ATAMBUA.
Akhirnya gan, hari ini ane akan kembali ke tempat yang sudah ane rindukan setelah sekian lama. Satu-satunya tempat yang saat itu membuat ane bahagia........
Kenapa dengan Atambua gan?
Di Atambua-lah ane menyimpan banyak kenangan indah gan. Kenangan 6 bulan yang lalu. Kenangan yang terlalu sulit untuk dilupakan karena memang begitu nyata. Silahkan baca disini gan (kalau penasaran). Kalau nggak penasaran langsung lanjut aja.
Pukul 05.30 WITA, dengan sangat malas dan setengah kriyip-kriyip ane sebenarnya udah bangun dan segera membangunkan Fredo dan Arin. Rencana hari ini kami akan menuju kota di perbatasan negeri, Atambua. Sebenarnya Any sudah memesankan bus yang berangkat jam 06.30, tapi karena ane yang membangunkan ogah-ogahan dan Arin serta Fredo kayaknya nggak berminat bangun pagi, akhirnya lanjut tiduurrr......
Akhirnya bisa ditebak, semuanya bangun kesiangan dan belum sarapan, alhasil kami baru naik bus yang berangkat jam 10 dari Terminal Oebobo setelah sebelumnya sarapan di dekat penginapan. Dari Ketapang Satu ke Terminal Oebobo dapat ditempuh menggunakan bemo lampu 10 selama kurang lebih 20 menit. Di bemo aku udah ditelfon aja sama Mama Tere di Atambua yang rencana ane akan nginap di rumahnya. Ane udah nggak sabar pengen cepat-cepat sampai Atambua, seakan rasa kangen kepada Desa Rinbesi Hat sudah berada di ubun-ubun.
RINBESI HAT, AKU DATANG!!!!!
Sampai di Terminal Oebobo, belum sampai turun dari bemo, tiba-tiba tas ane udah ditarik aja sama mas-mas sambil ngomong Atambua-Atambua. Bujubuset, sempat kaget juga sih sebenernya. Kok main tarik gitu aja. Ane sempet deg-degan juga tas mau dibawa kemana. Ternyata mereka adalah konjak-konjak (kondektur) bus Kupang-Atambua yang sedang mencari penumpang. Kami akhirnya naik bus mereka sambil masih menunggu penumpang yang lain. Ane sama Arin pilih bangku paling depan supaya bisa lihat pemandangan. Sembari menunggu keberangkatan, ane sempet-sempetnya galau masalah proposal skripsi dikarenakan saat itu Arin udah selesai proposal skripsinya, sementara ane mulai aja belom *mahasiswa malas.
Perjalanan dari Kupang ke Atambua akhirnya dimulai juga dengan rute
Kupang-Camplong-Soe-NikiNiki-Kefamenanu-Atambua. Sawah hijau dan lopo-lopo masih mendominasi sepanjang perjalanan dari Kupang ke Camplong. Jalanan mulus khas Pulau Timor, penjual garam di Oebelo, pemandangan mama-bapa yang mengunyah sirih-pinang menjadi pemandangan yang khas disini. Melewati ini semua memori ane benar-benar ditarik ke 6 bulan lalu. Rasanya benar-benar bahagia bisa kembali kesini. Sudah tidak ada lagi beban atau kekecewaan seperti kegalauan ane di awal trip ini.
Perjalanan terus berlanjut, medan Kupang-Camplong yang relatif datar mulai berubah menjadi berbukit-bukit seiring bus yang terus melaju menuju Soe. Soe yang terletak di Kabupaten Timor Tengah Selatan memang mempunyai topografi berupa pegunungan. Jalan berkelak-kelok tiada henti menembus pegunungan. Pohon-pohon tinggi menjulang di kanan kiri jalan. Sesekali rumah penduduk yang sangat sederhana terlihat di pinggir jalan. Sinyal HP? Jangan ditanya. Saat melewati daerah pegunungan ini, sinyal HP, bahkan Telkoms*l sekalipun, sudah lenyap.
