Tengah hari,
sekitar jam 12 siang akhirnya ane bangun dan siap untuk menjelajah Kota Manila.
Kota Manila ternyata seperti ibukota negara kebanyakan yaitu kota yang cukup
semrawut dengan penduduk yang cukup banyak, agak kumuh, dan pedagang kaki lima
ada dimana-mana.
Pemandangan Kota Manila dari berbagai sudut kota.
Setelah mandi, gue pun segera melangkahkan kaki keluar
penginapan dan landmark pertama yang ane lihat adalah patung Marcelo H. Del
Pilar gan, seorang revolusioner kemerdekaan Filipina yang hidup dari 1850-1896.
Menurut keterangan di bawah patung, pada zaman keemasannya dulu, dia adalah
seorang penulis dan jurnalis yang brilian gan yang sangat menentang
Kolonialisme Spanyol di Filipina. Di Filipina ini memang pahlawan revolusioner
dihormati banget gan, sepanjang jalan Manila ane banyak banget menjumpai
patung-patung pahlawan dengan keterangan riwayat hidupnya di bawah. Hal ini
mirip dengan Thailand, dimana mereka sangat menghormati rajanya sehingga banyak
dijumpai foto-foto Raja Thailand dengan bingkai besar di jalan.
Patung Marcelo H. Del Pilar di Distrik Makati.
Setelah
memberikan penghormatan singkat di dalam hati untuk Marcelo H.Del Pilar, ane
pun kembali melangkahkan kaki di jalanan Manila tepatnya Distrik Makati ini.
Kali ini tujuan ane adalah makan siang dengan makanan lokal Filipina. Setelah
membaca buku panduan jalan di Filipina karangan Sihmanto yang menerangkan bahwa
makanan lokal Filipina itu enak dan murah, ane jadi pengen mencoba. Langkah
kaki ane pun berhenti di sebuah warung makan nasi rames kecil. Dengan bahasa
tarzan karena si empunya nggak bisa bahasa inggris, ane pun mendapatkan nasi
sayur, pritilan ayam dan air minum seharga 40 peso (Rp 8000) aja gan. Murah
banget, dan yang bikin ane kaget, citarasa masakan Manila itu mirip banget gan
sama Indonesia. Enak dan berbumbu, ane jadi merasa nggak di luar negeri. Tapi
bagi yang Muslim, harap hati-hati ya gan. Karena penduduk mayoritas Kota Manila
beragama Katholik, cukup banyak yang menjual daging babi.
Manila nyetirnya di sebelah kanan gan.
Selesai
makan ane segera melangkahkan kaki ke Stasiun LRT terdekat untuk memulai
petualangan menjelajah Manila. Disini ane baru tau kalau orang Filipina
itu nyetirnya di sebelah kanan, hmmm jadi kerasa kek di Sepanyol aja gan.
Karena tujuan ane yang pertama adalah Fort Santiago, setelah melihat peta LRT
sejenak ane merasa harus naik LRT dari Stasiun Quirrino Avenue (tempat gue sekarang)
ke Stasiun Carriedo. Namanya Spanish banget ya gan, ane nyebutinnya sampai
gimana-gimana gitu wkwkwkwk.
Sampai di
Stasiun Carriedo ane bingung gan. Ini harus ngapain ya? Aduh, ane harus ngarah
kemana ya? Sumpah kagak ada petunjuk apa-apa gan. Kebingungan ane itu terjawab
saat ane melihat kerumunan pasar gitu di bawah. Sepertinya menarik. Ane pun
segera turun untuk melihat-lihat barang apa saja yang dijual. Ternyata 11-12
sama Sunmor gan (pasar mingguan kampus UGM). Barang yang dijual itu berupa pakaian, sepatu, buah-buahan segar,
pernak-pernik, VCD, kelapa, kapur barus, dan lain-lain. Kapur barus? Iya gan.
Ada yang jual kapur barus dan itu diiderkan pakai tampah. Ane pengen beli gan sebenarnya, ane
kasian gan sama yang jual kapur barus soalnya kek belum ada yang beli. Tapi ane
urungkan dan membeli VCD lagu-lagu Filipina gan. Barang-barang disini
murah-murah juga gan, karena memang berfungsi sebagai pasar rakyat.
Pasar rakyat murah meriah di bawah Stasiun LRT Carriedo.
Di ujung
pasar, akhirnya ane menemukan salah satu landmark Kota Manila yang ane incar
yaitu Gereja Quaipo. Gereja Quaipo ini nama lainnya Minor Basilica of the Black Nazarene dan Saint John the Baptist, dinamakan begitu karena terdapat patung suci Black Nazarene di dalamnya. Black Nazarene ini merupakan patung Yesus Kristus memikul salib yang dipahat dari kayu berwarna coklat gelap, dipahat pada abad 17 oleh seniman Meksiko yang tidak diketahui namanya. Patung ini sendiri didatangkan via galleon dari Acapulco, Meksiko pada pertengahan abad 16.
Gereja Quiapo a.k.a Minor Basilica of the Black Nazarene.
Patung Yesus Kristus ini sangat terkenal di Filipina dan dianggap menakjubkan oleh banyak penganut Khatolik di Filipina. Terdapat beberapa tanggal tahunan dimana patung ini dibawa ke publik untuk pemujaan yaitu Tahun Baru (hari pertama dari Novena); Jumat baik (Good Friday); dan 9 Januari (hari transfer Minor Basilica dari lokasi asalnya di Rizal Park ke lokasi sekarang). Prosesi 9 Januari ini bisanya paling besar dari dua prosesi yang lain gan.
Patung Black Nazarene dibawa ke publik untuk pemujaan.
Sejarah Gereja Quaipo ini sendiri cukup panjang gan. Gereja ini pertama kalinya dibangun oleh Misionaris Fransiskan dengan hanya menggunakan bambu dan jerami. Perjuangan Misionaris Fransiskan tersebut membangun gereja harus sia-sia karena pada 1574, Limahong dan tentaranya menghancurkan dan membakar gereja ini. Bertahun-tahun melihat rumah Tuhan hanya teronggok rusak, pada 1588 seorang biarawan Fransiskan, Fr. Antonio de Nombella mendirikan kembali gereja ini dengan nama Parish of St. John the Baptist, prekursor Yesus Kristus yang memanggil setiap orang untuk bertobat sebelum menerima Yesus. Tapi lagi-lagi, gereja ini kembali dibakar pada 1603 sehingga paroki sementara diserahkan ke Jesuit sampai keadaan stabil kembali. Gubernur Jenderal Santiago de Vera memprakarsai pembangunan kembali gereja ini secara penuh pada 1686.
Pada 1762, Inggris berusaha menghancurkan gereja ini. Kehancuran sekali lagi harus terjadi akibat gempa bumi pada 1863. Pada 1879, Pendeta Eusebio de Leon memulai rekonstruksi pembangunan gereja kembali dan diselesaikannya dengan bantuan Pendeta Manuel Roxas pada 1889 menggunakan sumbangan dari berbagai pihak. Pada 1928, Gereja ini kembali hancur karena kebakaran yang menghancurkan langit-langit kayu dan sakristi di belakang altar utama.
Kenampakan bagian dalam Gereja Quiapo.
Kehancuran terus menerus baik karena sebab manusia maupun alam tersebut tidak menyurutkan niat Fr. Magdaleno Castillo untuk memulai rekonstruksi pembangunan gereja kembali dari awal. Rekonstruksinya adalah berdasar rencana konstruksi yang disiapkan oleh Arsitek Juan Nakpil pada 1933. Dia menambahkan kubah dan menara lonceng di kedua sisi gereja. Arsitek Jose Maria Zaragoza memperbesar gereja dan membangun desain dinding lateral pada 1984. Perjuangan tersebut tidak sia-sia karena pada 1988 gereja ini dianugerahi gelar Basilika dari Nuestro Padre Yesus, Nazareno.
Saat itu di Gereja Quaipo lagi ada misa gan, dan ane dengan gejenya
masuk dan mengikuti misa sejenak meski nggak ngerti sama sekali karena menggunakan Bahasa Tagalog. Pas itu banyak banget gan warga sekitar yang ikut misa sampai gedung
bagian dalamnya nggak cukup sehingga beberapa mengikuti misa di luar gedung.
Ane merasa sangat kusyuk gan saat misa disini, dan ane merasa warga Manila itu
religius banget gan. Setelah berdoa sejenak, ane pun meninggalkan gereja ini
untuk melanjutkan petualangan menemukan Fort Santiago.
Oya,
pelataran di depan Gereja Quaipo seluas 5358 m2 itu disebut Plaza Miranda gan. Hal itu dijelaskan dari tugu-tugu kecil yang berdiri di sekeliling gereja. Plaza Miranda merupakan lapangan umum yang dikelilingi oleh Gereja Quaipo di sebelah utara, Quezon Boulevard di sebelah timur, Hidalgo Street di sebelah selatan dan Evangelista Street di sebelah barat. Plaza Miranda ini dilantik dan dibuka oleh Mayor Arsenio Lacson pada 1961. Nama 'Miranda' didapat dari Jose Sandino y Miranda, yang menjabat sebagai sekretaris bendahara Filipina pada 1833 dan 1854.
Plaza Miranda.
Plaza Miranda ini dilapisi oleh ubin dari granit dan dikelilingi oleh arsitektur Neo-Gotik detail yang terinspirasi oleh arsitektur Gereja Quaipo. Arsitektur ini tercermin di bagian barat dan selatan plaza, dimana terdapat dua gerbang besar yang dipisahkan oleh beberapa gerbang kecil berbentuk busur membentuk tiang tertutup. Selain Gereja Quaipo, di Plaza Miranda ini juga terdapat beberapa landmark lain seperti F&C Tower (sebelumnya Gedung Picache yang sebelumnya merupakan markas Bank Tabungan Filipina dan Teater Times yang merupakan salah satu bioskop tertua di Manila.
Setelah
foto-foto sejenak, ane segera melangkahkan kaki di riwetnya lalu lintas Manila.
Perjalanan ane yang tanpa arah dan tujuan ini menghantarkan ane ke kawasan
kumuh di sepanjang Sungai Pasig gan. Ane sendiri nggak tau, setelah
berjalan melewati pasar kok tiba-tiba bisa berada di bawah jembatan ya? Ane pun
langsung berhenti dan tanya sejenak ke mbak-mbak yang jaga warung kecil. Ane
menanyakan jalan ke Rizal Park, dan untungnya mbaknya bisa bahasa Inggris. Ane
disuruh naik lewat jembatan di depan dan naik jeepney ke arah Kalaw.
“Kalaw hatiku mendua…ku tak tau harus gimana.”
Hilang arah lagi gan, hanya melihat Sungai Pasig dengan latar belakang gedung-gedung khas ibukota.
Sampai di
atas ane kembali bingung gan. Pemandangan di depan ane berupa sebuah sungai
luas (Sungai Pasig) dengan latar belakang gedung-gedung tinggi khas ibukota. Ane
harus kemana lagi? Walaupun kebingungan, ane kembali melangkahkan kaki dan
berharap menemukan seseorang yang bisa ditanyai. Beberapa saat berjalan,
akhirnya ane ketemu seorang bapak-bapak yang lagi makan. Bapak tersebut
mengatakan ane harus naik jeepney ke Baclaran untuk bisa mencapai Rizal Park.
Dengan petunjuk singkatnya, ane pun segera naik jeepney dan berusaha duduk
sedekat mungkin dengan supir untuk memberinya petunjuk suruh menurunkan ane di Rizal
Park.
Jeepney khas Filipina.
Sewaktu di
dalam Jeepney itu, ane belajar salah satu budaya orang Filipin gan yaitu
oper-operan untuk bayar ongkos. Biasanya kalau mau bayar, mereka akan omong
‘bayad’, kemudian menyerahkan uang logam ke penumpang di sampingnya. Nanti
penumpang yang nerima uang tadi akan mengoperkannya lagi ke penumpang
di sampingnya sampai
uang itu diterima Pak Sopir di depan. Ane yang lagi-lagi sok-sokan pun
ikut-ikutan ngomong ‘bayad’ n ngoperin duit hehehe. Ongkos sekali naik jeepney ini 8 peso gan. Sekitar 10 menit
berkendara, ane sampai juga di Rizal Park gan. Rizal Park
ini lokasinya ada di Roxas Boulevard, Ermita, Manila. Ane masuk melalui Kalaw St.
Rizal Park.
