3.31.2014

[7] Cerita KKN Atambua 2013: Anak Timor menari Indang asal Sumatera Barat? Mengapa Tidak?


Tak terasa, berminggu-minggu kami lalui dengan lancar dan menyenangkan di Rinbesi Hat. Hati ini yang awalnya berat mulai betah tinggal di Timor, dan seakan sangat berat jika mengingat bahwa 3 minggu lagi kami akan pulang. Saat itu setelah libur lebaran, tibalah saatnya persiapan menyambut Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 68.  Apakah kami sebagai mahasiswa KKN akan diam saja menyambut hari besar itu? Tentu saja tidak. Kami mulai mencanangkan berbagai program khusus untuk menyambut hari lahir Indonesia ini. 

Adalah Mandira, salah seorang teman saya yang paling kreatif, memutuskan untuk mengajari  siswa/i SMP Rinbesi Hat Tari Indang untuk ditampilkan pada acara puncak peringatan 17 Agustus di Kecamatan Tasifeto Barat. Tapi karena jumlah penari yang ingin ikut terlalu banyak, maka Mandira terpaksa melakukan seleksi khusus untuk memilih penari. Seleksi ini dilakukan setelah dia mengamati semangat serta kelenturan siswa/i tersebut saat latihan. Dengan pertimbangan matang, akhirnya dipilihlah 12 siswa/i (6 laki-laki, 6 perempuan) untuk dilatih lebih lanjut Tari Indang.

 Suasana latihan sebelum dilaksanakan seleksi oleh Mandira

Indonesia itu kaya, kaya seni dan budaya, jangan hanya belajar budaya dari daerahmu saja. Perkayalah wawasanmu karena Indonesia itu membentang dari barat ke timur!

Mungkin itulah sekelumit kata-kata yang mereka dapatkan saat belajar Tari Indang ini. Sedikit cerita, Tari Indang  atau juga disebut Tari Badindin merupakan salah satu tari tradisional asal Minangkabau (tepatnya Pariaman), Provinsi Sumatera Barat yang sudah berkembang sejak abad ke 13. Udah tua banget ya? Bahkan lebih tua dari kedatangan Bangsa Portugis ke Indonesia. 

Tari ini sebenarnya merupakan suatu bentuk sastra lisan sebagai bentuk media dakwah saat masuknya agama Islam daerah Sumatera Barat. Karena fungsinya merupakan media dakwah, maka sastra yang dibawakan berasal dari salawat Nabi Muhammad atau hal-hal bertema keagamaan. Tari ini biasa dilakukan secara berkelompok dengan gerakan yang diulang-ulang, dimana gerakannya memiliki kekhasan serta keunikan gerak.

Oke itulah sedikit sejarah tentang Tari Indang. Bagaimanapun, setiap sore ane bisa melihat bahwa siswa/i SMP Rinbesi Hat ini sangat semangat dan antusias saat berlatih. Latihan memang biasa dilaksanakan sore hari di Kantor Desa, dengan frekuensi yang semakin sering saat mendekati 17 Agustus. Aku sangat salut dengan Mandira yang tidak pernah lelah saat harus mengulang-ulang terus gerakan, dia juga selalu sabar membimbing siswa/i ini karena ini merupakan hal baru bagi mereka.

Akhirnya setelah kurang lebih seminggu berlatih, tibalah saat perdana penampilan mereka yakni pada acara Malam 17 Agustusan, bahasa kerennya tirakatan. Penari perempuan menggunakan kaos putih dengan topi kertas berwarna emas, sementara penari laki-laki menggunakan kaos merah dengan topi kertas berwarna perak.





Kekompakan kerja sama siswa/i SMP Rinbesi Hat saat membawakan Tari Indang

Akhirnya mereka benar-benar tampil, dan ane bisa melihat bahwa Mandira telah mengajari mereka dengan sangat baik. Gerakannya benar-benar kompak, seperti yang sering ane lihat di TV. Ane merasa begitu bangga dengan Mandira dan siswa/i SMP Rinbesi Hat saat itu. Tepuk tangan riuh pun langsung menghujani mereka begitu tari selesai dilaksanakan. 

 Keesokan harinya, setelah upacara 17 Agustus selesai dilaksanakan, para siswa/i Rinbesihat kembali membawakan Tari Indang di depan tamu-tamu penting. Lagi-lagi, kekompakan mereka menyihir para tamu sehingga tepuk tangan riuh kembali membahana seusai tarian selesai dilakukan. Bravo guys!!

[6] Cerita KKN Atambua 2013: Timor Leste, I'M COMING!

Tim KKN PPM UGM berpose di Tugu Timor Leste
 
Hari ini adalah hari yang sangat ditunggu oleh tim KKN PPM Atambua 2013 karena kami akan ke luar negeri! Ya! Mungkin kamilah satu-satunya tim KKN yang pelesir keluar negeri di minggu pertama KKN, kemana lagi kalau nggak ke Timor Leste. Hehehe.

Saat itu kami berangkat agak siang, sekitar jam 11, karena sub unit Desa Rinbesi Hat harus melaksanakan sosialisasi dan pemantapan program dengan perangkat desa. Karena ada acara sosialisasi ini, sebenarnya kormanit memutuskan subunit Desa Bakustulama saja yang berangkat ke Tiles. Tentu saja kami protes dan ‘mencak-mencak’ hehe. Akhirnya diputuskan kami akan berangkat setelah acara sosialisasi selesai, dengan menggunakan 2 mobil pick up charteran.
 Overload eh...

Perjalanan ke perbatasan (Motaain) berlangsung selama kurang lebih 1 jam. Sepanjang perjalanan, aku merasakan sensasi dejavu, padahal aku belum pernah kesini sebelumnya. Setelah aku pikir-pikir, ternyata karena kami melewati tempat shooting film ‘Tanah Air Beta’ yang berlangsung di Atambua. Memang seperti itulah keadaannya, kering meranggas.

Sepanjang perjalanan, kami disuguhi oleh rumah-rumah berbentuk lopo yang semakin banyak mendominasi dibandingkan dengan rumah bangunan modern. Keadaan masyarakat terlihat lebih memprihatinkan, aku tidak tahu apakah anak-anak tersebut bahkan sekolah, beberapa tempat bahkan tidak dialiri listrik sama sekali, kualitas air bagaimana juga aku tak tahu, aku jadi berpikir, apa yang selama ini aku lakukan? Kesenjangan yang begitu besar.

Akhirnya kami pun sampai di gerbang perbatasan Motaain. Normalnya kami harus turun dan mengurus visa on arrival, tapi setelah foto-foto sejenak, kami dipersilakan masuk dengan ditemani beberapa tentara baik dari TNI maupun tentara Timor Leste. Edisi imigran gelap hehe.
Ane berfoto sebelum masuk Indonesia gan, bangga rasanya foto disini

Pemberhentian pertama kami adalah peternakan kuda yang dimiliki oleh seorang Bapak keturunan Portugis mantan tetinggi sewaktu Tiles dan Indonesia belum berpisah. Disana kami banyak dijelaskan tentang perjuangan beliau sewaktu reformasi. Setelah itu ane tidak terlalu memperhatikan dan berjalan sekeliling, peternakan kuda ini berbatasan dengan muara sungai yang berakhir di Pantai Motaain. Pemandangannya sangat indah.
 Foto-foto di peternakan kuda dengan bendera Tiles

Foto-foto di peternakan kuda dengan tentara Timor Leste

Sesaat kemudian kami dibawa ke toko oleh-oleh minuman. Minuman yang dijual kebanyakan adalah minuman beralkohol impor yang cukup mahal, harganya mencapai jutaan. Bagi kami, cukup membeli minuman jus kaleng yang dibanderol 5 USD hehe. Oiya khusus di perbatasan ini, transaksi bisa menggunakan baik rupiah maupun USD. Disini juga ane harus menerima kenyataan pahit karena dompet yang berisi biaya hidup KKN raib, entahlah apakah hilang karena kecerobohan sendiri atau dicuri, sebaiknya selalu berhati-hati jika membawa barang berharga disini.