Perjalanan terus berlanjut ke Niki-Niki. Dari semua rute yang kami lewati hari itu, perjalanan dari Soe ke Niki-Niki mungkin adalah yang paling berat karena medan yang semakin tinggi serta jalan yang berkelak-kelok seakan tanpa henti. Fredo yang duduk di belakang kami sudah mulai mabuk dan hanya bisa tidur terdiam. Ane sama Arin hanya cerita dengan sesekali mencoba tidur di tengah tarian kelokan bus. Tengah hari, akhirnya bus berhenti di Rumah Makan Padang di Niki-Niki untuk memberi kesempatan penumpang makan siang. Karena nyemil terus di bis, Arin memutuskan nggak makan lagi cuma pesan teh panas. Akhirnya Ane sama Fredo aja yang makan, tapi sepiring buat berdua. Lega rasanya mengisi perut ini setelah beberapa jam diaduk-aduk.
Perjalanan terus berlanjut ke kota selanjutnya, Kefamenanu. Jalan yang berkelak-kelok masih mendominasi sampai 1 jam berikutnya. Saat mendekati Kota Kefamenanu, topografi mulai berubah sedikit melandai. Turunan dan turunan terus mendominasi. Kota Kefamenanu memang terletak di Lembah Bikomi gan, dibatasi oleh pegunungan di sebelah baratnya. Secara umum Kefamemanu merupakan sebuah kecamatan yang juga merupakan pusat pemerintahan /ibukota Kabupaten Timor Tengah Utara gan. Jadi ceritanya, Kefa ini merupakan kota yang didirikan Belanda dalam usahanya untuk menguasai Pulau Timor, tapi niatnya itu terhalang oleh Portugis yang udah berkuasa duluan terutama di dekat Distrik Oekusi. Parahnya, beberapa raja kecil disekitar saat itu udah cinta duluan ma Portugis, jadilah mereka dukung Portugis ngusir Belanda dari Kefa. Wkwkwk, kasian de lu! Tapi akhirnya hubungan Portugis dengan beberapa raja kecil tersebut retak dan mereka gantian memihak Belanda, meninggalkan Portugis yang patah hati, nah gimana sih? Sayang saat itu ane nggak sempat eksplor Kefamenanu gan, tapi ane pernah mengunjunginya tahun 2013 ceritanya disini.
Bus semakin menambah kecepatan meninggalkan Kota Kefamenanu untuk menuju tujuan terakhirnya, Atambua. Hati ane semakin berdesir semakin bus ini mendekat ke Atambua. Berbeda dengan medan pegunungan yang kami lalui sebelumnya, kali ini medan berganti dengan dataran bergelombang dengan padang savana yang menghampar di kanan kiri kami. Sangat indah memandang padang yang sangat luas dengan beberapa ternak sedang mencari makan. Jarak dari Kefamenanu ke Halilulik (kota kecil sebelum Atambua tempatnya Desa Rinbesi Hat) sekitar 90 km dilalui selama 2 jam.
Perjalanan terus berlanjut, medan Kupang-Camplong yang relatif datar mulai berubah menjadi berbukit-bukit seiring bus yang terus melaju menuju Soe. Soe yang terletak di Kabupaten Timor Tengah Selatan memang mempunyai topografi berupa pegunungan. Jalan berkelak-kelok tiada henti menembus pegunungan. Pohon-pohon tinggi menjulang di kanan kiri jalan. Sesekali rumah penduduk yang sangat sederhana terlihat di pinggir jalan. Sinyal HP? Jangan ditanya. Saat melewati daerah pegunungan ini, sinyal HP, bahkan Telkoms*l sekalipun, sudah lenyap.
Perjalanan terus berlanjut ke Niki-Niki. Dari semua rute yang kami lewati hari itu, perjalanan dari Soe ke Niki-Niki mungkin adalah yang paling berat karena medan yang semakin tinggi serta jalan yang berkelak-kelok seakan tanpa henti. Fredo yang duduk di belakang kami sudah mulai mabuk dan hanya bisa tidur terdiam. Ane sama Arin hanya cerita dengan sesekali mencoba tidur di tengah tarian kelokan bus. Tengah hari, akhirnya bus berhenti di Rumah Makan Padang di Niki-Niki untuk memberi kesempatan penumpang makan siang. Karena nyemil terus di bis, Arin memutuskan nggak makan lagi cuma pesan teh panas. Akhirnya Ane sama Fredo aja yang makan, tapi sepiring buat berdua. Lega rasanya mengisi perut ini setelah beberapa jam diaduk-aduk.
