Tanjung Bastian Beach, Timor Tengah Utara, NTT
Libur lebaran di Atambua? Nggak boleh disia-siakan donk. Harus jalan!! Hehehe. Sebagai daerah dengan mayoritas
Nasrani, perayaan lebaran disini tidaklah terlalu semeriah di Jawa. Perayaan
tersebut hanya terpusat di kota, dan kebanyakan umat Muslim yang merayakannya
merupakan pendatang dari Jawa, NTB maupun Sulawesi.
Karena kebetulan saya dan Dito tidak merayakan Idul Fitri,
maka terbersitlah keinginan tiba-tiba untuk traveling. Menjelajah bagian lain
dari Pulau Timor yang dari kedatangan pertama kali seakan dibiarkan tak
tersentuh.
Ane: “Kemana nih, Soe aja ya? Kayaknya banyak tempat wisata
alam bagus disana, secara kan pegunungan.”
Dito: “Boleh, yaudah siap-siap dulu ya.” Buset dah, abstrak
banget dah rencananya ini. Ngomong langsung main berangkat hahaha.
Ane: “Ajak siapa gitu yo, daripada berdua aja. Rinel aja
ya.”
Dito: “OK, ok. Rinel aja.”
Waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang saat itu, tiba-tiba ane tersadar akankah efektif jika ke Soe sekarang? Karena perjalanan Atambua-Soe saja sudah
akan menghabiskan 5-6 jam. Apakah mudah mencari penginapan saat sudah sampai
Soe? Apakah yang akan kita lakukan saat sampai, cari penginapan dan langsung
tidur, membuang satu hari dengan percuma? Maksud ane, yah kalau ke Soe harusnya berangkat pagi-pagi dari Atambua.
Akhirnya ane mengusulkan Kota Kefamenanu saja sebagai tujuan wisata kali ini terkait
jaraknya hanya 2 jam dari Atambua, untungnya Dito setuju. Secara umum Kefa merupakan sebuah kecamatan yang
juga merupakan pusat pemerintahan /ibukota Kabupaten Timor Tengah Utara. Jadi
ceritanya, Kefa ini merupakan kota yang didirikan Belanda dalam usahanya untuk
menguasai Pulau Timor, tapi niatnya itu terhalang oleh Portugis yang udah
berkuasa duluan terutama di dekat Distrik Oekusi. Parahnya, beberapa raja kecil
disekitar saat itu udah cinta duluan ma Portugis, jadilah mereka dukung
Portugis ngusir Belanda dari Kefa. Wkwkwk, kasian de lu! Tapi akhirnya hubungan
Portugis dengan beberapa raja kecil tersebut retak dan mereka gantian memihak
Belanda, meninggalkan Portugis yang patah hati, nah gimana sih? Semua sejarah
perselingkuhan menarik ini telah mendorong ane dan dito untuk mengeksplor Kefa.
Pertanyaan pun diajukan, apakah ada drama lain? Kita lihat saja nanti.
Kota Kefamenanu dapat dijelajah dalam sehari karena memang
kota yang terletak di Lembah Bikomi ini tidak terlalu besar. Setelah makan di
sebuah warung makan Jawa yang bentuk WC nya sangat aneh (posisi WC lebih tinggi
daripada bak air, sehingga air cipratan dari WC berpotensi untuk masuk ke bak
air bersih hehehe), kami memutuskan pergi ke Kolam Renang Oeluan, yang ‘konon’
kata tukang ojeknya bagus. “Bagus atuh neng, ada aer terjunnya. “ Kami yang
nggak tahu apa-apa oke saja.
Naik ojek cukup pegel karena ternyata Kolam Renang Oeluan
ini jauh juga yaitu sekitar 20 km dari Kota Kefamenanu dengan tarif ojek per
orang Rp 20.000/sekali jalan. Jika ingin lebih murah, alternatif transportasi lainnya adalah naik bus jurusan
Kefa-Atambua dan minta turun di Kolam Renang Oeluan. Biayanya mungkin sekitar
Rp 5000 sd Rp 10000.
Sepanjang jalan, ane disuguhi oleh pemandangan
alam yang sangat memanjakan mata yaitu perbukitan dengan latar padang savana,
benar-benar sesuatu yang jarang ane lihat di Jawa gan. Setelah kurang lebih setengah jam berkendara, sampailah ane di Kolam Renang Oeluan. Awalnya ane udah ngarep bakal mendapatkan sebuah kolam renang alami dengan air terjun gitu gan, sesuai penuturan tukang ojek, tapi ternyata........
hanya ada sebuah kolam
renang buatan yang airnya penuh dedaunan serta terlihat sangat kurang perawatan. Sebagai seseorang yang peduli dengan wisata,
sebenarnya kawasan wisata oeluan ini sangat berpotensi jika pemerintah daerah
mau memberikan perhatian. Lokasinya sangat strategis untuk tempat
peristirahatan pengemudi jarak jauh (di pinggir jalan trans-timor Kefa-Soe),
udaranya sejuk karena banyak pepohonan tinggi serta rindang di sekitarnya,
terdapat sumber air dan konon katanya memang ada air terjun meskipun kami tidak
menjumpainya. Fasilitas yang tersedia disini hanya sebuah rumah panggung dan
tempat duduk seadanya. Seharusnya kawasan ini bisa dikembangkan dengan
pembersihan dan penggantian air kolam secara berkala, pembuatan jalan buatan
setapak, pemberian mainan anak-anak seperti ayunan, pembuatan tempat
duduk-tempat duduk sederhana berbentuk lopo yang lebih nyaman, dan lain-lain. Kalau kesini ane sarankan membawa tikar dan bekal makanan/minuman gan.
