengan berjalan kaki.
Di jalan menuju Hotel Bahagia II ini kami sempat mampir
di kantor polisi Kota Soe. Disitu kami sempat mampir sejenak, menanyakan lokasi
masjid di Kota Soe. Sebenarnya itu kode si gan, supaya ditawarin nginep di
kantor polisi, tapi nggak ada satupun polisi yang mengerti maksud kami. Yaudah
deh hahaha. Akhirnya kami memutuskan naik angkot karena jaraknya masih lumayan
jauh. Saat di angkot, Kakak Supir menanyakan kepada kami mau menuju kemana,
setelah menjawab mau ke Air Terjun Oehala, dia pun menawarkan untuk mengantar
dengan tarif Rp 120.000,00/3 orang. Ane dan Arin yang duduk di kursi depan pun
langsung menyetujui, karena Air Terjun Oehala memang masih berjarak sekitar 10
km dari Kota Soe.
Fredo yang duduk di belakang nggak tau apa-apa sempat
sedikit ngambek karena kami membuat keputusan sendiri hahaha. Dia ngomong,
harusnya kita berdiskusi dulu bertiga kalau mau memutuskan sesuatu, dan
seharusnya kita menuju Hotel Bahagia II dahulu, siapa tahu disana bisa nyewa
motor. Ane dan Arin hanya terdiam, nggak tau harus berbuat apa karena sudah
terlanjur deal dengan Kakak Sopir.
Menempuh perjalanan selama kurang lebih 20 menit dari pusat kota, sampailah kami di Air Terjun Oehala. Di parkiran terlihat beberapa motor dan mobil yang berjajar, hmmm, sepertinya kali ini kami tidak sendiri.
Air terjun Oehala 7 tingkat (GALUH PRATIWI)
Indonesia Timur memang terkenal dengan keindahan alamnya yang sebagian besar belum terjamah oleh tangan manusia. Mata kami langsung terbelalak begitu melihat keindahan Air Terjun Oehala. Kemarahan Fredo langsung menghilang. Limpahan air mengalir dengan begitu derasnya dari ketinggian sana membentuk undak-undakan alami. Meski saat itu sedang musim hujan, tapi tak nampak sedikitpun kekeruhan di airnya. Airnya berwarna kehijauan, bening, debit besar, dingin dan menyegarkan.
Berada di kaki Gunung Mutis, Air Terjun Oehala yang juga sering disebut Air Terjun 7 Tingkat merupakan salah satu tempat terindah dan wajib dikunjungi gan jika ke Pulau Timor. Disebut Air Terjun 7 Tingkat karena air terjun ini mempunyai 7 tingkatan air terjun dengan susunan teratur yang akhirnya bermuara di Samudra Hindia. Lokasinya hanya berjarak sekitar 10 km dari Kota Soe, dan dengan biaya masuk senilai Rp 3000,00 saja.
Cara kesini.
Untuk menuju Air Terjun Oehala ada beberapa alternatif pilihan transportasi:
1. Naik kendaraan pribadi (mobil/motor) dari Kupang/Soe.
a. Dari Kupang : Arahkan kendaraan anda ke Kota Soe (3 jam) – Menuju Arah Kota Kapan ±10 km (0,5 jam) – Air Terjun Oehala.
2. Naik bus sambung ojek dari Kupang/Soe.
a. Dari Kupang: Naik bus tujuan Kupang-Kefamenanu / Kupang-Atambua minta diturunkan di pertigaan yang menuju Kota Kapan (3,5 jam) – Naik ojek sampai ke Air Terjun Oehala (45 menit).
Fasilitas:
- Parkir
- Lopo
- Ruang ganti seadanya
- Warung jajanan (diatas)
- Tempat parkir tidak ada penjaga
Must dibawa:
- Makanan dan minuman hangat
- Mantol
- Tikar
- Pelampung
Menurut ane, air terjun ini masih sangat alami dan bersih. Bahkan saat musim kemarau sekalipun, warna airnya tetap hijau kebiruan dengan debit air yang lebih besar. Disini aman untuk berenang karena kedalaman kolam air terjun yang dangkal, tetapi tetap harus waspada karena di beberapa titik cukup dalam gan. Jika membawa anak sebaiknya memakai pelampung.
Hutan alami di sekitar Air terjun Oehala 7 tingkat (MUTYA PRAMESWARI)
Hutan alami di sekitar Air terjun Oehala 7 tingkat (MUTYA PRAMESWARI)
Air terjun Oehala 7 tingkat (MUTYA PRAMESWARI)
Air terjun Oehala 7 tingkat (MUTYA PRAMESWARI)
Selain untuk melepas penat, lokasi sekitar Air Terjun Oehala juga biasa digunakan masyarakat lokal untuk pertemuan karena terdapat beberapa lopo-lopo dengan desiran angin gunung yang sejuk.
Puas bermain air di Air Terjun Oehala, kami naik ojek
menuju Hotel Bahagia II, dengan tarif Rp 15.000/orang. Ternyata pas menuju
resepsionis hotel dan membaca tarif yang ditulis di kertas, kami kaget karena
ternyata kamar termurah itu Rp 150.000,00, itupun buat 2 orang. Ane pun
langsung tanya ke Arin,
“Loh, ini paling murah Rp 150.000,00, tadi katamu Rp
75.000,00 Rin?”
Arin yang lagi ngambek (kayaknya lagi badmood) pun
njawab,
“Iya udah, aku emang selalu salah. Bla-bla-bla?”
Ane yang awalnya cuma sekedar nanya kebenaran informasi
yang didengar Arin langsung merasa nggak enak. Hehehe. Akhirnya ane cuma diem
dan kami pun memutuskan menginap disitu. Kami sedikit merayu resepsionis supaya diizinkan bertiga di ruangan itu. Untungnya diizinkan. Malamnya kami makan di warung makan
samping penginapan, karena cukup sulit gan mencari warung makan dalam jangkauan
jalan kaki di dekat Hotel Bahagia II.
Kota Soe ini secara umum terletak di kaki pegunungan gan, makanya udara terasa seger dan dingin sewaktu malam. Seperti halnya Atambua, di Kota Soe tidak terlalu tampak aktivitas yang cukup berarti di malam hari. Jalanan sepi dan gelap, hanya ada beberapa toko-toko kelontong dan warung makan yang masih buka untuk mencari rejeki. Karena tidak ada yang bisa dilakukan lagi, kami memutuskan tidur. Kemarahan Arin sudah lumayan mereda, syukurlah.
Sebenarnya malam itu ane ada janji dengan Kak Oliv,
saudara suami Mama Tere yang akan memberi kami tumpangan tempat tidur sewaktu
di Kolbano nanti gan. Rencananya memang besok kami akan menuju Kolbano, yang
terkenal dengan pantai batunya. Ane tunggu-tunggu sampe molor, nggak ada telfon ataupun sms yang masuk. Akhirnya Kak Oliv memang menghubungi, tapi baru jam 1 malem, dimana kami sudah molor semua, akhirnya kami baru bertemu Kak Oliv
keesokan harinya.
0 comments:
Posting Komentar