Life Only Once. Stop Thinking and Just Make It Work.

10.04.2013

Rinbesi Hat: Desa penuh Cinta

Yogyakarta, 4 Oktober 2013

Suasana: Di kamar kos yang lumayan panas, mendengarkan lagu 'Beta Mati Rasa', mengenang Desa KKN-ku tercinta ~ Rinbesi Hat

Saat postingan ini ditulis, terhitung sudah 34 hari aku meninggalkan Desa Rinbesi Hat. Sama sekali tidak terasa karena seperti baru kemarin aku mengucapkan salam perpisahan untuk mereka, sahabat dan adik-adikku. Sepertinya baru kemarin juga kami saling menangisi perpisahan bersama-sama, sepertinya baru kemarin kami berjoget bersama di tengah dinginnya udara Belu. Oh Rinbesi Hat...


Desa Rinbesi Hat, beta sonde akan pernah melupakanmu..

Mengapa aku susah sekali move on dari Rinbesi Hat??

Adalah pertanyaan yang aku ajukan untuk diriku sendiri, karena sepertinya susah sekali hati ini mau melupakan Rinbesi Hat. Aku lihat teman-temanku KKN Atambua dari status facebook mereka sepertinya banyak yang sudah move on, tapi bagaimana sebenarnya dalam hati mereka aku tidak tahu? mungkin mereka juga sama dengan aku? Kurasa begitu.

Banyak sekali kenangan manis yang terkenang disana. Kenangan bersama anak-anak itu, kenangan dengan sahabat-sahabat DJ serta dugemku, kenangan dengan mama-mama, kenangan dengan Bapak Desa dan perangkatnya saat kami membangun gapura bersama-sama, kenangan dengan penjual bakso Salawati langganan kami, kenangan dengan penjual alat & bahan bangunan di Halilulik yang selalu bertanya padaku kapan aku akan selesai membangun 'sesuatu' itu (karena aku terus-terusan beli paku, hehehe).

Berada di Rinbesi Hat selama kurang lebih 2 bulan telah mengajarkanku sesuatu. Bahwa sebenarnya kita tidak perlu sesuatu yang muluk-muluk di hidup ini untuk bisa  bahagia. Hanya satu hal, apa itu? CINTA dan KESEDERHANAAN.

Disini aku benar-benar bisa merasakan CINTA, kasih sayang, penghargaan, penerimaan tulus yang diberikan kepada kami. Semua itu mereka berikan kepada kami dengan rasa tulus yang sederhana, tidak dibuat-buat. Memang penggambaran yang cukup rumit, sejujurnya susah sekali digambarkan, hanya bisa tergambarkan jika dirasakan sendiri.

Tak pernah sekalipun mereka mengecewakan kami meskipun kami sering mengecewakan mereka. Tak pernah sekalipun mereka melewatkan senyuman jika kebetulan berpapasan dengan kami. Mereka selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi kami dengan segala kesederhanaannya, sesuatu yang membuatku selalu menangis jika mengenangnya. Aku seperti menemukan sebuah keluarga, sebuah rumah yang penuh dengan orang yang menyayangiku.
"Aku jadi teringat aku belum mengembalikan 2 palu milik keluarga Rinel, 1 linggis dan 1 pengeruk milik Bapak Dusun Dinleo sejak terakhir kali aku pinjam. Oh Myyy, maafkan aku"
Sesaat kemudian, aku kembali ke Jawa. Kebetulan akan mengambil surat di sebuah badan pemerintahan. Saat masuk kantor, karena mungkin aku terlihat asing, aku ingat ada 2 orang pegawai yang memandangku dari atas ke bawah dengan pandangan menyelidik. Menurutku, memandang orang dari atas ke bawah itu adalah sebuah penghinaan, dimana hal itu sebenarnya bisa dihindari dengan menanyakan identitasku dan apa keperluanku. Aku berusaha menyembunyikan perasaan sedikit tersinggung yang seketika datang. 

Oohh, sebegitu kejamkah sebuah modernisitas? Kalau begini, salahkah aku jika susah move on dari Rinbesi Hat? Suatu tempat yang memberiku cinta, penghargaan, penerimaan dengan tulus?

Rinbesi Hat....aku kangen kamu (Hau Hanoin O....) Obrigado.... (Terimakasih)


Bersama adik dan kakakku pada malam perpisahan..

Bersama adik-adikku, Berek (ki) dan Elis (kanan) di SD Halibesin

Bersama teman-teman DJ dan dansaku yang datang ke kantor desa tiap malam, aku sedang dansa dengan Alan

Bersama adikku juga..

Bersama tokoh fenomenal Rinbesi Viga (kiri) dan adikku sayang, Ria (kanan)

Diberi kenang-kenangan selendang istimewa pada malam perpisahan

Bersama Tenco dan Manek, dua porter yang setia menemaniku saat pemetaan mud vulcano

Bersama geng Rinbesi, kami biasa dugem setiap malam dengan lagu DJ Azonto, Zalele dan Bara Bere

Bersama geng voli dan dugem

Bersama adik-adikku, yang kusayang sepenuh hati

Bersama adik-adikku, yang kusayang sepenuh hati, temanku main bola

Bersama bapa dan bapatua, proses pembangunan gapura

Semoga tahun depan (2014), aku bisa kembali ke desa penuh cinta ini lagi.. see ya.. :-)

0 comments:

Posting Komentar