Ini dia gan kenampakan Kolam Renang Oeluan
Melihat seperti ini, kami pun cepat bosan dan memutuskan
kembali ke Kota Kefa menuju destinasi selanjutnya yaitu Sonaf Maslete (Istana Maslete). Sonaf Maslete ini cukup dekat gan, hanya berjarak 4 km dari pusat kota. Sonaf Maslete ini merupakan bangunan warisan para leluhur Kerajaan Sanak dan keturunannya gan. Konon katanya Suku Sanak ini dahulunya merupakan suku mayoritas yang berkuasa di wilayah ini. Suku ini bahkan duduk sebagai raja, menguasai semua Kafetoran.
Kenampakan Sonaf Maslete. Bangunannya bukan seperti kerajaan
megah gan, kenampakannya mirip seperti rumah adat.
Nah, bisa dikatakan Sonaf Maslete ini tuh pusat pemerintahannya gan di zaman dahulu. Sonaf ini menjadi istana tempat tinggal raja Kafetoran Bikomi yang berada di bawah pemerintahan Miomafo. Daerah ini terbagi atas delapan kafetoran. Yang meliputi Aplal dijabat oleh suku Thall, Oeltoko oleh Fam Kune, Naktimun oleh Uis Ulin, Oemuti oleh Lake, Tunbaba oleh Sakunab, dan Manamas oleh Meko. Semua suku yang berada di bawah kekuasaan Maslete ini harus tunduk kepada raja gan, karena mereka percaya, raja adalah manusia setengah dewa! Raja mempunyai kekuatan supranatural, sehingga bisa menciptakan entah kesejahteraan ataupun bencana alam. Seorang raja dianggap sebagai tokoh sentral dalam berhubungan dengan Yang Kuasa. Yang Kuasa disini maksudnya Uis Neno (Tuhan di atas sana) yang secara phisik dikenali sebagai matahari. Uis Oel (Tuhan Penjaga Air) atau kubangan air yang mengalir. Dan Uis Pah (Tuhan Penjaga Bumi) atau tanah dimana tanaman tumbuh.
Bagian luar Sonaf Maslete gan. Meja dan kursi di bagian tengah itu untuk
tempat duduk raja, kursi di sebelah kanan pojok dan kiri pojok untuk penasehat
raja.
Ini dia gan tempat duduk Raja. Sangat sederhana.
ini untuk tempat persembahan gan
Nah, disinilah, di Sonaf Maslete inilah yang bisa dijadikan sebagai tempat memohon sesuatu. Sekarang ini, suku-suku yang masuk Sonaf Maslete ini terdiri atas dua puluh satu sub-keluarga yang tersebar di seluruh daratan Timor Tengah Utara. Beranggotakan 547 orang.
Kami sampai di Sonaf Maslete di waktu yang
kurang tepat karena mama raja baru saja pergi dari Sonaf, dan kuncinya
dibawa oleh beliau jadilah kami disana hanya berbincang sejenak dengan para
tetua mengenai ritual serta pamali disini. Tapi ada yang serem gan, kata salah satu
tetua, kalau pas jalan di dalam sonaf kakinya nggak sengaja tersandung n
kita jatuh, itu artinya pamali n bakal MATI. Tapi jikalau bisa masuk pun sebenarnya gak masalah gan, karena sudah cukup banyak turis lokal/mancanegara yang berkunjung. Semuanya baik-baik saja asal tidak berbuat yang aneh-aneh. Yang bisa dilihat di dalam Sonaf nantinya adalah barang-barang antik peninggalan sejarah serta cerita tentang peran para Raja Timor kala perang.
Di salah satu atap sonaf, bisa dijumpai ini gan. Semacam patung-patung yang merefleksikan raja-raja yang memimpin Sonaf Maslete.
Menunggu Mama Raja cukup lama, ane pun mulai berbincang
dengan para mama serta bapa disitu. Kebetulan saat itu kita belum dapat penginapan, dan ane ini
suka sesuatu yang gratisan, jadilah ane berusaha memancing salah satu mama
disitu supaya ditawari tinggal di rumahnya malem ini. Berhasil sih gan, salah
satu dari mereka akhirnya menawari, tapi karena ada salah satu dari kami yang
keberatan, akhirnya nginep di penginapan ‘Kasih’ di Kota. Buset dah, ane paling
nggak suka sebenarnya kalau membuang tawaran menginap kayak gini hahaha.
Penginapan Kasih ini berada di Jalan El Tari nomor telepon (0388) 31093 dengan tarif Rp 100.000/malam (Agustus 2013). Menurut ane cukup rekomended kok gan,
fasilitasnya ada 2 kasur, kamar mandi dalam, cermin dan meja. Selesai berbenah
dan mandi, kami segera melanjutkan perjalanan untuk menjelajah Kota Kefa di
malam hari. Rencananya esok kami akan mengunjungi Pantai Tanjung Bastian, yang
menurut website adalah salah satu pantai terindah di NTT.
Tidak banyak
yang bisa dilihat di Kota Kefa pada malam hari. Di sepanjang jalan terdapat
banyak toko pakaian, toko kelontong, pedagang kaki lima seperti penjual
gorengan, masakan Jawa, dan lain-lain. Kami sempat bertemu dengan rombongan
konvoi yang merayakan Idul Fitri. Cukup seru pengalaman kami malam itu. Kami
makan malam dengan gulai di warung makan Jawa. Setelah kurang lebih 2 jam
berjalan, kami kembali ke penginapan untuk persiapan jalan esok pagi.
Hotel kasih, recommended gan!
Pagi-pagi,
kami sudah bersiap untuk ke Terminal Kefamenanu. Tujuan kami hari ini, Pantai
Tanjung Bastian, dapat ditempuh dengan bus DAMRI yang stand by sejak jam 7 pagi di terminal namun baru benar-benar
berangkat jam 9 sampai 9.30.
Perjalanan
Kefa-Tanjung Bastian benar-benar memberikan pemandangan terindah selama
pengalaman traveling ane. Perjalanan tersebut membelah pegunungan sehingga ane
benar-benar bisa melihat Pulau Timor dari atas. Semakin menjauh dari kota, ane
menjadi semakin mengerti kehidupan masyarakat NTT yang memang masih jauh dari
kata standar. Jalanan rusak dan berlubang-lubang merupakan hal biasa bagi
mereka. Air bersih? Jangan ditanya. Kadang mereka harus berjalan berkilo-kilo
hanya untuk mendapatkan beberapa jerigen air bersih.
Sepanjang jalan dari Tanjung Bastian ke Kefamenanu, indah!
Dua setengah
jam kemudian, sampai juga kami di Tanjung Bastian gan. Tiket masuknya seharga
Rp 3000/orang (Agustus 2013-Januari 2014). Menurut ane sangat worth it karena
memang pantainya biru dan bersih banget gan. Selain itu pantainya cukup dangkal
sehingga aman saja untuk berenang sampai 50 meter dari bibir pantai. Suasana
pantai cukup ramai karena memang saat itu sedang dilangsungkan final pacuan
kuda. Ada arena pacuan kuda juga di pesisir pantai. How Fun!
Tanjung Bastian Beach!!
Kami yang
sangat antusias pun segera saja nyebur ke laut. Teriknya panas matahari sudah
tidak kami pedulikan lagi, saat itu yang terlintas di pikiran hanya segarnya
air laut. Wkwkwk. Kebetulan ada batang pohon hanyut, segeralah kami gunakan
sebagai pegangan dan papan seluncur dadakan wkwkwk. Cukup lama kami bermain
sampai sekitar jam 3 sore.
Akhirnya
karena hari semakin sore, kami pun segera ganti pakaian dan bersiap untuk
pulang. Pertanyaannya, pulang PAKAI APA? Tidak ada bus umum yang bisa
mengantarkan kami baik dari Tanjung Bastian ke Kefamenanu maupun Tanjung
Bastian ke Atambua. Ladelah, piye iki? Wkwkwk. Kenyataan ini membuat kami
berdiri cukup lama di pinggir jalan tanpa solusi apa-apa hahaha.
Tiba-tiba ane
melihat ada satu keluarga yang bersiap-siap mau pulang......menggunakan MOBIL
PICK UP!! Wah kesempatan nih, batin ane. Siapa tau bisa nebeng. Ane pun segera
bertanya ke Bapak itu dan ternyata mereka akan menuju Kota Kefa, dan kita bisa
nebeng gratis! Yeahhh!! Hahaha.
Menempuh
perjalanan pulang ini bukan hal mudah gan, seperti ane bilang di awal bahwa
perjalanan Kefa-Tanjung Bastian ini melewati pegunungan, bisa ditebak donk ya.
DINGIiiiiIInn... Karena jaket ane pinjamkan Rinel, ane pun pakai sarung ibunya
yang ada di bak mobil. Perjalanan ini sempat dihambat oleh pecahnya ban di
kampung kecil yang ane nggak tau namanya. Akhirnya kami baru nyampe Kefa malem
harinya, dan karena bapak ini terlalu baik, kami diantarkan ke pool bus dan
akhirnya melanjutkan perjalanan dengan bus malam ke Atambua. Pengalaman yang
tak terlupakan.