Selesai dari toko oleh-oleh, kami dibawa lebih jauh ke arah timur menuju peternakan kuda yang lebih besar di Batugade. Aku sendiri kurang tau kenapa Wakil Bapeda ini suka banget membawa kita ke peternakan kuda, tapi yang namanya diajak ngikut aja yah. Hehe. Peternakan kuda yang kedua ini terlihat lebih besar dilengkapi dengan fasilitas pendopo dan restoran, hanya saat itu sedang tutup. Disini Bapak Wakil Bapeda juga berjanji pada malam lebaran akan mengajak kami menginap disini. Di peternakan kedua ini karena lebih tinggi, pemandangan terlihat sangat indah. Kami bisa melihat Pulau Alor dari sini. Pulau yang suatu saat sangat ingin ane kunjungi hehehe.

Kami cukup lama berada disini, mendengarkan penuturan pemilik peternakan tentang kondisi disana, berfoto-foto dengan latar mobil berplat Tiles, hanya saat itu hati ane sedang sangat sedih karena baru kehilangan uang kekeke.

Akhirnya pukul 17 waktu setempat (di Tiles waktu setara WIT, sementara di Atambua setara WITA), kami pun beranjak pulang kembali ke Atambua membawa sejuta kenangan. Sebelum keluar dari Tiles tidak lupa kami berfoto di gerbang “Bem Vindo A (Welcome to) Timor Leste) dan Tugu Timor Leste, kami juga berfoto di gerbang ‘Selamat Datang Indonesia’. Jujur, perasaan lebih bangga dan senang sewaktu berfoto di tulisan kedua hehehe, memang I Love Indonesia! Gimana, menyenangkan bukan KKN di Atambua? Jangan ragu mau KKN disini!
 Foto-foto di gerbang "Bem Vindo A Timor Leste"

[5] Catatan KKN Atambua 2013: Ayok, Besong ikut Panen Raya Sorgum!

Holaa! Setelah sekian lama absen di blog kesayangan, kali ini beta akan melanjutkan menulis sekelumit pengalaman sewaktu melaksanakan KKN (Kuliah Kerja Nyata) 2013 di Atambua. Semoga ini menjadi inspirasi dan penyemangat bagi generasi KKN Atambua seterusnya. Cekidot gan!

Apa itu Sorgum??

Sorgum

Adalah pertanyaan yang terlontar di benak ane saat rombongan KKN PPM UGM diundang Bapeda Belu untuk menghadiri panen raya sorgum pada minggu pertama kami di Timor. Kami yang belum tahu apa-apa dan masih sangat antusias dengan budaya Masyarakat Timor pun sangat antusias menanti hari ini. Apa lai ini sorgum nha?

Dengan mobil pick up sewaan, sekitar pukul 9 pagi, kami rombongan KKN Desa Bakustulama dan Rinbesihat pun sudah berangkat untuk menuju tempat pelaksanaan panen raya yaitu di Kecamatan Raimanuk. Kecamatan Raimauik sendiri berjarak kurang lebih 20 kilometer sebelah timur Kecamatan Tasifeto Barat (tempat desa kami). Sepanjang perjalanan kami disuguhi oleh padang savana yang meranggas mengharap datangnya hujan.
Jujur waktu itu ane masih belum tahu apa-apa tentang acara ini, apakah acara ini akan berlangsung di ladang (maksudnya kita disuruh panen-panen bareng gitu), apakah acara ini akan berlangsung di suatu ruangan dengan penuh ceramah dari para tetinggi kecamatan, hehe kita lihat saja!

Satu jam kemudian, setelah sebelumnya berhasil melewati keramaian pasar kamis Halilulik dimana mobil kami sempat macet parah, kami pun sampai di lokasi acara panen raya. Ternyata acaranya berlangsung di ladang dengan dibangun dekorasi outdoor sederhana. Sewaktu kami datang, acara belum dimulai dan hanya terdapat beberapa orang yang duduk. Dengan sangat sopan mereka mempersilahkan kami semua duduk kemudian diberi snack ringan, sungguh keramahan masyarakat Timor yang kami mulai terbiasa dapatkan.

Menunggu cukup lama (terutama menunggu kedatangan tamu penting), acara pun akhirnya dimulai dengan sajian Tari Likurai yang dibawakan oleh gadis-gadis setempat. Saat itu ane begitu terkagum dengan salah satu budaya Belu ini karena kekompakan gadis-gadis tersebut dalam menabuh genderang kecil yang mereka gantung di lengan kiri di bawah ketiak. Tari Likurai yang pada dahulu digunakan untuk menyambut para meo pulang dari medan perang ini sekarang biasa disajikan untuk menyambut tamu-tamu penting.

 Para penari Likurai sedang bersiap-siap

Selesai pertunjukkan Tari Likurai, acara dilanjutkan dengan sambutan dari beberapa tamu penting seperti Dirut PT Batan Teknologi (Persero) Yudi Utomo Imardjoko, Wakil Bupati Belu Taolin Ludovikus, Kepala Bapeda Belu Falentinus Pareira, Bapak Camat Tasifeto Barat dan Raimanuk (Bapak Gabriel Taek) dan Perwakilan Masyarakat. Mendengarkan sambutan-sambutan tersebut, ane jadi tahu kalau sorgum itu sejenis varietas jagung dengan ukuran yang lebih kecil.  

Trus gimana sorgum ini tau-tau bisa ditanam di Atambua gan? 

Ternyata gerakan tanam sorgum ini sudah dicanangkan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan gan pada tahun 2012 dan mendapat dukungan penuh dari BUMN seperti PT. Berdikari, PTPN serta sejumlah instansi BUMN lainnya. Emang keren ya gan menteri kita satu ini.
 
Penanaman sorgum varietas Numbu pertama kali dilakukan di Sidrap, Sulawesi Selatan awal 2012 pada areal seluas 3200 ha oleh Pt. Berdikari, kemudian dilanjutkan oleh PTPN XII pada lahan seluas 22 Ha di Banyuwangi. Barulah pada awal 2013 Dahlan Iskan mencanangkan pengembangan sorgum di wilayah perbatasan, dimana Atambua dipilih sebagai tempat uji coba pertama. Badan Litbang pertanian melalui UPT Balitsereal kemudian mengirimkan benih bantuan sorgum varietas numbu sebanyak 1,5 ton untuk diuji coba tanam di Atambua. Target luas lahan penanaman adalah 200 ha, dimana peruntukan utama adalah bahan pangan. Program penanaman ini dimulai pada April 2013.

Berdasarkan manajer proyek PT Batan, Kusmunandar, saat ini luas lahan sorgum di Pulau Timor mencapai 400 ha yang tersebar di Kabupaten Belu dan Malaka. Secara lebih spesifik, lahan tersebut tersebar di Kecamatan Tasifeto Barat, Raimanuk, Kakuluk Mesak, Tasifeto Timur, Kobalima dan Malaka Tengah.

Dan begitulah, kami mahasiswa/i KKN beruntung ini berkesempatan untuk mengikuti panen perdana yang berlangsung di Desa Mendeu, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu. Hehehe. Terus, kenapa sorgum ini dikembangkan di Atambua gan? 

Ternyata sorgum ini sengaja ditanam dan dikembangkan di Atambua ini untuk menggantikan peran gandum gan, dimana gandum sulit berkembang di Indonesia sehingga seringkali kebutuhan gandum harus dipenuhi dengan cara impor. Masak kita sebagai negara agraris mau terus-terusan impor gan? 

Penanaman sorgum ini juga dilakukan untuk memanfaatkan lahan kosong yang ‘nganggur’ saat musim kemarau tiba, serta diharapkan dapat memberi sumber penghidupan bagi masyarakat sekitar. Diperkirakan dari total 200 ha lahan sorgum, mampu memenuhi kebutuhan 1000 rumah tangga Atambua sehingga orang Atambua tidak perlu lagi mengkonsumsi nasi, karena padi sulit tumbuh di Atambua sementara sorgum bisa tumbuh subur. Sorgum juga mempunyai potensi sebagai bahan baku tepung, bahan baku bioetanol untuk pembuatan BBM, pakan ternak, beras, , gula air, mie, cendawan dan obat-obatan terutama untuk obat kanker.

Berdasarkan penuturan Bapak Yudi, penanaman sorgum ini juga menguntungkan karena tidak membutuhkan terlalu banyak air, masa sejak tanam dan tunggu panen yang cukup cepat yakni sekitar 3 bulan serta mudah beradaptasi dengan iklim Timor yang kering. Serta merta Bapak Yudi mengharap penanaman sorgum dapat dikembangkan seterusnya di berbagai daerah Pulau Timor dan dia berharap sorgum ini dapat berkembang di Jawa juga. 

Trus gimana dengan pembagian hasilnya gan?
Sesuai perjanjian dengan kelompok masyarakat, menurut Kusmunandar, pembagian dengan perusahaan adalah 30: 70. Dimana proses sejak penanaman dan perawatan senantiasa mendapatkan pembinaan dari PT. Batan Teknologi.

Akhirnya acara sambutan itupun selesai dan kami diajak ke ladang untuk peresmian panen raya, acara dilakukan dengan pemotongan pita dan setelahnya pemotongan satu batang sorgum untuk simbol panen. Saat itu warga terlihat bahagia karena salah satu sumber kehidupan mereka menghasilkan hasil yang melimpah. Kemudian acara dilanjutkan dengan foto-foto. Tak lupa kami narsis dengan sorgum dan ikut mencicipi rasa sorgum mentah = tawaaar, hehehe, maksa banget ini.


Lahan sorgum yang tumbuh subur di Atambua

Selesai acara foto-foto, kami (terutama yang tidak puasa) mendapatkan kejutan tak terduga karena langsung disuruh makan dengan lauk serba daging. Ada sapi bakar, sayur kuah sapi, sayur dengan ayam, babi panggang, dll. Kami yang sejak KKN dimulai hanya makan sayur seakan kalap dan makan sepuasanya. Karena aturan disini sangat aneh yakni lauk harus lebih banyak daripada nasi, kalau tidak berdosa. Yaudah deh, sekuutt aja! Hehehe. Disini kami juga sempat mencicipi sorgum yang sudah diolah, rasanya tawar dan mirip jagung muda.

Selesai makan kami pun ngobrol-ngobrol dengan bapak-bapak polisi sembari disuguhi sopi (arak khas Timor), aku sanggup meminum dua putaran. Di Timor ini, budaya minum sopi adalah orang-orang yang akan minum akan membentuk lingkaran, kemudian satu orang akan memegang botol sopi dan menuangkannya ke gelas. Gelas itu kemudian diputar, diisi ulang kembali, sampai sopi habis. Dengan cara seperti ini, diyakini akan menambah keakraban. Asoyy.

Satu kejutan tak terduga lagi, saat sedang makan tiba-tiba Kormanit kami dipanggil oleh Bapak Bapeda yang mengajak kami pelesir ke TIMOR LESTE keesokan harinya! Wuaah, saat itu kami langsung merasa sangat antusias dan bahagia. Bapak Wakil memang sempat menjanjikan akan membawa kami ke Tiles, ane hanya nggak nyangka akan secepat ini. Sebenarnya ini KKN atau pelesir? Wkwkwk.