Tak terasa, berminggu-minggu kami lalui dengan
lancar dan menyenangkan di Rinbesi Hat. Hati ini yang awalnya berat mulai betah
tinggal di Timor, dan seakan sangat berat jika mengingat bahwa 3 minggu lagi
kami akan pulang. Saat itu setelah libur lebaran, tibalah saatnya persiapan
menyambut Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 68. Apakah kami sebagai mahasiswa KKN akan diam
saja menyambut hari besar itu? Tentu saja tidak. Kami mulai mencanangkan
berbagai program khusus untuk menyambut hari lahir Indonesia ini.
Adalah Mandira, salah seorang teman saya yang
paling kreatif, memutuskan untuk mengajari
siswa/i SMP Rinbesi Hat Tari Indang untuk ditampilkan pada acara puncak
peringatan 17 Agustus di Kecamatan Tasifeto Barat. Tapi karena jumlah penari yang ingin ikut terlalu banyak, maka Mandira terpaksa melakukan seleksi khusus untuk memilih
penari. Seleksi ini dilakukan setelah dia mengamati semangat serta kelenturan
siswa/i tersebut saat latihan. Dengan pertimbangan matang, akhirnya dipilihlah
12 siswa/i (6 laki-laki, 6 perempuan) untuk dilatih lebih lanjut Tari Indang.
Suasana latihan sebelum dilaksanakan seleksi oleh Mandira
Indonesia itu kaya, kaya seni dan budaya, jangan hanya
belajar budaya dari daerahmu saja. Perkayalah wawasanmu karena Indonesia itu
membentang dari barat ke timur!
Mungkin itulah sekelumit kata-kata yang mereka
dapatkan saat belajar Tari Indang ini. Sedikit cerita, Tari Indang atau juga disebut Tari Badindin merupakan salah
satu tari tradisional asal Minangkabau (tepatnya Pariaman), Provinsi Sumatera
Barat yang sudah berkembang sejak abad ke 13. Udah tua banget ya? Bahkan lebih
tua dari kedatangan Bangsa Portugis ke Indonesia.
Tari ini sebenarnya merupakan suatu bentuk
sastra lisan sebagai bentuk media dakwah saat masuknya agama Islam daerah
Sumatera Barat. Karena fungsinya merupakan media dakwah, maka sastra yang
dibawakan berasal dari salawat Nabi Muhammad atau hal-hal bertema keagamaan.
Tari ini biasa dilakukan secara berkelompok dengan gerakan yang diulang-ulang,
dimana gerakannya memiliki kekhasan serta keunikan gerak.
Oke itulah sedikit sejarah tentang Tari
Indang. Bagaimanapun, setiap sore ane bisa melihat bahwa siswa/i SMP Rinbesi
Hat ini sangat semangat dan antusias saat berlatih. Latihan memang biasa
dilaksanakan sore hari di Kantor Desa, dengan frekuensi yang semakin sering
saat mendekati 17 Agustus. Aku sangat salut dengan Mandira yang tidak pernah
lelah saat harus mengulang-ulang terus gerakan, dia juga selalu sabar
membimbing siswa/i ini karena ini merupakan hal baru bagi mereka.
Akhirnya setelah kurang lebih seminggu
berlatih, tibalah saat perdana penampilan mereka yakni pada acara Malam 17
Agustusan, bahasa kerennya tirakatan. Penari perempuan menggunakan kaos putih
dengan topi kertas berwarna emas, sementara penari laki-laki menggunakan kaos
merah dengan topi kertas berwarna perak.
Kekompakan kerja sama siswa/i SMP Rinbesi Hat saat membawakan Tari Indang
Akhirnya mereka benar-benar tampil, dan ane
bisa melihat bahwa Mandira telah mengajari mereka dengan sangat baik.
Gerakannya benar-benar kompak, seperti yang sering ane lihat di TV. Ane merasa
begitu bangga dengan Mandira dan siswa/i SMP Rinbesi Hat saat itu. Tepuk tangan
riuh pun langsung menghujani mereka begitu tari selesai dilaksanakan.
Keesokan harinya, setelah upacara 17 Agustus selesai dilaksanakan, para siswa/i Rinbesihat kembali membawakan Tari Indang di depan tamu-tamu penting. Lagi-lagi, kekompakan mereka menyihir para tamu sehingga tepuk tangan riuh kembali membahana seusai tarian selesai dilakukan. Bravo guys!!
waaaa terimakasih galuuuuuh, aku terharu :""") ga sengaja kepo2 ternyata kamu nulis ini
BalasHapusSama-sama :)
Hapus