Rizal Park yang dalam Bahasa Tagalog disebut
Liwasang Rizal, merupakan salah satu taman bersejarah di Filipina gan. Sejak
Era Kolonialisme Spanyol, taman ini telah menjadi salah satu taman kota
terbesar di Asia. Masyarakat lokal biasa mengunjungi taman ini untuk bersantai
pada hari Minggu ataupun libur nasional. Kenapa sebelumnya ane sebut taman
bersejarah? Karena ternyata eksekusi pahlawan nasional, Jose Rizal, pada 30
Desember 1896 itu dilakukan disini gan. Eksekusi tersebut tentulah menimbulkan
kemarahan yang luar biasa gan bagi masyarakat Filipina, akhirnya berhembuslah
semangat Revolusi Filipina pada 1896 melawan Kerajaan Spanyol. Selain itu,
deklarasi kemerdekaan Filipina dari Kependudukan Amerika juga dilakukan di
taman ini gan pada 4 Juli 1946. Karena itulah taman ini dinamakan Rizal Park
untuk menghormati dan menghargai Jose Rizal, salah satu pahlawan nasional
mereka gan.
Masuk pertama kali, landmark yang paling kelihatan adalah central lagoon dancing fountain yang merupakan kolam dengan air mancur berbentuk melingkar dan
kursi taman di sepanjang pinggiran kolam sehingga suasananya asri banget gan. Salah satu yang bikin
ane tambah
kagum, saking mereka menghormati pahlawan
revolusionernya, di sepanjang pinggiran kolam ada banyak patung pahlawan
Filipina gan dengan riwayat hidupnya secara singkat di bagian bawah. Di pinggir kolam sebelah utara juga ada auditorium terbuka jika ada acara-acara tertentu.
Patung pejuang kemerdekaan Filipina yang berada di sebelah utara kolam.
Boneka semacam ondel-ondel yang ane jumpai di Rizal Park.
Terus
waktu itu lagi ada acara karena banyak tenda-tenda dan boneka raksasa kayak
ondel-ondel gitu gan. Kalau ane baca flyer di jalan sih, lagi ada peringatan 29
tahun meninggalnya Gubernur Kota Manila gan, namanya Senator Benigno Aquino Jr.
Ane udah bilang di awal kan gan, kalau mereka sangat menghormati pahlawan atau
orang-orang yang pernah mempunyai jasa untuk Filipina, jadi jangan heran gan
kalau peringatannya kematiannya pun dirayakan gan.
Di sepanjang sisi utara Rizal Park, juga terdapat beberapa landmark seperti Kanlungan ng Sining. Kanlungan ng Sining ini merupakan museum untuk seniman Filipina dan tempat yang dipenuhi kedamaian untuk mereka menyelesaikan karya seninya. Kanlungan ng Sining ini seperti hutan dengan pohon-pohon besar, tanaman, burung, dan serangga di sekelilingnya gan.
Selesai mengelilingi taman bagian depan, ane pun
bingung harus ngapain lagi haha. Karena hampir semua yang ke taman itu membawa
pasangan/keluarga gan. Banyak juga yang menggelar tikar di taman kemudian makan
bekal yang dibawa dari rumah. Ane sadar gan, ane merasa sangat kesepian sebagai
solo traveler hehe. Akhirnya supaya nggak mati gaya, ane pun naik sepur kelinci
seharga 50 peso untuk mengelilingi Rizal Park yang cukup gempor juga kalau harus
jalan kaki.
Sepur kelinci dengan tarif 50 peso yang siap mengantarkan ane keliling Rizal Park.
Setelah itu, ane pun berjalan lebih ke timur Rizal
Park kemudian memasuki Diorama of Rizal’s Martyrdom dengan membayar 20 peso.
Diorama ini berisi diorama Jose Rizal yang
menggambarkan kehidupan Jose
Rizal pas sampai eksekusinya gan. Di bagian luarnya, terletak di dinding
granit hitam pintu masuk, terdapat pahatan berupa ucapan selamat tinggal Jose Rizal sebelum
meninggal dalam Bahasa Inggris dan Spanyol berjudul “Mi Ultimo Adios”. Diorama
itu menggambarkan Jose Rizal dieksekusi dengan cara ditembak sekelompok pasukan
Spanyol gan. Sebelum ditembak, Jose Rizal diikat tangannya, dan disuruh berdiri menghadap ke belakang.
Mengerikan ya gan.
Ucapan selamat tinggal Jose Rizal di pahatan dinding granit hitam.
Diorama yang menggambarkan kehidupan Jose Rizal sampai eksekusinya.
Selain beberapa spot menarik diatas, ini dia gan beberapa spot menarik lainnya di Rizal Park, kurang lebih urut dari timur (Kalaw St) ke barat (Museum of the Filippino People):
Selesai mengelilingi Monumen Lapu-lapu, ane pun bergegas
jalan kaki di Kilometer Zero untuk menuju Museum of the Filippino People. Tapi
saat itu ane nggak masuk kesana, karena tujuan selanjutnya adalah Fort Santiago
yang konon katanya lokasinya dekat dari sini. Karena tidak mempunyai clue harus
jalan kaki kearah mana, ane pun memutuskan naik dokar. Ane tanyakan tarifnya,
30 peso sampai ke Fort Santiago. Okelah ane percaya sama bapak tukang dokar
ini.
Chinese Garden.
La Madre Philippine.
Rizal Monument.
Filipino-Korean Soldier Monument
Lapu-lapu monument
Musium of Filipino.
Sewaktu udah di dokar, ane mulai curiga aja nih, kok
jauh banget ya mau ke Fort Santiago aja?? Saat itu si Bapak Dokar terus-terusan
saja ngomong kalau dia itu tour guide, gue iya-iyain aja soalnya ane nggak tau
maksudnya. Kecurigaan ane semakin bertambah saat dia terus saja menjelaskan
dengan cukup detail tentang tempat-tempat yang kita lewati. Sesekali dokar
dihentikan oleh dia, dan ane disuruh foto. Selain itu ane juga dibelikan 1 botol
minuman air putih dingin. Perasaan ane semakin nggak enak, sepertinya ane kena
scam, dia nggak nganterin ke Fort Santiago, malah diputer-puterin keliling kota
selama kurang lebih 45 menit.
Patung Raja Felipe, yang menjadi asal muasal nama Filipina.
Gerbang Masuk Chinatown.
Akhirnya di bawah stasiun LRT, tiba-tiba Bapak Tukang
Dokar berhenti dan menyuruh ane turun. Jujur ane bingung dan nggak tau apa
maksudnya. Sebelum ane turun, tiba-tiba dia menyuruh ane membayar 40 USD!!!
WHAT THE FU*K???
Ane awalnya berpikir positif, mungkin dia salah bilang
14 jadi 40, tetapi sekali lagi dia menjelaskan “FORTHY”. Gue langsung diem mak
clep! 40 USD itu berarti kan kurang lebih 1600 peso!
Sedangkan di awal sudah ane jelaskan duit ane cuma 3500 peso.
Keringat dingin langsung bermunculan aja gan.
Gue yang nggak terima dan merasa dibohongi langsung
aja menolak todongan nggak manusiawi ini. Gue pun protes-protes karena dari
awal gue sama sekali nggak nyuruh si Bapak muter-muterin gue. Gue juga
menyesali kenapa di sepanjang jalan nggak tanya atau protes. Dengan segera ane
jawab,
“No, it’s to
much. I need to eat to. I can’t live if you ask me 40 USD.”
“No, it’s 40
USD.”
Dia masih aja ngomong sambil cekikikan. Udah rasa mau
gue apain aja ni Bapak. Tapi gue pun tetap bersikeras dan menyerahkan dengan
paksa 14 USD (700 peso) ke Si Bapak. Dengan terpaksa dia pun menerima uang dari
ane, dan ane segera kabur dari si Bapak. Rasanya kayak mau nangis aja gan. Udah
uang pas-pasan, masih kena scam 700 peso. Huaaahh, rasanya pengen ada
travelmate yang bisa diajak mengeluh sekarang .
Kejadian itu membuat mood ane sesorean berantakan dan
nggak berniat kemana-mana lagi. Karena rasa lapar kembali menyerang, ane pun
segera mencari warung makanan di bawah stasiun. Tidak lupa supaya tidak kena
scam lagi, ane tanya dulu berapa harganya. Saat itu ane makan nasi dengan
daging babi kecap seharga 50 peso aja gan. Sebenarnya nggak doyan babi, tapi
ane nggak ngerti kalau yang ane makan babi sampai tinggal setengahnya. Karena
masih shock dan galau, ane pun makan aja nggak peduli dengan semuanya.
Selesai makan, ane udah nggak punya tenaga ataupun
mood untuk keliling lagi gan. Hari juga mulai menggelap. Jujur ane tidak berani
berkeliling Manila di malam hari karena menurut beberapa info, tingkat
kriminalitas di Filipina itu tinggi gan. Ane pun naik LRT ke Stasiun Querreno,
setelah mandi tertidur nyenyak. Dalam hati ane bersumpah, besok ane nggak akan
tertipu lagi!! Ane harus kuat!!
0 comments:
Posting Komentar