Perjalanan terus berlanjut ke kota selanjutnya, Kefamenanu. Jalan yang berkelak-kelok masih mendominasi sampai 1 jam berikutnya. Saat mendekati Kota Kefamenanu, topografi mulai berubah sedikit melandai. Turunan dan turunan terus mendominasi. Kota Kefamenanu memang terletak di Lembah Bikomi gan, dibatasi oleh pegunungan di sebelah baratnya. Secara umum Kefamemanu merupakan sebuah kecamatan yang juga merupakan pusat pemerintahan /ibukota Kabupaten Timor Tengah Utara gan. Jadi ceritanya, Kefa ini merupakan kota yang didirikan Belanda dalam usahanya untuk menguasai Pulau Timor, tapi niatnya itu terhalang oleh Portugis yang udah berkuasa duluan terutama di dekat Distrik Oekusi. Parahnya, beberapa raja kecil disekitar saat itu udah cinta duluan ma Portugis, jadilah mereka dukung Portugis ngusir Belanda dari Kefa. Wkwkwk, kasian de lu! Tapi akhirnya hubungan Portugis dengan beberapa raja kecil tersebut retak dan mereka gantian memihak Belanda, meninggalkan Portugis yang patah hati, nah gimana sih? Sayang saat itu ane nggak sempat eksplor Kefamenanu gan, tapi ane pernah mengunjunginya tahun 2013 ceritanya disini.
Bus semakin menambah kecepatan meninggalkan Kota Kefamenanu untuk menuju tujuan terakhirnya, Atambua. Hati ane semakin berdesir semakin bus ini mendekat ke Atambua. Berbeda dengan medan pegunungan yang kami lalui sebelumnya, kali ini medan berganti dengan dataran bergelombang dengan padang savana yang menghampar di kanan kiri kami. Sangat indah memandang padang yang sangat luas dengan beberapa ternak sedang mencari makan. Jarak dari Kefamenanu ke Halilulik (kota kecil sebelum Atambua tempatnya Desa Rinbesi Hat) sekitar 90 km dilalui selama 2 jam.
Pukul 18.00 WITA, akhirnya bus yang kami tumpangi secara perlahan mulai memasuki Desa
Rinbesi Hat. Padang savana ini, rumah-rumah ini, gapura ini yang dulu ane bangun, toko ini, jembatan ini, semua kenangan 6 bulan lalu seakan menyerbu kepalaku dengan cepat. Semuanya tampak familiar, tak berubah sedikitpun. Sejak meninggalkan desa ini pada Agustus 2013, ane memang mempunyai mimpi untuk kembali dan bertemu dengan adik-adik serta teman lamaku. Suasana desa ini yang begitu tenang, asri dan tentram begitu menyenangkan hati ane. Beberapa saat sebelum sampai rumah Mama Tere, rumah dimana kami akan menginap malam ini, ane sempat melihat wajah beberapa teman lama ane dari bus. Tapi karena terlalu antusias, ane malah diam aja dan menunggu waktu yang tepat untuk bertemu dengan mereka hehehe.
Akhinya ane sampai juga di depan rumah Mama Tere, rupanya kedatangan
kami sudah disambut oleh adik-adik dari Rinbesi Hat. Malam itu aku bahagia
sekali, seakan semua rasa kangen setelah 6 bulan meninggalkan mereka sirna
begitu melihat wajah bahagia mereka. Mereka juga terlihat welcome dengan kedua
temanku, Fredo dan Arin. Malam itu kami habiskan dengan bercengkerama dan
kangen-kangenan. Dengan suguhan sederhana dan teh hangat, kami habiskan untuk mengobrol kesana kemari. Malamnya ane sama Arin tidur sama Rinel, sementara Fredo sama saudara laki-lakinya Rinel. Perfect night!!
Lanjut ke : PART 4
Lanjut ke : PART 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar