Udara
di Varanasi bulan Agustus benar-benar panas. Panas yang menyiksa, demikianlah
bisa aku gambarkan. Kami mendapatkan penginapan tua yang sangat panas dan lembab. Sebuah kipas tua mendenging tanpa henti, semakin menambah lembab serta panas kamar kami karena
menguapkan air untuk mendinginkan kamar. Setelah mandi yang kurang menyegarkan,
kami bersiap menuju Ghat Dassaswameth untuk menyaksikan Ganga Aarti.
Berdasar
cerita yang aku dapat dari supir Auto Rickshaw, banyak orang-orang India dari
seluruh penjuru negeri yang memang khusus datang ke Varanasi untuk melakukan ritual keagamaan. Bahkan menurut statistik yang ada, ada sekitar 60 ribu orang yang datang ke Varanasi baik dari penjuru India maupun dunia setiap tahunnya.
Pengunjung Ghat Dassaswameth
Ritualnya ada beberapa macam. Pertama, mereka akan mandi suci di Sungai Gangga dulu kemudian setelahnya akan
melakukan puja kepada Dewa Shiva (di Shiva Temple yang ada di dalam kompleks
Banares Hindu University), Dewa Hanoman (di Monkey Temple), dan tempat pemujaan lainnya. Bukan hanya melakukan ritual keagamaan, bahkan mereka yang sudah tua
(dan merasa sudah akan mati) akan pindah ke Varanasi supaya bisa mati disana
dan abunya dibuang ke Sungai Gangga. Pada pagi hari, akan semakin banyak
orang-orang yang mandi dan melakukan ritual doa disini. Ritual mandinya
adalah mereka akan mencelup-celupkan tubuhnya beberapa kali sampai kepala
terendam. Beberapa orang memotong rambutnya kemudian potonnya dibuang ke Sungai
gangga. Hal itu dipercaya akan membawa keberuntungan dan umur panjang.
Sampah di Sungai Gangga tidak jauh dari Ghat Dassaswameth
Satu
hal yang membuatku cukup menelan ludah adalah tingkat polusi berupa sampah, bahan kimia serta jasad yang membusuk pada Sungai Gangga. Menurut riset yang saya baca, dalam 100 mililiter air dari Sungai Gangga terkandung bakteri sebanyak 1,5 juta. Padahal air bersih yang kita biasa gunakan untuk mandi normalnya mengandung 500 bakteri dalam 100 mililiter air. Bisa kita bayangkan, sungguh luar biasa kotornya, tetapi bagaimanapun, Sungai Gangga tetap menjadi salah satu sumber kehidupan bagi masyarakat Varanasi dan akan selalu disucikan oleh pemeluk agama Hindu.
Seorang nenek dengan penjual diya
Drama keagamaan dan kehidupan terjadi bersamaan pada ghat-ghat Sungai Gangga. Di satu ghat kita bisa melihat orang-orang yang melakukan ritual keagamaan, sementara pada sisi ghat yang lain ada orang yang mencuci pakaian, gosok gigi, maupun membuang limbah. Tetapi mereka
yang mandi disana seakan tidak memperdulikan semua itu dan hanya fokus kepada hubungan mereka dengan Tuhan. Itulah yang aku kagumi! Orang India sangat
religius. Tidak ada yang membatasi hubungan mereka dengan Tuhan.
Begitu besarnya arti Sungai Gangga bagi pemeluk agama Hindu India sehingga mereka melakukan upacara pemujaan Ganga Aarti yang dilaksanakan di tepi Ghat Dassaswameth. Ganga Aarti dilaksanakan ketika hari mulai petang di tiga kota tersuci India yakni Haridwar, Rishikesh dan Varanasi. Ganga Aarti merupakan ritual keagamaan yang menggunakan api sebagai persembahan kepada Dewi Gangga (Dewi sungai tersuci di India). Persembahan tersebut berbentuk lampu berbentuk seperti pohon natal dengan api kecil pada ceruk-ceruknya. Ritual ini dilengkapi dengan diya, berupa bunga dengan lilin yang dilepaskan ke Sungai Gangga. Dengan melepas bunga dengan lilin ini, dipercaya keinginan kita akan dikabulkan.
Pukul setengah 7 malam, setelah sebelumnya membeli diya, saya sudah duduk di sebuah boat yang terikat di pinggir Sungai Gangga untuk menyaksikan Ganga Aarti. Semakin jarum jam berputar, semakin banyak orang-orang yang berdatangan ke Ghat Dassaswameth. Boat-boat dan pinggiran Ghat Dassaswameth dipenuhi oleh ratusan orang-orang yang seakan begitu saja datang entah dari penjuru mana. Tidak ada batasan usia. Anak-anak, ibu-ibu, bapak-bapak, nenek, kakek, turis semuanya tumpah ruah disini dengan satu tujuan. Bagi mereka yang benar-benar ingin beribadah, mereka ingin memuja Dewi Gangga. Bagi turis, kami hanya ingin melihat bagaimana tradisi orang Hindu India dalam memuja Dewi Gangga. Aku sempat berbincang dengan seorang ibu muda yang datang dari Kolkata khusus untuk melakukan ritual keagamaan disini.
Tumpah riuh penonton Ganga Aarti
Ganga Aarti dimulai pukul tujuh malam, dengan empat pendeta Hindu yang berbaris sejajar sembari membawakan lagu pujian untuk Dewi Gangga. Suasana religius menggantung di udara ketika mereka mulai membunyikan lonceng keempat arah penjuru bumi dengan searah jarum jam (utara, timur, selatan, barat). Setelahnya lonceng tetap dibawa, kemudian dengan tangan satunya mereka mengangkat cawan kecil berasap, dilanjutkan cawan besar berasap, lampu api, sesuatu berbentuk seperti kipas, dan lain-lain. Semuanya terdiam dan takjub, larut pada suasana keintiman dengan Dewi penguasa Sungai.
“Krincing…krincing…krincing...krincing”
Suara alunan lonceng terus membelah kesunyian Sungai Gangga. Pujian pemujaan terus dikumandangkan dalam Bahasa Hindi. Orang-orang yang mempunyai tujuan beribadah mulai menakupkan telapak tangan mereka. Kata-kata doa senantiasa keluar dari bibir mereka, dengan pandangan fokus pada empat pendeta Hindu yang terus melantunkan lagu pemujaan.
Pendeta Hindu melakukan pemujaan kepada Dewi Gangga
Ganga Aarti berlangsung selama satu jam, dan pada akhir pemujaan, empat pendeta Hindu tersebut meneriakkan kata-kata, "Yaaa!!!! Yaaaa!!!!", yang kemudian diikuti oleh semua umat Hindu maupun turis yang menonton. Semuanya bergembira dan senang. Sesaat kemudian, ritual selesai ditandai dengan para umat menagkup api dengan tangan pada diya masing-masing dan mengangkat telapak tangan mereka setinggi dahi untuk mendapatkan pemurnian dan berkah dari Dewi Gangga.
Seorang wanita India dengan diya
Lantunan doa tak hentinya diucapkan sembari mengangkat diya
Selesai upacara orang-orang mulai beranjak meninggalkan Ghat Dassaswameth. Wajah setiap orang terlihat bahagia, lepas dari dosa dan diberkahi. Aku dan kedua travelmate tetap berada di tempat sejenak untuk menikmati suasana Sungai Gangga pada malam hari. Saat memandang Sungai Gangga dari boat, aku bergidik ngeri. Begitu suci, luas dan terhormatnya sungai ini. Di kejauhan aku hanya bisa melihat sungai yang nyaris tanpa batas. Gelap, gelap dan gelap. Aku bahkan tidak tahu sudah berapa mayat yang ada di dasar sungai ini sekarang. Semua itu membuatku merasa kecil dibandingkan semua kuasa Tuhan yang menciptakan semua ini.
Boat Sungai Gangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar